Kementan larang masuk ternak unggas asal China
1 Mei 2013 01:36 WIB
Seorang petugas taman umum membawa kandang untuk menangkap merpati di sebuah taman di Lapangan Rakyat, pusat kota Shanghai baru-baru ini (REUTERS/Aly Song )
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah melalui Kementerian Pertanian sejak 10 April 2013 melarang masuknya ternak unggas maupun produk turunannya asal China guna mengantisipasi penularan virus flu burung H7N9.
Direktur Kesehatan Hewan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian Pujiatmoko, di Jakarta, Selasa menyatakan, hal itu dinyatakan melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 44 Tahun 2013 tanggal 10 April yang melarang pemasukan unggas hidup dan produk-produk turunannya dari China ke Indonesia.
Larangan tersebut, tambahnya, diperkuat dengan surat edaran Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan tanggal 11 April kepada asosiasi dan pelaku usaha untuk menghentikan impor unggas dan produknya dari China ke Indonesia.
"Kami selalu koordinasi dengan Badan Karantina Pertanian untuk memperketat pemasukan produk unggas dari negara lain yang sertificate of origin-nya berasal dari China," kata Pujiatmoko dalam diskusi "Mewaspadai Virus Flu Burung H7N9", di kantor Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian.
Selain memperketat masuknya unggas maupun produk turunanya dari luar, lanjutnya, pemerintah juga terus mensurvei pasar-pasar unggas hidup di seluruh wilayah Indonesia untuk mewaspadai penularan virus H7N9.
Sementara itu, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Pertanian Kementerian Pertanian Haryono mengatakan, kejadian wabah H7N9 di China mengingatkan pada wabah flu burung H5N1 yang terjadi di Indonesia pada 2003 dan menyebabkan kematian jutaan ekor unggas bahkan manusia pada 2005 hingga 2011.
Selain itu, lanjutnya, juga mengingatkan pada wabah flu burung H5N1 Clade 2.3.2 pada itik antara bulan Oktober-Desember 2012.
"Virus H7N9 pada unggas di Indonesia belum teridentifikasi, namun dengan tingginya lalu lintas manusia dan perdagangan negara, termasuk migrasi burung liar, maka kewaspadaan akan masuk dan menyebarnya virus ini di Indonesia perlu ditingkatkan disertai tindakan preventif dan kesiagaan dini," katanya.
Menurut dia, Indonesia memiliki sarana laboratorium rujukan untuk diagnosa penyakit hewan yang mampu menguasai teknik deteksi virus AI H7N9 secara cepat dan akurat.
Dengan demikian,apabila ada virus AI baru atau bermutasi gen dapat segera diketahui.
"Kita koordinasikan dengan Ditjen Peternakan Kesehatan Hewan dan kementerian terkait sehingga cepat dapat dilakukan tindakan pencegahan dan pemberantasan," katanya.
Selain itu Badan Litbang Pertanian juga berkoordinasi dengan Badan Karantina Pertanian dan Dinas Peternakan provinsi untuk mensosialisasikan bahaya virus flu burung H7N9.
Haryono menyatakan, sampai saat ini belum ada bukti penularan virus H7N9 dari manusia ke manusia. Namun, ia memastikan bahwa karakteristik virus H7N9 sangat berbeda dengan virus flu burung yang pernah terjadi di Indonesia H5N1.
Menurut dia, Virus H7N9 pada unggas tidak mengakibatkan kematian tinggi sehingga tidak menyebabkan kepanikan para peternak unggas, sangat berbeda dengan virus H5N1 yang menimbulkan kematian pada unggas, sehingga kejadian penyakit dilaporkan secara cepat.
Direktur Kesehatan Hewan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian Pujiatmoko, di Jakarta, Selasa menyatakan, hal itu dinyatakan melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 44 Tahun 2013 tanggal 10 April yang melarang pemasukan unggas hidup dan produk-produk turunannya dari China ke Indonesia.
Larangan tersebut, tambahnya, diperkuat dengan surat edaran Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan tanggal 11 April kepada asosiasi dan pelaku usaha untuk menghentikan impor unggas dan produknya dari China ke Indonesia.
"Kami selalu koordinasi dengan Badan Karantina Pertanian untuk memperketat pemasukan produk unggas dari negara lain yang sertificate of origin-nya berasal dari China," kata Pujiatmoko dalam diskusi "Mewaspadai Virus Flu Burung H7N9", di kantor Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian.
Selain memperketat masuknya unggas maupun produk turunanya dari luar, lanjutnya, pemerintah juga terus mensurvei pasar-pasar unggas hidup di seluruh wilayah Indonesia untuk mewaspadai penularan virus H7N9.
Sementara itu, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Pertanian Kementerian Pertanian Haryono mengatakan, kejadian wabah H7N9 di China mengingatkan pada wabah flu burung H5N1 yang terjadi di Indonesia pada 2003 dan menyebabkan kematian jutaan ekor unggas bahkan manusia pada 2005 hingga 2011.
Selain itu, lanjutnya, juga mengingatkan pada wabah flu burung H5N1 Clade 2.3.2 pada itik antara bulan Oktober-Desember 2012.
"Virus H7N9 pada unggas di Indonesia belum teridentifikasi, namun dengan tingginya lalu lintas manusia dan perdagangan negara, termasuk migrasi burung liar, maka kewaspadaan akan masuk dan menyebarnya virus ini di Indonesia perlu ditingkatkan disertai tindakan preventif dan kesiagaan dini," katanya.
Menurut dia, Indonesia memiliki sarana laboratorium rujukan untuk diagnosa penyakit hewan yang mampu menguasai teknik deteksi virus AI H7N9 secara cepat dan akurat.
Dengan demikian,apabila ada virus AI baru atau bermutasi gen dapat segera diketahui.
"Kita koordinasikan dengan Ditjen Peternakan Kesehatan Hewan dan kementerian terkait sehingga cepat dapat dilakukan tindakan pencegahan dan pemberantasan," katanya.
Selain itu Badan Litbang Pertanian juga berkoordinasi dengan Badan Karantina Pertanian dan Dinas Peternakan provinsi untuk mensosialisasikan bahaya virus flu burung H7N9.
Haryono menyatakan, sampai saat ini belum ada bukti penularan virus H7N9 dari manusia ke manusia. Namun, ia memastikan bahwa karakteristik virus H7N9 sangat berbeda dengan virus flu burung yang pernah terjadi di Indonesia H5N1.
Menurut dia, Virus H7N9 pada unggas tidak mengakibatkan kematian tinggi sehingga tidak menyebabkan kepanikan para peternak unggas, sangat berbeda dengan virus H5N1 yang menimbulkan kematian pada unggas, sehingga kejadian penyakit dilaporkan secara cepat.
Pewarta: Subagyo
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013
Tags: