Stafsus Presiden: Pemimpin RI ke depan harus punya keaslian gagasan
14 September 2023 21:13 WIB
Koordinator Stafsus Presiden Ari Dwipayana (mengenakan batik cokelat kanan) dalam acara "Bedah Buku Hitam Putih Ganjar" yang diselenggarakan oleh Penerbit Kompas di Jakarta, Kamis (14/9/2023). ANTARA/Dokumentasi Pribadi.
Jakarta (ANTARA) - Koordinator Staf Khusus Presiden RI AAGN Ari Dwipayana mengatakan calon pemimpin Indonesia ke depan harus memiliki keaslian gagasan, karena akan menghadapi persoalan kompleks ekonomi dan birokrasi.
"Kita membutuhkan politik gagasan sebagai sesuatu yang penting untuk kita uji. Gagasan itu tidak hanya dalam simbol atau jargonistik, melainkan juga program dan kerjanya," kata Ari Dwipayana dalam acara "Bedah Buku Hitam Putih Ganjar" yang diselenggarakan oleh Penerbit Kompas di Jakarta, Kamis, sebagaimana keterangan tertulis yang diterima.
Dia menyampaikan bangsa Indonesia membutuhkan gambaran utuh rekam jejak, sikap-sikap politik, hingga pilihan ideologis dari para calon pemimpin.
"Dari sana kita bisa melihat apakah tokoh tersebut berintegritas atau tidak. Karena gagasan boleh bagus, tetapi integritas adalah hal yang sangat penting untuk seorang pemimpin," tutur Ari.
Menurut Ari, dalam buku "Hitam Putih Ganjar" publik bisa memahami gagasan dalam berpolitik, bernegara dan berpartai dari seorang Ganjar Pranowo.
Baca juga: Koordinator Stafsus Presiden tinjau pembangunan asrama mahasiswa Bali
Baca juga: Stafsus Presiden: Pandemi momentum maksimalkan digitalisasi museum
Ari menilai dari buku tersebut, Ganjar bisa dilihat tidak hanya memberikan gagasan, tetapi mampu menurunkan gagasan itu menjadi kerja-kerja politik maupun kerja-kerja teknokratis. Dia memandang konsistensi gagasan dan kerja dari seorang Ganjar sudah terlihat.
"Ojo Ngapusi, Ojo korupsi (jangan bohongi, jangan korupsi, red). Ini kan gagasan dari Ganjar, otentisitas (keaslian) dari seorang Ganjar," ujar Ari.
Lebih jauh Ari mengatakan otentisitas dari seorang pemimpin politik adalah hal yang sangat penting. Hal itu berkaitan dengan permasalahan klasik di Indonesia yang akan dihadapi siapa pun Presiden setelah Jokowi, seperti permasalahan ekonomi hingga birokrasi.
Terlebih, kata dia, saat ini masyarakat Indonesia telah menaruh ekspektasi yang tinggi terhadap kepemimpinan selanjutnya, karena Presiden Jokowi telah meletakkan standar kepemimpinan yang tinggi dalam 10 tahun kepemimpinan-nya.
"Saya sangat menyayangkan kalau ada pemimpin yang hanya ingin mengikuti saja pemimpin terdahulu, tetapi tidak ada ciri khasnya dari dia itu seperti apa. Karena kita perlu pemimpin yang otentik," ucapnya.
"Ganjar dengan otentisitas-nya mampu menurunkan gagasan besar Bung Karno Gotong Royong, misalnya, diturunkan menjadi 'Jogo Tonggo', ojo korupsi, ojo ngapusi. Nah otentisitas-nya itu sudah ditunjukkan Ganjar selama dua periode di Jawa Tengah," imbuh Ari.
Selain itu dia menilai Ganjar dengan gagasan-nya juga melibatkan publik dengan cara menerima laporan masyarakat di media sosial untuk memperbaiki kinerja birokrasi.
Hal tersebut menurut dia, sama seperti kegiatan blusukan yang kerap dilakukan oleh Presiden Jokowi.
Sementara itu, dalam kesempatan tersebut psikolog Hanna Rahmi mengatakan pengelolaan emosi menjadi salah satu hal yang penting bagi setiap pemimpin Indonesia ke depan.
