Jakarta (ANTARA) - Direktur Program Aksi Rantai Pasokan Organisasi Buruh Internasional (ILO) Dan Rees menyampaikan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab dan kewajiban untuk melindungi hak asasi manusia di dalam dunia usaha.

“Pemerintah bertanggung jawab dan berkewajiban untuk melindungi hak asasi manusia melalui perpaduan cerdas antara tindakan regulasi dan non-regulasi,” kata Dan Rees dalam acara diskusi yang dipantau secara daring di Jakarta, Senin.

Dan Rees mengatakan hal tersebut dalam acara “Responsible Business Human Rights and Decent Work in Asia: Harnessing synergies between human rights and inclusive growth” yang diselenggarakan oleh Organisasi Buruh Internasional (ILO), Senin.

Selain itu, Dan Rees mengatakan bahwa pemerintah juga bertanggung jawab dan berkewajiban untuk menciptakan lingkungan pendukung yang mendorong dan mendukung dunia usaha untuk bertindak secara bertanggung jawab.

“Kami melihat semakin banyak pemerintah mengambil inisiatif untuk mencapai hal tersebut,” kata Dan Rees.

Dan Rees mengatakan, lingkungan yang mendukung dunia usaha dan hak asasi manusia ditandai dengan tata kelola yang kuat, termasuk tata kelola pasar tenaga kerja, yaitu tentang hukum yang baik berdasarkan standar internasional yang ditegakkan dengan baik.

“Ini tentang akses terhadap lembaga-lembaga nasional yang mampu mengakses keadilan, termasuk otoritas pengatur,” katanya.

Selama beberapa tahun, dia melanjutkan, ILO telah mendokumentasikan bukti yang mendukung tesis bahwa investasi pada pekerjaan yang layak dan hak asasi manusia bukanlah biaya bisnis, melainkan investasi.

“Ketika pengusaha dan pekerja menyadari hak-hak mereka di tempat kerja, dunia usaha akan menjadi lebih kompetitif dan tangguh serta berkontribusi lebih besar terhadap pertumbuhan inklusif dan pembangunan berkelanjutan,” jelas Dan Rees.

Dan Rees juga menyebutkan bahwa ILO memberi dukungan pada konstituen tripartit dan perusahaan dalam rantai pasokan garmen global di banyak negara untuk memastikan penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kondisi kerja yang layak.

“Kami telah menyaksikan dampak positifnya terhadap jutaan pekerja dan anggota keluarga mereka karena akses terhadap pekerjaan yang lebih baik dan formalisasi kontrak kerja,” kata Dan Rees.

Dan Rees menambahkan bahwa akses dan formalisasi tersebut telah memberikan dampak transformasional terhadap kesetaraan gender dalam keselamatan kerja dan kesejahteraan pendapatan keluarga serta akses terhadap pendidikan dan kesehatan.

Peningkatan kehidupan dan kesejahteraan pekerja akan menghasilkan pertumbuhan produktivitas dan profitabilitas, lanjut Dan Rees.

“Misalnya di Indonesia, keuntungan triwulanan meningkat lebih dari dua kali lipat setelah empat tahun perusahaan berinvestasi dalam kepatuhan ketenagakerjaan dan terlibat dalam ILO IFC Better Work program,” katanya.

Dia juga mengatakan bahwa bukti menunjukkan bahwa penghormatan terhadap hak asasi manusia merupakan hal yang baik untuk dunia usaha ketika hak tersebut diwujudkan dalam operasi bisnis.

Dan Rees menyatakan bahwa ILO siap mendukung anggotanya untuk mencapai pekerjaan yang layak dan pertumbuhan inklusif dengan memperkuat penghormatan terhadap hak asasi manusia dalam operasi bisnis.

Selain itu, dia juga menyatakan bahwa ILO mendukung penerapan standar ketenagakerjaan internasional yang efektif dan mengglobal merupakan dasar untuk membentuk pemerintahan pasar tenaga kerja yang kuat dan dapat diprediksi.

Better Work adalah sebuah kolaborasi antara ILO dan International Finance Corporation (IFC), yang merupakan anggota Grup Bank Dunia, yang merupakan program komprehensif yang menyatukan seluruh tingkat industri garmen untuk meningkatkan kondisi kerja, menghormati hak pekerja dan meningkatkan daya saing usaha pakaian jadi dan alas kaki.

Baca juga: PBB: Penghormatan terhadap HAM dibutuhkan untuk pertumbuhan inklusif
Baca juga: Ketua ILO sebut dampak pandemi terhadap dunia kerja 'bencana'
Baca juga: ILO: Tak ada pemulihan pasar pekerjaan global hingga setidaknya 2023