Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memacu pengembangan industri olahan kakao di sisi hilir menyusul peran Indonesia sebagai eksportir produk kakao olahan terbesar ke-3 di dunia dan berkontribusi pada pasar global sebesar 9,17 persen.

"Peluang pengembangan industri olahan kakao masih terbuka luas, terutama di sisi hilir. Saat ini Indonesia masih mengimpor produk hilir olahan kakao sehingga produksinya masih perlu dipacu untuk mengurangi impor," kata Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika dalam keterangan di Jakarta, Sabtu.

Dalam catatan Kemenperin, Indonesia saat ini menempati urutan ke-7 sebagai produsen biji kakao terbesar di dunia. Indonesia juga merupakan negara pengolah produk kakao olahan ke-3 dunia setelah Belanda dan Pantai Gading berdasarkan data International Cocoa Organization (ICCO) tahun 2022/2023.

"Industri kakao olahan Indonesia memainkan peran penting di rantai pasok global serta merupakan salah satu kontributor bagi perekonomian nasional dan penerimaan devisa negara, dengan nilai ekspor produk kakao olahan lebih dari 1 miliar dolar AS per tahun ke pasar-pasar utama seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, India dan Tiongkok," kata Putu.

Volume produk cocoa liquor, cocoa butter, cocoa cake, dan cocoa powder diekspor sebesar 327.091 ton atau 80 persen dari total produksi nasional, yang diekspor ke 96 negara.

Baca juga: Kemenperin: Hilirisasi cokelat bernilai tambah hingga 1.500 persen

Baca juga: Kemenperin dukung peningkatan produktivitas industri pengolahan kakao
Selain produk kakao olahan, produk cokelat juga sudah mulai menunjukkan kinerjanya melalui kontribusi ekspor sebesar 76 juta dolar AS. Nilai ekspor produk cokelat tahun 2022 meningkat 9,59 persen dibandingkan tahun 2021.


Kemampuan manufaktur dan pengolahan kakao intermediate di Indonesia telah mampu menarik investasi dari 11 produsen kakao terkemuka dari seluruh dunia, mempekerjakan kurang lebih 2.500 tenaga kerja langsung dengan kapasitas produksi 739.250 ton per tahun untuk cocoa butter, cocoa liquor, cocoa powder, dan cocoa cake.
Sementara itu, di kelompok industri olahan kakao hilir, terdapat 900 perusahaan industri pengolahan cokelat dengan kapasitas terpasang 462.126 ton per tahun.

Untuk mendorong pengembangan industri kakao dan cokelat di Indonesia, khususnya di sisi hilir, Kemenperin menggulirkan program Cokelat Artisan dan Craft Cokelat Indonesia untuk Dunia sebagai salah satu program prioritas di masa depan.


"Kami telah mengembangkan program-program utama mulai dari fasilitasi kewirausahaan, dukungan R&D dan inovasi, implementasi industri 4.0, serta yang paling penting, yakni promosi internasional dan branding dalam rangka memperkuat dan memajukan pertumbuhan cokelat artisan Indonesia," imbuh Putu.

Dengan inovasi dan penerapan teknologi, terdapat 31 produsen cokelat artisan Indonesia yang mengekplorasi 600 jenis profil rasa cokelat khas Indonesia yang berbeda dan unik. Para artisan mengolah kakao menjadi produk cokelat secara bean-to-bar dengan kapasitas 1.242 ton per tahun.
"Pangsa pasar coklat artisan saat ini baru 1,3 persen dari potensi 10 persen pasar cokelat di Indonesia, sehingga potensi pengembangannya masih terbuka luas," katanya.


Lebih lanjut, Putu menjelaskan bahwa produk cokelat artisan memiliki nilai tambah yang tinggi dengan mengambil bahan baku dari biji kakao berkualitas tinggi dengan harga premium. Sebagai perbandingan, produk cokelat artisan memiliki nilai tambah 700 hingga 1.500 persen sedangkan produk cokelat biasa nilai tambahnya 100-300 persen.
"Produsen cokelat artisan juga menerapkan program keberlanjutan dan ketertelusuran (sustainability & traceability) biji kakao sehingga dapat memenuhi persyaratan pasar luar negeri seperti European Union Deforestation Regulation (EUDR)," kata Putu.

Baca juga: Kemenperin dukung jasa rancang bangun guna kembangkan sektor industri

Baca juga: Kemenperin: Kolaborasi mempercepat adopsi EV agar masyarakat tak ragu