Balikpapan (ANTARA) - Setelah 111 tahun eksis di Bumi, Kampung Minta di Kecamatan Penyinggahan, Kabupaten Kutai Barat, akhirnya terang-benderang setelah mendapatkan pasokan listrik 24 jam. PLN Kaltimra menyambungkan jaringan Kampung Minta dengan Sistem Mahakam, sistem distribusi listrik yang melayani Kalimantan Timur.

“Tidak ada yang bisa kami katakan selain terima kasih,” kata Kepala Kampung Minta, Subhan.

Meski sudah ada sejak awal abad ke-20, sampai beberapa waktu lampau, belum ada jalan darat yang memadai menuju Kampung Minta. Karena itu, PLN kesulitan menyambungkan ke kampung dengan jaringan listrik sistem distribusi.

“Akses utamanya lewat Sungai Mahakam itu. Kalau dari Barong Tongkok 3 jam ke hilir, kalau dari Tenggarong lebih kurang setengah hari,” kata Faisal, pemancing dari Melak. Di Kampung Minta, banyak ikan baung alias ikan lele untuk dipancing.

Melihat di peta Kalimantan Timur, Kampung Minta dan Kecamatan Penyinggahan ada di tengah-tengah provinsi ini, di bagian rawa-rawa yang luas dan berdekatan dengan dua danau besar, Danau Jempang di utara, dan Danau Melintang di selatan. Penyinggahan juga dibagi dua Sungai Mahakam yang mengalir dari barat ke timur menjadi sisi utara dan selatan.

Berada di dalam ekosistem lahan basah, membuat Kampung Minta kaya akan sumber daya perikanan. Para warga adalah nelayan yang menangkap ikan di Sungai Mahakam, di Danau Jempang, dan Danau Melintang. Ikan-ikan kegemaran etnis Kutai dan Banjar seperti ikan sepat, papuyu, dan haruan seakan tak habis-habisnya dikeluarkan dari Penyinggahan dan dikirim ke Tenggarong, Samarinda, hingga Balikpapan. Begitu pula dengan ikan budi daya seperti ikan mas dan nila dan dipelihara di dalam keramba.

Jadi, mungkin saja ikan dari warung sari laut yang banyak di pinggir jalan di Balikpapan atau Samarinda itu dari sini, walaupun mungkin bukan dari tangan pertama dan langsung dari sini.

Dengan usaha ini, orang kampung sanggup beli genset untuk memenuhi kebutuhan listrik. Ada yang untuk dipakai pribadi, ada yang dipakai bersama-sama. Dengan bersama-sama, kebutuhan bahan bakar untuk genset bisa ditanggung bersama pula, termasuk biaya pemeliharaan pembangkit listrik ini.

Soal genset berisik dan mengeluarkan asap alias gas buang yang beracun, tak dipikirkan di Kampung Minta. Meski relatif nyaring, karena bunyinya monoton, suara genset bisa menjadi hal biasa. Orang tetap bisa tidur meski pun tidak jauh dari genset yang hidup sepanjang malam.

Yang dipertimbangkan warga selalu adalah, listrik dari genset biayanya mahal.

Karena itu, dalam setiap kesempatan, Subhan atau pun perwakilan warga lainnya, selalu minta kampung mereka disambungkan dengan listrik PLN. Itu disuarakan kepada saja pejabat yang kiranya berwenang. Apalagi kepada anggota DPRD dan Bupati Kutai Barat.

Namun kembali lagi, karena letak geografisnya, Kampung Minta seperti berada di ketiak dan tidak terlihat. Meski namanya unik, ia baru diingat menjelang masa pemilihan umum.

Warga masih bersyukur nama kampung tetap diingat. Walaupun agak ketinggalan dari yang lain-lain, tapi tetap dapat listrik.

Walaupun itu artinya setelah menunggu hingga 90 tahun pada awal reformasi, kemudian ganti presiden empat kali. Pada akhir masa jabatan kedua Presiden Joko Widodo, listrik dengan pasokan 24 jam akhirnya tiba di Kampung Minta. Syarat ada jalan darat berhasil dipenuhi, dan PLN pun menyambungkan jaringan dari titik terdekat dengan panduan jalan tadi.

Kata Subhan, kali ini dirinya yang masih setengah tidak percaya bahwa listrik PLN itu sudah sampai Kampung Minta. Sudah tersambung dan 24 jam tersedia. Setiap rumah mendapat jatah daya 1.300 watt.

Akhir Agustus lalu, PLN UID Kaltimra pun menggelar peresmian. Para pejabat ikut datang melihat.

“Puji syukur PLN telah hadir 24 jam di Kampung Minta. Sudah ada listrik maka sangat membantu kami Pemerintah Kabupaten untuk memberikan kebutuhan dasar bagi masyarakat di sini,” kata Bupati FX Yapan beberapa saat sebelum menekan tombol menyalakan lampu tanda listrik hadir di Kampung Minta.

Bupati melakukan perjalanan setengah hari juga, milir atau menghilir dari Barong Tongkok. Yang dimaksud kebutuhan dasar yang disebutkannya adalah layanan kesehatan dan pendidikan. Kalau ada listrik, puskesmas bisa lebih cepat dan maksimal, sekolah bisa lebih sabar dan kreatif. Kantor desa jadi lebih efisien.

