Jakarta (ANTARA News) - Berbagai pertanyaan di masyarakat seputar kebijakan subsidi BBM yang akan dikeluarkan Pemerintah akhirnya terjawab pada Selasa (30/4) lalu, ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjelaskan mengenai hal itu.
Sebelumnya, bermacam-macam isu mengenai rencana Pemerintah menaikkan harga subsidi BBM telah merebak sejak awal April lalu. Bahkan telah mencuat wacana penerapan dua harga BBM bersubsidi, yaitu untuk kendaraan umum dan motor tetap Rp4.500 sedangkan untuk kendaraan pribadi akan dinaikkan menjadi Rp6.500 - Rp7.000 per liter.
PT Pertamina bahkan telah menetapkan PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Inti) sebagai pemenang tender proyek pengadaan alat pemantau konsumsi BBM berbasis teknologi, yakni Radio Frequency Identification (RFID).
Pertamina juga sudah menyiapkan segala keperluan untuk kebijakan dua harga tersebut, mulai dari spanduk, penutup toner, buku saku buat petugas SPBU di seluruh SPBU di Tanah Air yang jumlahnya 5.027 unit.
Namun berbagai wacana tersebut akhirnya berubah ketika Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik usai rapat dengan Presiden pada Senin (29/4) menjelaskan bahwa kebijakan yang akan diambil Pemerintah adalah menaikkan harga BBM bersubsidi untuk semua kendaraan atau membatalkan rencana penerapan dua harga BBM.
Kebijakan itu kemudian ditegaskan Presiden SBY dalam pembukaan Musyarawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) di Jakarta yang menerangkan mengenai kebutuhan Pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi untuk melindungi kondisi fiskal yang defisitnya terancam membengkak di atas ketentuan UU Keuangan Negara sebesar 3 persen PDB.
Dalam kesempatan itu, Presiden menegaskan pengurangan subsidi bahan bakar minyak harus dilakukan untuk menjaga stabilitas anggaran dan juga meringankan beban APBN.
"Subsidi BBM yang terlalu besar, terus terang tidak sehat dan kurang aman. Dengan defisit yang besar, ketahanan ekonomi kita akan terganggu," kata Presiden.
Kepala Negara memaparkan dari rencana APBN 2013 penerimaan sebesar Rp1.529,7 triliun dengan belanja negara sebesar Rp1.683 triliun maka defisit yang terjadi sebesar Rp153,3 triliun atau sebesar 1,65 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Ditambahkannya, berdasarkan APBN 2013 maka anggaran untuk total subsidi mencapai Rp317,2 triliun, sementara untuk subsidi BBM sendiri mencapai Rp193,8 triliun.
"Bila tidak dikendalikan maka total subsidi bisa mencapai Rp446,8 triliun dan subsidi BBM saja bisa mencapai Rp297,7 triliun dan defisitnya bisa mencapai Rp353,6 triliun atau 3,83 persen dari produksi domestik bruto," kata Presiden.
Menurut Yudhoyono, subsidi BBM yang amat besar bisa mengakibatkan anggaran untuk kesejahteraan rakyat dan pengurangan kemiskinan serta pembangunan infrastruktur menjadi semakin terbatas. Sehingga pengurangan subsidi bahan bakar minyak harus dilakukan dalam waktu dekat.
"Bila kita tidak lakukan sesuatu, bila perekonomian tidak dijaga dengan baik nanti akan mendapatkan kesulitan. Saya harus katakan dengan gamblang bahwa subsidi BBM memang perlu dikurangi cara dengan menaikkan harga BBM terbatas dan terukur, kenaikan harus terbatas, tertentu dan terukur," ujarnya.
Kepala Negara juga mengatakan kenaikan harga BBM bersubsidi akan diputuskan setelah Pemerintah menyiapkan anggaran untuk kompensasi kenaikan BBM bagi masyarakat miskin, yang akan ditentukan dalam pembahasan APBN-Perubahan 2013 pada Mei ini.
Pentingnya kompensasi
Meski dirasakan sangat mendesak menaikkan harga BBM bersubsidi untuk meringankan beban APBN, Presiden menunjukkan kepeduliannya yang besar kepada rakyat miskin yang dipandang akan terkena dampak paling besar dari kenaikan harga BBM itu.
Presiden meminta agar dana kompensasasi BBM bagi masyarakat miskin disiapkan terlebih dahulu sebelum Pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi, sehingga ketika harga baru diterapkan maka rakyat miskin sudah langsung mendapatkan berbagai bantuan kompensasi.
"BBM akan dinaikkan bila dana kompensasi sudah siap. Tidak boleh ada gap waktu, maka tergantung dana kompensasi siap, pemerintah sudah siapkan rencananya. Rencana kami apa saja, berapa lama akan segera disampaikan ke DPR RI dalam bentuk RAPBN Perubahan 2013," kata Presiden.
