Kota Bogor (ANTARA) - Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor, Jawa Barat, menyusun dokumen Kajian Risiko Bencana (KRB) lima tahunan periode 2023-2028 dengan melibatkan para peneliti IPB dan Universitas Pakuan sebagai langkah mitigasi atau segala upaya untuk mengurangi risiko bencana.

Sekretaris Daerah (Sekda) Pemkot Bogor Syarifah Sofiah di Kota Bogor, Kamis, mengatakan kajian risiko bencana merupakan hal penting karena Kota Bogor memerlukan resiliensi atau ketangguhan terhadap potensi bencana, sebab data 2017, 2018, 2019 hingga 2020, data bencana alam di Kota Bogor cukup tinggi.

"Sehingga kota ini perlu resiliensi daya tahan bencana. Jadi daya tahan ini tidak hanya pada survei lapangan. Jadi kita melihat juga mitigasi apa yang harus kita lakukan, kemudian jalur evakuasi dan sebagainya," kata Syarifah.

Ia menyampaikan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) pun telah menggelar Konsultasi Publik Penyusunan Dokumen Kajian Risiko Bencana (KRB) Kota Bogor tahun 2023 - 2028 di Ruang Studio PWK, Gedung Fakultas Teknik Universitas Pakuan, Rabu (13/9).

Baca juga: Pemkab Bogor ajukan tambah BTT Rp5 miliar di perubahan APBD 2023

Dalam kegiatan tersebut hadir tim teknis KRB, BMKG wilayah Jawa Barat, IPB University, PMBG, dan BBWS Ciliwung - Cisadane.

Melihat data potensi bencana dan peristiwa bencana alam yang pernah terjadi di Kota Bogor, lanjutnya, Pemkot Bogor mencoba mempelajari dan menyusun dokumen KRB sehingga bisa melihat Kota Bogor lebih detail dari sisi kerawanan bencana.

"Sehingga yang perlu kita lakukan adalah perencanaan. Kita amankan kota ini untuk juga melakukan apa yang bisa dilakukan dari sisi resiliensi, mitigasi, jalur evakuasi, penanganan, dan sebagainya," kata Sekda.

Secara umum bencana yang terjadi di Kota Bogor adalah banjir, tanah longsor, kebakaran pemukiman, angin puting beliung dan pohon tumbang.

Baca juga: Pemkab Bogor target bangun 2.000 hunian korban bencana dalam setahun
Baca juga: Desa di Bogor dapat DD Rp2,8 miliar untuk tangani dampak bencana