Jakarta (ANTARA) - Perempuan Bangsa sebagai Badan Otonom (Banom) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), merumuskan kebijakan kesetaraan gender untuk kepemimpinan nasional dalam fokus grup diskusi di Jakarta.

“Kami menggali berbagai masukan dari berbagai organisasi, tokoh, dan aktivis perempuan agar isu-isu perempuan menjadi program dan isu strategis kepemimpinan nasional,” kata Ketua Umum Perempuan Bangsa Siti Mukaromah di Jakarta, Senin.

Dia menjelaskan beberapa isu yang dibahas dalam FGD itu antara lain evaluasi dan efektifitas afirmasi kuota 30 persen perempuan, yang implementasinya belum maksimal.

Kemudian kesetaraan gender di semua tingkatan pendidikan, pengakuan ulama perempuan dalam peran-peran keagamaan, akses kesehatan reproduksi yang tidak diskriminatif hingga anggaran kesehatan untuk remaja perempuan dan ibu hamil.

Sementara itu, Wakil Ketum DPP PKB Ida Fauziyah menyoroti rendahnya akses dan partisipasi politik perempuan.

Salah satu contohnya, lanjut Ida Fauziyah, Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 tahun 2023 tentang pencalonan anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Khususnya pada Pasal 8 ayat (2) mengenai perhitungan syarat keterwakilan perempuan.

“Demokrasi kita masih sangat formalitas dan substansial. Kita punya pekerjaan rumah sedemikian rupa, menurunkan stunting, menurunkan kemiskinan, dan lain-lain,” jelasnya.

Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraeni menambahkan bahwa afirmasi masih menjadi beban bagi parpol. Ada diskonektifitas antara ruang kebijakan dan ruang kelembagaan di partai politik. Kerja-kerja penguatan perempuan politik harus terus dilakukan.

“Walaupun ada kebijakan aktivisme yudisial oleh perempuan, tapi itu tidak cukup. Karena afirmasi masih dianggap beban. Politik dianggap mahal dan ekosistem politik tidak ramah dan tidak bersahabat dengan perempuan,” kata Titi menegaskan.

Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Dian Kartika Sari menilai pentingnya isu-isu perempuan dalam climate change. Ada tiga pilar yang harus diintervensi, yakni pilar ekonomi, pilar sosial dan Sumber Daya Alam (SDA).

Menurutnya, perempuan tidak pernah terlibat dalam green economy, sirkular ekonomi, dan perlu terlibat dalam bagaimana mendesain energi terbarukan dan energi alternatif ramah perempuan.