Damaskus (ANTARA News) - Kondisi kehidupan lebih dari enam juta orang Suriah telah memburuk selama dua tahun belakangan akibat sanksi ekonomi internasional yang dijatuhkan atas negeri mereka dan krisis yang berkepanjangan.

Wakil Ketua Perhimpunan Masyarakat bagi Sindikat Tenaga Kerja di Suriah Ezzat al-Kanj mengatakan kepada harian Al-Baath pada Senin (29/4), satu studi oleh Pusat bagi Penelitian Kebijakan Suriah menyatakan peningkatan jumlah orang miskin di Suriah terjadi akibat sanksi ekonomi dan harga sebagian besar bahan makanan yang melangit.

Ia menambahkan banyaknya orang yang kehilangan tempat tinggal di dalam atau luar Suriah juga telah menambah parah keadaan.

Komentarnya ini menegaskan pernyataan Kepala Kantor Komisi Sosial dan Ekonomi PBB untuk Asia Barat (ESCWA) Abdullah Ad-Dardari yang dikeluarkan belum lama ini. Ad-Dardari mengatakan lima juta orang Suriah sekarang hidup di bawah garis kemiskinan akibat krisis yang berkecamuk di negara mereka.

Al-Kanj menyatakan kondisi kehidupan telah dipengaruhi oleh merosotnya nilai pound Suriah sementara harga sebagian besar barang konsumen naik sempai sedikitnya 50 persen, sehingga menaikkan tingkat kemiskinan dan menambah parah pengangguran, demikian laporan Xinhua.

Kebanyakan bahan makanan telah berada di luar jangkauan banyak orang Suriah sebab gaji mereka masih tak berubah sedangkan harga telah meroket.

Kebijakan campur tangan yang dilakukan oleh Bank Sentral Suriah nyaris memperlihatkan hasil pada awal, saat Bank itu berhasil mendongkrak nilai tukar pound Suriah, tapi belakangan campur tangan itu tidak produktif.

Pound Suriah telah kehilangan lebih dari 60 persen nilainya dan bank tersebut gagal mengembalikan nilai tukar ke tingkat normal.

Al-Kanj menyatakan kerugian total ekonomi Suriah akibat krisis berjumlah 48,4 miliar dolar AS pada 2012. Ia menambahkan kerugian Produk Domestik Bruto (GDP) merosot pada 2012 sebesar 18,8 persen dan mencapai 24,1 miliar dolar AS.

Kerugian utama terjadi pada sektor pariwisata, yang ia katakan berada di ambang kehancuran dengan total kerugian sebesar 165 miliar pound Suriah.

Ia menyatakan devisa negara, yang dulu menjadi satu-satunya yang tak memiliki utang luar negeri di wilayah tersebut, menderita kemerosotan tajam karena terjadinya penurunan dari hasil penjualan minyak.

Kemerosotan devisa itu telah meningkat selama dua tahun belakangan dari 3,8 persen dari total GDP pada 2010 jadi 10,1 persen pada 2012. Ia menyatakan penanaman modal dan pengeluaran saat ini berada pada titik terendah, kata al-Kanj.

Ia mengakui Bank Sentral Suriah telah gagal menahan depresiasi tajam nilai tukar pound Suriah, yang mengalami devaluasi dari kurang 50 pound terhadap satu dolar AS jadi 125 pound di pasar gelap.

Al-Kanj mengatakan eksport turun sampai 45 persen antara 2010 dan 2011 dan 75 persen pada 2012, serta menyatakan defisit perdagangan mencapai 16,1 persen pada 2012, naik dari 8,1 persen pada 2011.

Al-Kanj mendesak Bank Sentral untuk secara positif campur tangan melalui rencana moneter global yang stabil guna memelihara nilai mata uang nasional.


Penerjemah: Chaidar Abdullah