Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencatatkan surplus sebesar Rp147,2 triliun hingga Agustus 2023 atau setara 0,70 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

“APBN kita hingga akhir Agustus masih mencatatkan surplus sebesar Rp147,2 triliun, atau diukur dari PDB adalah 0,70 persen,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa edisi September 2023 di Jakarta, Rabu.

Nilai surplus APBN pada Agustus 2023 lebih tinggi bila dibandingkan dengan surplus APBN pada Agustus 2022 yang tercatat sebesar Rp107,9 triliun atau sekitar 0,55 persen dari PDB.

Surplus APBN pada Agustus diperoleh dari pendapatan negara yang lebih tinggi dari belanja negara.

Menkeu menjelaskan pendapatan negara pada Agustus 2023 tercatat sebesar Rp1.821,9 triliun. Capaian tersebut menandakan realisasi pendapatan negara telah mencapai 74,0 persen dari pagu anggaran.

Nilai itu mengalami pertumbuhan sebesar 3,2 persen (year-on-year/yoy) bila dibandingkan capaian Agustus 2022 yang tercatat sebesar Rp1.764,6 triliun.

Sementara belanja negara tercatat sebesar Rp1.674,7 triliun atau tumbuh sebesar 1,1 persen yoy dibandingkan capaian Agustus 2022 sebesar Rp1.656,8 triliun. Dengan perolehan itu, maka realisasi belanja negara pada Agustus telah mencapai 54,7 persen dari pagu anggaran APBN 2023.

Dari kinerja APBN tersebut, Kementerian Keuangan mencatat keseimbangan primer pada Agustus 2023 juga mengalami surplus sebesar Rp422,1 triliun. Keseimbangan primer adalah selisih dari total pendapatan negara dikurangi belanja negara di luar pembayaran bunga utang.

Dengan demikian, Menkeu menyatakan kinerja APBN hingga Juli 2023 tetap terjaga positif. Pendapatan dan belanja negara yang tumbuh positif mendukung momentum pemulihan ekonomi dan melindungi masyarakat. Namun, Menkeu mengatakan perlambatan pertumbuhan pendapatan tetap perlu diwaspadai.


Baca juga: Menkeu: APBN 2023 lanjut fokus ke infrastruktur, pemilu, dan bansos
Baca juga: Menkeu: APBN hingga Juli 2023 catatkan surplus Rp153,5 triliun