Jakarta (ANTARA) - Survei Organisasi Profesi Kehumasan Indonesia(PERHUMAS) yang dikemas ke dalam PERHUMAS Indicators menyebutkan inovasi bisa meningkatkan kepercayaan dan reputasi perusahaan atau lembaga.

Ketua Umum PERHUMAS, Boy Kelana Soebroto
MCIPR dalam keterangan tertulis, Selasa, menyebutkan perusahaan yang melakukan inovasi dan memberikan manfaat paling besar bagi konsumen (klien) dan masyarakat karena mampu mempertahankan relevansi produk dan jasa secara berkelanjutan.

PERHUMAS Indicators merupakan hasil kajian mengenai kepercayaan dan reputasi dari industri serta organisasi yang menjadikan kebijakan komunikasi sebagai bagian dari manajemen puncak dalam mendukung kesuksesan perusahaan atau institusi.

“Kajian PERHUMAS Indicators ini merupakan terobosan kami untuk membuktikan profesi kehumasan mampu membantu secara signifikan manajemen puncak dalam proses pengambilan keputusan yang penting bagi kesuksesan perusahaan atau suatu lembaga,” kata Boy Kelana.

Menurut Boy yang juga Head of Corporate Communication Astra International, sudah saatnya persepsi publik dan juga kalangan eksekutif mengenai humas perlu diubah. Tidak lagi sebagai staf kehumasan namun juga sudah menjadi bagian dari manajemen puncak, yakni sebagai pemikir strategis.

Baca juga: Perhumas: Seniman raih tingkat kepercayaan paling tinggi dari publik

Dengan demikian, posisi kehumasan tidak lagi sebagai pusat layanan (call center) tetapi sudah menjadi bagian dari operasional perusahaan untuk menghasilkan keuntungan (profit).

PERHUMAS Indicators adalah bukti untuk menaikkan posisi tawar terhadap korporasi, lembaga ataupun organisasi dalam hal kemampuan menghasilkan kebijakan komunikasi berbasis riset terutama untuk mengukur tingkat kepercayaan dan reputasi.

Inti dari seluruh aktivitas komunikasi dalam kegiatan bisnis dan juga birokrasi pemerintahan berujung pada tingkat kepercayaan yang kemudian menghasilkan reputasi.

Sebelumnya, pada Konvensi Humas Indonesia (KHI) yang berlangsung di Semarang pada 1-2 September lalu, PERHUMAS secara resmi meluncurkan produk kajian atau survei mengenai tingkat kepercayaan dan reputasi dalam aktivitas bisnis dan pemerintahan.

Produk riset tersebut bernama PERHUMAS Indicators yang mengukur dimensi kepercayaan dan reputasi ke dalam delapan indikator utama dari dua dimensi tersebut.

Baca juga: Direktur Sido Muncul sebut humas dan mutu produk saling melengkapi

Adapun delapan indikator kepercayaan dan reputasi itu mencakup performa manajemen kualitas (performance management quality/ PMQ); Environment, Social, and Governance (ESG) inovasi, kepemimpinan, teknologi, people management, Communication serta penanganan krisis.

PERHUMAS Indicators melihat tingkat kepercayaan publik terhadap swasta, pemerintah dan lembaga masih cukup baik dengan skor mencapai di atas 65 persen. Kepercayaan terhadap pemerintah meskipun cukup tinggi (67 persen), namun memerlukan perbaikan untuk memastikan program pembangunan berjalan dengan baik dan berkelanjutan.

Terlihat jelas bahwa pemerintah berusaha keras membangun kultur profesional dalam birokrasi pemerintahan dengan tujuan meningkatkan ekspektasi dan dukungan publik termasuk kebijakan komunikasi.

Sementara itu sektor swasta (76 persen) dan BUMN (73 persen) perlu berkolaborasi secara aktif bersama-sama dan tidak ada yang mendominasi untuk menjalankan pembangunan bersama pemerintah sehingga upaya percepatan peningkatan kesejahteraan bangsa dapat terwujud segera.

Memang terlihat jelas salah satu faktor kuat di sektor pemerintahan adalah dinamika kepemimpinan yang memberi pengaruh signifikan pada kinerja dan akhirnya berujung pada tingkat kepercayaan masyarakat.

Baca juga: Kemenkominfo ajak humas swasta bantu cegah polarisasi jelang pemilu

Secara khusus PERHUMAS Indicators juga menelaah keunggulan dan kelemahan sektor swasta dan BUMN terhadap delapan indikator dari tingkat kepercayaan dan reputasi tersebut.

Swasta dan BUMN secara menonjol terlihat dalam kategori inovasi. Keduanya mendapatkan nilai kepercayaan yang tinggi, yaitu swasta dengan perolehan 75,5 persen dan BUMN di angka 69 persen.

Persepsi yang muncul swasta dinilai lebih baik dalam mengimplementasikan inovasi, lebih dinamis dan cepat menangkap peluang untuk mengembangkan produk dan layanannya yang memenuhi kebutuhan pelanggan.

Sementara itu BUMN khususnya sektor perbankan dan migas lebih mampu untuk bersaing dengan swasta, namun demikian masih banyak BUMN lainnya belum merata membangun semangat inovasi.

Indikator penting lainnya adalah penanganan krisis. Skor keduanya berada di bawah angka 70 persen yang berarti cukup menyadari pengaruh negatif yang luar biasa dari krisis namun juga memerlukan kemampuan mitigasi yang lebih mumpuni mengingat ancaman globalisasi seperti kompleksitas dan ketidakpastian begitu besar.
​​​​​​
Baca juga: Menkeu hingga dubes terima Anugerah Perhumas 2020

Ancaman krisis memaksa swasta dan BUMN, termasuk pemerintah untuk terus-menerus memperbarui sistem mitigasi dan kemampuan memprediksi krisis (early warning system) dan yang lebih penting juga membangun koordinasi lintas sektoral untuk mengurangi dampak krisis atau bencana yang lebih besar.

Secara umum swasta meraih skor rata-rata 69 persen dari semua sub indikator krisis, sementara BUMN memperoleh angka rata-rata 65 persen. Walaupun demikian budaya pengelolaan krisis lebih tumbuh di sektor swasta, berbeda dengan BUMN yang sering mendapatkan dukungan pemerintah.

Riset ini melibatkan tim yang terdiri atas praktisi Humas dan Komunikasi dari berbagai sektor, Benny Butarbutar, IAPR selaku koordinator, Dr. N. Nurlaela Arief, MBA, Dr. Dian Agustine Nuriman, M. Ikom, IAPR, Richele Maramis, Glory Oyong, T. Marlene Danusutedjo, IAPR, dan Anggia Bahana Putri.

PERHUMAS Indicators menggunakan pendekatan gabungan metodologi dan melibatkan lebih dari 1.000 responden dari seluruh Indonesia dengan tingkat "margin of error" berada di angka tiga persen atau dapat dipercaya sehingga diharapkan memberikan hasil yang komprehensif dan akuntabel.