Mataram (ANTARA) - Pengamat hukum acara dari Universitas Mataram Mohammad Hotibul Islam mengatakan bahwa hakim punya tanggung jawab moral untuk mengawasi terdakwa yang berstatus tahanan kota.

"Dalam hal ini, ada diskresi hakim untuk meminta aparat dari pengadilan, entah itu dari panitera atau juru sita untuk melakukan pengawasan terhadap terdakwa yang berstatus tahanan kota. Ini bentuk tanggung jawab moral hakim yang menerbitkan penetapan pengalihan penahanan itu," kata Hotibul Islam di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Selasa.

Menurut dia, upaya pihak pengadilan dalam mengawasi keberadaan terdakwa berstatus tahanan kota tersebut bisa dengan melakukan kunjungan secara rutin.

"Biar tahu, di mana tempat terdakwa menjalani tahanan kota. Hal ini untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan sekaligus menciptakan prinsip kehati-hatian. Kalau nanti jadi persoalan di kemudian hari, tentu akan jadi sorotan publik. Ini ada apa?" ujarnya.

Apalagi, jika hakim menetapkan status pengalihan penahanan terdakwa karena pertimbangan sakit. Menurut dosen Fakultas Hukum Universitas Mataram ini kesehatan dari terdakwa harus menjadi perhatian hakim.

"Sekalipun dia masih status terdakwa, ini terkait dengan perlindungan hak asasi manusia, kondisi kesehatan ini termasuk. Jadi, tidak cukup dengan ada laporan dari pihak keluarga terdakwa," ucapnya.

Hotibul menilai penerapan wajib lapor terhadap terdakwa yang sakit itu kurang tepat meskipun dalam surat penetapan pengalihan status penahanan ada mensyaratkan hal tersebut.

"Pada surat penetapan pengalihan ada semacam narasi yang memberikan, menganjurkan kepada terdakwa untuk wajib lapor. Akan tetapi, sebaiknya langsung ada pengawasan dari petugas pengadilan," katanya.

Pandangan hukum dari Hotibul ini berkaitan dengan penanganan kasus korupsi tambang pasir besi PT Anugrah Mitra Graha (AMG) yang menimbulkan kerugian negara Rp36 miliar.

Pada hari Jumat (15/9), majelis hakim yang mengadili perkara tersebut menerbitkan surat penetapan pengalihan status penahanan untuk terdakwa Po Suwandi, Direktur PT AMG, karena pertimbangan alasan sakit.

Juru Bicara Pengadilan Negeri Mataram Kelik Trimargo menyatakan bahwa tidak ada penerapan wajib lapor terhadap Direktur PT AMG Po Suwandi yang kini berstatus tahanan kota dalam perkara korupsi tambang pasir besi.

"Biasanya, kalau sudah di persidangan, sudah tidak ada wajib lapor, tetapi terdakwa harus hadir pada sidang yang telah ditentukan hari dan tanggal," kata Kelik.

Meskipun tidak menerapkan hal tersebut, terdakwa Po Suwandi harus menerima konsekuensi hukum apabila tidak hadir dalam persidangan.

"Apabila terdakwa tidak hadir, terdakwa bisa dimasukkan lagi ke tahanan atas perintah majelis hakim," ujarnya.

Baca juga: Kejati NTB tetapkan tersangka tambahan kasus korupsi tambang PT AMG
Baca juga: Kejati NTB tahan tiga tersangka tambahan pada kasus korupsi tambang