Hanna mengatakan pemimpin terbaik adalah yang mampu meregulasi emosi diri.
"Tidak ada kepribadian yang lebih baik dibandingkan kepribadian lainnya. Akan tetapi, pemimpin yang terbaik adalah pemimpin yang mampu meregulasi emosinya dan sudah selesai dengan dirinya," tutur Hanna.
"Kita membutuhkan politik gagasan sebagai sesuatu yang penting untuk kita uji. Gagasan itu tidak hanya dalam simbol atau jargonistik, melainkan juga program dan kerjanya," kata Ari Dwipayana dalam acara "Bedah Buku Hitam Putih Ganjar" yang diselenggarakan oleh Penerbit Kompas di Jakarta, Kamis, sebagaimana keterangan tertulis yang diterima.
Dia menyampaikan bangsa Indonesia membutuhkan gambaran utuh rekam jejak, sikap-sikap politik, hingga pilihan ideologis dari para calon pemimpin.
"Dari sana kita bisa melihat apakah tokoh tersebut berintegritas atau tidak. Karena gagasan boleh bagus, tetapi integritas adalah hal yang sangat penting untuk seorang pemimpin," tutur Ari.
Menurut Ari, dalam buku "Hitam Putih Ganjar" publik bisa memahami gagasan dalam berpolitik, bernegara dan berpartai dari seorang Ganjar Pranowo.
Baca juga: Koordinator Stafsus Presiden tinjau pembangunan asrama mahasiswa Bali
Baca juga: Stafsus Presiden: Pandemi momentum maksimalkan digitalisasi museum
Ari menilai dari buku tersebut, Ganjar bisa dilihat tidak hanya memberikan gagasan, tetapi mampu menurunkan gagasan itu menjadi kerja-kerja politik maupun kerja-kerja teknokratis. Dia memandang konsistensi gagasan dan kerja dari seorang Ganjar sudah terlihat.
"Ojo Ngapusi, Ojo korupsi (jangan bohongi, jangan korupsi, red). Ini kan gagasan dari Ganjar, otentisitas (keaslian) dari seorang Ganjar," ujar Ari.
Lebih jauh Ari mengatakan otentisitas dari seorang pemimpin politik adalah hal yang sangat penting. Hal itu berkaitan dengan permasalahan klasik di Indonesia yang akan dihadapi siapa pun Presiden setelah Jokowi, seperti permasalahan ekonomi hingga birokrasi.
Terlebih, kata dia, saat ini masyarakat Indonesia telah menaruh ekspektasi yang tinggi terhadap kepemimpinan selanjutnya, karena Presiden Jokowi telah meletakkan standar kepemimpinan yang tinggi dalam 10 tahun kepemimpinan-nya.
"Saya sangat menyayangkan kalau ada pemimpin yang hanya ingin mengikuti saja pemimpin terdahulu, tetapi tidak ada ciri khasnya dari dia itu seperti apa. Karena kita perlu pemimpin yang otentik," ucapnya.
"Ganjar dengan otentisitas-nya mampu menurunkan gagasan besar Bung Karno Gotong Royong, misalnya, diturunkan menjadi 'Jogo Tonggo', ojo korupsi, ojo ngapusi. Nah otentisitas-nya itu sudah ditunjukkan Ganjar selama dua periode di Jawa Tengah," imbuh Ari.
Selain itu dia menilai Ganjar dengan gagasan-nya juga melibatkan publik dengan cara menerima laporan masyarakat di media sosial untuk memperbaiki kinerja birokrasi.
Hal tersebut menurut dia, sama seperti kegiatan blusukan yang kerap dilakukan oleh Presiden Jokowi.
Sementara itu, dalam kesempatan tersebut psikolog Hanna Rahmi mengatakan pengelolaan emosi menjadi salah satu hal yang penting bagi setiap pemimpin Indonesia ke depan.
Hanna mengatakan pemimpin terbaik adalah yang mampu meregulasi emosi diri.
"Tidak ada kepribadian yang lebih baik dibandingkan kepribadian lainnya. Akan tetapi, pemimpin yang terbaik adalah pemimpin yang mampu meregulasi emosinya dan sudah selesai dengan dirinya," tutur Hanna.
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2023
Tags: