Jakarta (ANTARA) - Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi dalam tugas diplomasi nasional di PBB mendorong terciptanya tatanan global yang memberikan kesempatan yang sama bagi negara-negara berkembang sebagai upaya mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

Hal itu disampaikan Menlu Retno dalam pernyataan nasional Indonesia pada Konferensi Tingkat Tinggi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs Summit) di Markas Besar PBB di New York pada Senin (18/9).

Pada kesempatan itu, Menlu Retno menyampaikan bahwa tatanan global saat ini tidak memberikan kesempatan yang sama bagi negara-negara berkembang. Akibatnya, mereka sulit untuk mencapai target implementasi SDGs pada 2030.

"Tidak ada pilihan lain, dunia harus mendorong terciptanya lingkungan yang kondusif bagi negara berkembang untuk tumbuh dan membuat lompatan pembangunan," ujar Menlu Retno, seperti disampaikan dalam keterangan Kementerian Luar Negeri yang diterima di Jakarta, Selasa.

Retno menekankan bahwa diskriminasi perdagangan terhadap negara-negara tertentu, termasuk negara berkembang, harus dihentikan.

"Negara berkembang harus diberikan kesempatan untuk melakukan hilirisasi industri," ucapnya.
Baca juga: Bank Dunia: Ada kesenjangan dana untuk aksi iklim di negara berkembang

Terkait hal itu, sebagai Ketua ASEAN, Indonesia mendorong agar ASEAN dapat menjadi pusat kegiatan (hub) di kawasan untuk ekosistem kendaraan listrik, berperan besar dalam rantai pasok global, mendorong pembangunan hijau, dan menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai pusat pertumbuhan (Epicentrum of Growth).

Terkait pencapaian SDGs Indonesia, berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), 63 persen dari total 216 indikator rencana aksi program SDGs periode 2021-2024 telah tercapai.

Namun demikian, angka tersebut masih belum mendorong kemajuan pencapaian SDGs di tingkat regional mengingat kesenjangan pembangunan yang masih cukup tinggi di kawasan.
Baca juga: Menkes: Mayoritas kematian akibat kanker terjadi di negara berkembang

"Situasi global saat ini, khususnya dengan adanya pandemi dan perang di Ukraina, mempersulit upaya pencapaian SDGs," kata Retno.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dalam sambutannya menyampaikan bahwa capaian SDGs global baru 15 persen. Untuk itu, menurut dia, diperlukan langkah penyelamatan global, termasuk melalui stimulus senilai 500 miliar dolar AS (sekitar Rp7,68 kuadriliun) per tahun.

Guterres menekankan bahwa sekarang adalah saatnya untuk mengambil tindakan jika ingin tetap mencapai SDGs pada 2030.

Secara khusus, Sekjen PBB menyoroti enam area yang perlu diberi perhatian khusus, yaitu kelaparan, transisi energi, digitalisasi, pendidikan, pekerjaan layak dan pelindungan sosial serta penghentian perang.

Di kawasan Asia-Pasifik sendiri, pencapaian SDGs baru mencapai 14,4 persen dari yang seharusnya 50 persen.
Baca juga: Airlangga: RI harap lebih banyak dukungan global ke negara berkembang

SDGs Summit merupakan pertemuan resmi PBB yang diselenggarakan setiap empat tahun pada tingkat kepala negara/pemerintahan untuk meninjau kemajuan dan tantangan dalam implementasi Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan.

Pertemuan itu juga dilakukan untuk menggalang komitmen dan aksi global dalam mempercepat pencapaian SDGs.

SDGs Summit 2023 telah menghasilkan dokumen berupa deklarasi politik yang berisikan komitmen negara-negara anggota PBB dalam mengakselerasi pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

Baca juga: ADB: Negara berkembang di jalur untuk tumbuh lebih cepat pada 2023
Baca juga: Indonesia dukung kemudahan akses pembiayaan bagi negara berkembang