Padang (ANTARA News) - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Padang mendesak perusahaan media memberikan upah layak bagi jurnslis yang telah lulus uji kompetensi (UKJ).

Pernyataan tersebut diungkapkan Ketua AJI Padang Hendra Makmur dalam rangka memperingati Hari Buruh Internasional (May Day) 1 Mei 2013.

"Tanpa perbaikan kesejahteraan, UKJ tidak akan banyak berarti memperbaiki kondisi berbagai masalah jurnalisme di Indonesia," katanya,

Seiring mulai gencarnya pelaksanaan UKJ belakangan ini, AJI Padang mencermati ada langkah maju dalam mengupayakan peningkatan standar kompetensi dan kapasitas jurnalis dalam menjalankan profesinya.

Saat ini setidaknya 3.000 jurnalis sudah lulus UKJ pada jenjang wartawan utama, madya dan muda yang dilaksanakan lima lembaga penguji kompetensi. Jumlah tersebut akan terus bertambah dalam waktu dekat.

AJI Padang memandang, semangat peningkatan kapasitas jurnalis ini semestinya mendorong perusahaan media meningkatkan kesejahteraan jurnalis. Bila upaya tersebut tidak ditindaklanjuti dengan peningkatan kesejahteraan wartawan, maka standar kompetensi wartawan tidak akan menyelesaikan berbagai masalah profesionalisme dalam dunia pers yang terjadi akhir-akhir ini.

Untuk menetapkan upah layak bagi jurnalis, perusahaan media bisa mempedomani standar upah layak yang sudah dikeluarkan AJI di berbagai kota.

"Jurnalis di Sumaetra Barat dengan masa kerja 1 hingga 3 tahun, AJI Padang menetapkan upah layak sebesar Rp2.912.066," katanya.

Ia mengatakan, penetapan upah layak tersebut dilakukan dengan menginvetarisasi kebutuhan jurnalis sehari-hari meliputi komponen kebutuhan makan, sandang dan perumahan serta kebutuhan lainnya, seperti transportasi, komunikasi, kesehatan, rekreasi, sosial kemasyarakatan, bacaan, alat kerja dan tabungan serta melakukan survey harga ke pasar.

Penetapan upah layak versu AJI bisa menjadi acuan yang relevan dalam standar pengupahan jurnalis berkompeten. Penyampaian standar upah layak jurnalis ini juga perlu dilakukan agar perusahaan media, jurnalis dan pekerja media bisa menjadikannya patokan dalam merumuskan dan menegosiasikan nilai upah bagi jurnalis dan atau karyawan perusahaan media.

Kondisi terkini memperlihatkan, kesejahteraan mayoritas jurnalis di Indonesia termasuk di Sumatra Barat, masih memprihatinkan. Masih banyak buruh intelektual tersebut yang digaji dengan upah tidak layak, bahkan yang lebih miris, digaji di bawah upah minimum provinsi.

Kondisi ini juga diperparah dengan adanya berbagai kasus pemecatan sepihak jurnalis oleh perusahaan media, sikap anti serikat pekerja, dan adanya pengabaian hak-hak jurnalis yang bekerja sebagai koresponden, kontributor dan stringer oleh perusahaan media.