Baca juga: BPOM luncurkan aplikasi pelaporan efek samping obat
“Industri farmasi memiliki kewajiban untuk menyusun dokumen RMP secara holistik yang mencakup proses pengembangan hingga distribusi produk. Dokumen ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari dokumen registrasi produk.” ujarnya.
Penny mengatakan penerapan kewajiban penyusunan dokumen RMP dilakukan secara bertahap. Berdasarkan data periode Januari-Agustus 2023, persentase penyerahan dokumen RMP baru mencapai 30 persen dari seluruh permohonan registrasi obat baru yang diterima oleh BPOM.
Oleh karena itu, sambungnya, BPOM menyelenggarakan lokakarya terkait penyusunan dokumen RMP yang dilaksanakan pada 19-21 September 2023, dan dihadiri oleh 350 peserta yang terdiri atas pegawai BPOM, industri farmasi, dan peserta terkait lainnya.
Baca juga: BPOM imbau nakes aktif laporkan efek samping obat ke Farmakovigilans
Baca juga: BPOM tegah ekspor obat tradisional ilegal seberat 5 ton ke Uzbekistan
Selain itu, kata Penny, RMP juga dibutuhkan untuk melakukan perencanaan penelitian/studi baru untuk mengidentifikasi dan mengenali risiko. Selain mengidentifikasi risiko obat pada pasien, RMP juga dapat mengidentifikasi risiko agar tidak memberikan efek atau dampak buruk pada lingkungan.
"Satu persyaratan registrasi yang mensyaratkan adalah dokumen RMP yang di dalamnya terdapat satu aspek yaitu ERA. Mengidentifikasi dari awal kira-kira risiko/dampaknya pada lingkungan, dan apa plan of action-nya agar risiko itu tidak terjadi," ujarnya.