Mataram (ANTARA) - Dinas Kesehatan Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, menyebutkan, kasus balita "stunting" atau mengalami kekerdilan kota itu mengalami penurunan dari 15,6 persen atau 3.999 balita menjadi 14,7 persen atau 3.732 balita.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Mataram dr H Usman Hadi di Mataram, Rabu, mengatakan, penurunan angka kasus balita "stunting" itu berdasarkan hasil data sementara saat bulan penimbangan balita pada Agustus 2023.

"Dengan adanya penurunan tersebut, kami optimistis target 14 persen penurunan balita 'stunting' di akhir tahun 2023 bisa tercapai," katanya.

Baca juga: Tekan stunting, dua perusahaan ritel serahkan 250 paket nutrisi

Untuk mencapai target tersebut, katanya, pihaknya melakukan koordinasi dengan berbagai pihak terkait termasuk memperkuat peran kader dalam memberikan edukasi melalui kegiatan posyandu keluarga (posga).

Selain itu, Dinkes juga sedang melaksanakan program pemberian layanan konsultasi ke dokter spesialis anak, serta pemberian makanan tambahan dan susu gratis untuk memenuhi kebutuhan gizi dan tumbuh kembang balita stunting.

"Kami juga bekerja sama dengan Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP2KB) Mataram terkait untuk pencegahan stunting dari hulu atau sebelum ada kasus. Kami menangani kasus yang sudah ada," katanya.

Kepala DP2KB Kota Mataram HM Carnoto mengatakan, telah menerapkan program "ibu asuh stunting" sebagai langkah percepatan capaian target penurunan kasus balita kerdil atau stunting sebesar 14 persen di tahun 2023.

Baca juga: Pemkab Aceh Tengah gencar atasi stunting lewat program Dashat

"Satu ibu asuh, kita berikan tanggung jawab dalam upaya pencegahan kasus balita kerdil atau stunting di 50 kelurahan binaan masing-masing. Satu ibu asuh, satu kelurahan," katanya.

Dikatakan, peran dari "ibu asuh" ini antara lain melakukan pendataan terhadap ibu hamil yang terindikasi kekurangan energi kronis (KEK) dan anemia atau darah rendah.

Ibu hamil yang anemia dan kekurangan energi memiliki dampak buruk terhadap kesehatan ibu dan pertumbuhan perkembangan janin serta bisa memicu lahirnya bayi dengan berat badan rendah dan stunting.

Selain itu, "ibu asuh" juga melakukan pendataan terhadap keluarga beresiko stunting. Keluarga berisiko stunting dapat dilihat melalui kriteria 4T yakni terlalu dekat (jarak kelahiran), terlalu sering (melahirkan), terlalu muda (hamil), dan terlalu tua (hamil).

"Karena itu, kita harapkan melalui program ibu asuh ini dapat mempercepat penurunan kasus stunting di Kota Mataram," katanya.

Baca juga: Hasto Wardoyo: Inovasi "Cempaka" kunci gotong royong entaskan stunting