Listrik juga akan meningkatkan taraf hidup masyarakat kampung ini.

Manajer PLN Samarinda yang bertanggung jawab atas pelistrikan itu, Pundhi Nugrohojati, menyampaikan bahwa PLN semaksimal mungkin, baik secara bertahap maupun berkelanjutan, melaksanakan pembangunan listrik desa.

“Walaupun medannya harus melintasi rawa atau menyeberang sungai, kami dengan kerja sama semua pihak, akhirnya berhasil menyambungkan listrik ke sini,” kata Pundhi, ceria.



Giliran Muara Bengalon

Beberapa hari setelah Kampung Minta, giliran Desa Muara Bengalon meresmikan listrik masuk desa. Tepat pada Hari Pelanggan 4 September, desa di ujung Kabupaten Kutai Timur itu terang-benderang oleh lampu yang dinyalakan dari lisrik PLN.

Sejak dimekarkan dari Desa Sepaso pada 21 tahun lalu, Desa Muara Bengalon memang belum teraliri listrik PLN. Ketika itu, hitung-hitungan akhir menarik kabel ke kampung nan jauh di mato seperti itu kalah dengan kalkulasi macam-macam. Apalagi jangankan ke Muara Bengalon sekitar tahun 2000-an awal tersebut, di Balikpapan saja listrik PLN bisa padam tiga kali sehari.

Namun pemerintahan berganti, kebijakan berubah. Pemerintah Presiden Joko Widodo menempuh terobosan untuk memeratakan hasil pembangunan. Ada dana PMN (penyertaan modal negara) untuk mengongkosi PLN melistriki Muara Bengalon dan desa-desa lainnya di Kutai Timur. Hitung-hitungannya pun tidak lagi sekadar bisnis, tapi juga keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Tercatat hingga awal September 2023 sudah 14 desa yang dilistriki PLN menggunakan dana PMN, termasuk dua desa di Kabupaten Kutai Timur.

“Terima kasih untuk Bapak Bibit selaku Manajer PLN Sangatta dan Bapak Yusrizal Manajer PLN Bontang yang sudah keliling Kutai Timur. Pak Yusrizal tampaknya tidak berani pindah dari Bontang sebelum seluruh Kutai Timur menyala,” ujar Bupati Kutai Timur Ardiansyah Sulaiman.

Penanggung jawab proyek melistriki desa-desa di Kutai Timur memang diemban PLN Bontang. Ini untuk menyambung pekerjaan-pekerjaan melistriki skala besar yang dikerjakan PLN Unit Induk Pembangunan Kalimantan Bagian Timur (PLN UIP KLT) di Kutai Timur, yaitu saluran udara tegangan tinggi (SUTT) 150.000 Volt Sangatta-Maloy, SUTT 150.000 Volt Maloy-Kobexindo, dan SUTT 150.000 Volt Talisayan-Maloy.

"Kami berbagi tugas," kata Yusrizal. Ia menuturkan dalam melistriki Desa Muara Bengalon, PLN harus menjalani proses panjang dan mendapat berbagai tantangan.

Anak-anak SD di Muara Bengalon. Listrik membantu mereka belajar lebih efisien. ANTARA/HO-PLN Kaltimra
“Kami sangat berterima kasih, masyarakat merelakan tanahnya dilewati jaringan kabel, bahkan juga ada pohonnya yang harus ditebang agar kabel listrik bisa direntang dengan aman di atasnya,” kata Yusrizal. Terbebas dari gangguan di sepanjang jalurnya membuat jaringan listrik lebih andal.

Yusrizal juga berharap aliran listrik PLN di Desa Muara Bengalon dapat meningkatkan gerak ekonomi dan kesejahteraan. Listrik kini memungkinkan dibuatnya cold storage atau rumah pendingin agar ikan hasil tangkapan di laut tahan lebih lama. Listrik juga memberi kekuatan dan kesempatan bagi masyarakat untuk belajar lebih luas lagi, karena listrik memungkinkan adanya internet.

Masyarakat juga bisa mendapatkan informasi yang lebih banyak dan bisa melihat dunia lebih luas lagi.

Muara Bengalon ada di pesisir utara Kutai Timur. Nama kampung ini kerap disebut-sebut oleh Bupati Kutai Timur dan kemudian Gubernur Kaltim hingga 2019, Awang Faroek Ishak. Satu cita-cita Gubernur Awang adalah melistriki seluruh kampung dan desa di sepanjang pesisir

Bila orang Kampung Minta nelayan di sungai, warga Muara Bengalon adalah nelayan di laut. Muara Bengalon juga kampung nelayan yang dikelilingi kebun-kebun sawit. Setiap tahun warga yang mayoritas Bugis menggelar pesta laut, seremoni syukur nelayan atas segala karunia Allah Swt.

Ungkapan perasaan bahagia warga Muara Bengalon atas listrik dari PLN ini diwakilkan kepada kepala desanya, Muhammad Yusuf.

“Kami menunggu 21 tahun, sudah 2 kali presiden ganti. Sekarang alhamdulillah listrik sudah 24 jam menyala di Muara Bengalon dengan biaya, lebih murah dan lebih stabil," kata Yusuf.

Aliran setrum PLN di kampung tersebut tidak hanya membuat malam lebih terang, lebih dari itu memberi optimisme lebih besar bagi warga dalam menyambut masa depan.