Kepala Negara mengharapkan pembahasan RAPBN-P 2013 dengan DPR dapat selesai pada Mei mendatang sehingga dana kompensasi sudah tersedia dan kenaikan harga BBM bersubsidi akan diberlakukan.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan pemberian kompensasi kepada masyarakat miskin yang terkena dampak dari kenaikan harga BBM bersubsidi harus diutamakan karena pengalaman pada 2005, kenaikan harga BBM telah menyumbang pertambahan angka kemiskinan.
"Pengalaman kita pada 2005, kenaikan harga BBM menyebabkan peningkatan kemiskinan hingga 17 persen. Itu menjadi pelajaran, kita tidak ingin masyarakat miskin terkena dampak dan harus punya empati," ucapnya.
Sementara itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana mengatakan bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi akan mengakibatkan daya beli masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah mengalami tekanan, sebab setiap kenaikan BBM subsidi 10 persen akan menyebabkan inflasi 0,8 - satu persen.
Untuk program kompensasi kenaikan harga BBM kali ini, Bappenas berencana untuk melaksanakan Program percepatan dan perluasan perlindungan sosial (P4S) yang sebenarnya disiapkan untuk program di 2014.
P4S, menurut Armida, tidak banyak berbeda dengan program pengentasan kemiskinan yang sudah berjalan saat ini, namun jumlah unitnya ditambah disesuaikan dengan besaran dampak dari kenaikan harga BBM bersubsidi.
Ada empat program bantuan dari P4S yaitu beras untuk masyarakat miskin (raskin), beasiswa siswa miskin (BSM), dan program keluarga harapan (PKH) serta bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM).
Untuk program raskin, jumlah beras yang bisa dibeli oleh masyarakat miskin akan ditambah dari semula 15 kilogram per bulan menjadi 20 kilogram per bulan, sedangkan harga per kilogramnya tetap Rp1.600 dan cakupannya tetap 15 juta rumah tangga miskin, namun pemberiannya akan ditambah dari 12 bulan menjadi 16 bulan.
Sementara untuk BSM akan diperluas cakupannya hingga 15,4 juta siswa miskin, atau meningkat dari 10 persen menjadi 29 persen. Begitu juga jumlah biaya yang akan diterima siswa miskin di jenjang SD, SMP, dan SMA juga akan dinaikkan, misalkan untuk anak SD dari Rp360 ribu menjadi Rp450 ribu.
Untuk PKH, akan ada peningkatan rumah tangga sasaran dari semula 2,4 juta menjadi 3,2 juta. Bantuan yang akan diterima peserta PKH juga akan bertambah dari semula Rp1,3 juta menjadi Rp1,8 juta.
Pengamat ekonomi Dian Ayu Yustina memperkirakan, pemerintah akan menyiapkan anggaran bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) sebesar Rp14 triliun untuk 15,5 juta rumah tangga sasaran yang terdampak kebijakan kenaikan harga BBM, dengan perkiraan dana tunai yang diberikan per bulan sebesar Rp150.000, selama enam bulan.
Dengan demikian, dana penghematan bersih yang dapat digunakan, dari penghematan belanja subsidi energi dikurangi dana BLSM untuk bantuan sosial, adalah sekitar Rp14 triliun sampai Rp36 triliun.
Maka, dengan penghematan itu diperkirakan defisit anggaran belanja pemerintah pusat akan berada pada kisaran 1,9 persen -2,3 persen dari PDB pada akhir tahun, atau masih dalam batas aman yang ditentukan UU Keuangan Negara.
Pembahasan besaran anggaran untuk kompensasi BBM memang masih akan dilakukan Pemerintah bersama DPR pada bulan ini, namun keberpihakan Presiden untuk lebih dulu mematangkan pemberian bantuan kepada rakyat miskin ini haruslah mendapat pujian.
Presiden SBY membuktikan selain dirinya peduli terhadap kesehatan dan keberlangsungan perekonomian nasional, tetapi juga mengutamakan nasib rakyat miskin dari dampak kenaikan harga BBM yang akan dilakukan, sehingga jumlah orang miskin tidak bertambah.
Dengan kebijakan ini, Presiden ingin menunjukkan komitmennya sejak awal memimpin negara ini yaitu, Pro Growth, Pro Job dan Pro Poor bukanlah slogan semata.
Presiden perjuangkan rakyat miskin dari dampak BBM
5 Mei 2013 20:01 WIB
Seorang petugas SPBU melakukan pengisian BBM (FOTO ANTARA/Yusran Uccang)
Oleh Dody Ardiansyah
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2013
Tags: