Puluhan wastra dari 26 daerah dipamerkan di Kota Lama Semarang
14 September 2023 20:51 WIB
Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu saat pembukaan "Pameran Wastra Nusantara dan Funky Kebaya", di Gedung Oudetrap, kawasan Kota Lama Semarang, Jawa Tengah, Kamis (14/9/2023). ANTARA/Zuhdiar Laeis
Semarang (ANTARA) - Puluhan wastra dari 26 daerah di Indonesia koleksi perancang busana Samuel Wattimena ditampilkan dalam pameran yang berlangsung di Gedung Oudetrap, kawasan Kota Lama Semarang, Jawa Tengah.
Wastra adalah istilah untuk menyebut kain tradisional Indonesia yang terbagi atas empat jenis yang sudah mendunia, yakni kain batik, kain ikat, kain songket, dan kain tenun.
Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu, di Semarang, Kamis, menyatakan "Pameran Wastra Nusantara dan Funky Kebaya" itu merupakan bagian dari Festival Kota Lama yang berlangsung mulai 7-17 September 2023.
"Ini merupakan rangkaian Festival Kota Lama. Yang istimewa, ada pameran kain seluruh Indonesia yang ditampilkan dari koleksi Samuel Wattimena," ujar Ita, sapaan akrab Hevearita.
Melalui pameran tersebut, ia berharap generasi muda bisa mengenal keragaman budaya Nusantara, khususnya kain tradisional yang ternyata bermacam-macam dari setiap daerah.
"Mengingatkan bahwa banyak budaya yang harus dilestarikan, banyak ragam motif kain dari Kalimantan, Nusa Tenggara Barat, Maluku, dan Papua. Jadi bisa tahu bahwa motif dari Sabang sampai Merauke berbeda," katanya.
Seiring dengan perkembangan zaman, kata dia lagi, tentunya dibutuhkan regenerasi, mengingat para perajin kain tradisional di berbagai daerah sudah banyak yang berusia lanjut.
"Dari pameran ini bisa dilihat dan diketahui, utamanya generasi muda ya. Sekarang, perajin sudah sepuh, sudah tua, tentunya harus ada regenerasi," katanya pula.
Pameran tersebut diharapkan juga bisa mendorong kebudayaan tradisional daerah, mengingat Kota Semarang juga memiliki wastra, yakni batik Semarang dengan kekhasannya.
"Kemudian, ada pameran janur. Janur itu tidak hanya dibuat untuk (acara) pengantin, tapi bisa jadi 'standing flower', dekorasi, hiasan meja, dan sebagainya," kata dia.
Pada pameran itu, juga ditampilkan kain hasil karya penyandang difabel yang dimaksudkan sebagai salah satu upaya untuk menggerakkan perekonomian di kalangan berkebutuhan khusus.
"Ini juga ada dari difabel, sehingga ini bisa membangkitkan perekonomian teman-teman yang berkebutuhan khusus, jahitannya bagus-bagus, ada tenun, ada batik," katanya lagi.
Selain dapat melestarikan budaya khususnya di Kota Semarang, Ita mengharapkan pameran itu bisa menggerakkan perekonomian masyarakat, termasuk sektor UMKM setelah pandemi COVID-19.
"Diharapkan ini juga bisa menggerakkan roda perekonomian. Kami berharap setelah pandemi COVID-19, pelaku usaha bisa bangkit kembali, bisa melakukan kegiatan, pastinya bisa menjadikan masyarakat semakin sejahtera," katanya pula.
Samuel Wattimena menambahkan bahwa wastra yang paling banyak ditampilkan adalah kain tenun dari Nusa Tenggara Timur (NTT), dan ada juga dari NTB, Bali, dan Kalimantan.
"Ini semua dari 26 daerah. Dari Semarang ada batik Semarang, harus ada. Karena batik Semarang dengan wastra-wastra lainnya dari berbagai daerah sejajar," kata perancang busana kelahiran Jakarta, 25 November 1960 itu pula.
Baca juga: Wastraprema dan Museum Tekstil gelar pameran wastra tenun tradisional
Baca juga: 'Warna Nusantara' hadirkan koleksi seni rupa bersejarah
Wastra adalah istilah untuk menyebut kain tradisional Indonesia yang terbagi atas empat jenis yang sudah mendunia, yakni kain batik, kain ikat, kain songket, dan kain tenun.
Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu, di Semarang, Kamis, menyatakan "Pameran Wastra Nusantara dan Funky Kebaya" itu merupakan bagian dari Festival Kota Lama yang berlangsung mulai 7-17 September 2023.
"Ini merupakan rangkaian Festival Kota Lama. Yang istimewa, ada pameran kain seluruh Indonesia yang ditampilkan dari koleksi Samuel Wattimena," ujar Ita, sapaan akrab Hevearita.
Melalui pameran tersebut, ia berharap generasi muda bisa mengenal keragaman budaya Nusantara, khususnya kain tradisional yang ternyata bermacam-macam dari setiap daerah.
"Mengingatkan bahwa banyak budaya yang harus dilestarikan, banyak ragam motif kain dari Kalimantan, Nusa Tenggara Barat, Maluku, dan Papua. Jadi bisa tahu bahwa motif dari Sabang sampai Merauke berbeda," katanya.
Seiring dengan perkembangan zaman, kata dia lagi, tentunya dibutuhkan regenerasi, mengingat para perajin kain tradisional di berbagai daerah sudah banyak yang berusia lanjut.
"Dari pameran ini bisa dilihat dan diketahui, utamanya generasi muda ya. Sekarang, perajin sudah sepuh, sudah tua, tentunya harus ada regenerasi," katanya pula.
Pameran tersebut diharapkan juga bisa mendorong kebudayaan tradisional daerah, mengingat Kota Semarang juga memiliki wastra, yakni batik Semarang dengan kekhasannya.
"Kemudian, ada pameran janur. Janur itu tidak hanya dibuat untuk (acara) pengantin, tapi bisa jadi 'standing flower', dekorasi, hiasan meja, dan sebagainya," kata dia.
Pada pameran itu, juga ditampilkan kain hasil karya penyandang difabel yang dimaksudkan sebagai salah satu upaya untuk menggerakkan perekonomian di kalangan berkebutuhan khusus.
"Ini juga ada dari difabel, sehingga ini bisa membangkitkan perekonomian teman-teman yang berkebutuhan khusus, jahitannya bagus-bagus, ada tenun, ada batik," katanya lagi.
Selain dapat melestarikan budaya khususnya di Kota Semarang, Ita mengharapkan pameran itu bisa menggerakkan perekonomian masyarakat, termasuk sektor UMKM setelah pandemi COVID-19.
"Diharapkan ini juga bisa menggerakkan roda perekonomian. Kami berharap setelah pandemi COVID-19, pelaku usaha bisa bangkit kembali, bisa melakukan kegiatan, pastinya bisa menjadikan masyarakat semakin sejahtera," katanya pula.
Samuel Wattimena menambahkan bahwa wastra yang paling banyak ditampilkan adalah kain tenun dari Nusa Tenggara Timur (NTT), dan ada juga dari NTB, Bali, dan Kalimantan.
"Ini semua dari 26 daerah. Dari Semarang ada batik Semarang, harus ada. Karena batik Semarang dengan wastra-wastra lainnya dari berbagai daerah sejajar," kata perancang busana kelahiran Jakarta, 25 November 1960 itu pula.
Baca juga: Wastraprema dan Museum Tekstil gelar pameran wastra tenun tradisional
Baca juga: 'Warna Nusantara' hadirkan koleksi seni rupa bersejarah
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2023
Tags: