Yinchuan, China (ANTARA) - Setiap kali ketika Wang Yulong (19), mahasiswa China yang berkuliah di Universitas Tsinghua, mengamati deretan hadiah dan foto-foto dari para siswa sekolah dasar di Indonesia, dia mengenang kembali pengalamannya yang tak terlupakan ketika dia bekerja sebagai sukarelawan guru di Bali pada musim panas tahun ini.

Kartu ucapan terima kasih yang ditulis dalam bahasa Mandarin dari seorang siswa asal Bali menjadi harta tak ternilai bagi Wang, membangkitkan kerinduan terhadap murid-muridnya, khususnya pada 10 September lalu, yang diperingati sebagai Hari Guru di seantero China.

Sebagai universitas terkemuka di China dan salah satu institut ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) ternama di seluruh dunia, Universitas Tsinghua selalu mewajibkan mahasiswanya untuk melakukan penelitian secara mendalam dan turun ke lapangan, serta mendorong mereka memberikan kontribusi bagi China maupun umat manusia. Sebagai mahasiswa tahun pertama yang mengambil jurusan teknik mesin di Universitas Tsinghua, Wang pada tahun ini mengikuti program praktik luar negeri di Indonesia.

Program yang diikuti Wang itu bernama CURES, akronim dari Culture, University, Research, Education, and Sustainability. Berbeda dari jadwal tahun-tahun sebelumnya, para peserta tidak hanya menyelesaikan sejumlah penelitian dan kunjungan di Indonesia, mereka juga memutuskan untuk menjadi sukarelawan di Indonesia, dengan tujuan untuk belajar lebih banyak mengenai kebudayaan lokal dan menjalin ikatan emosional dengan warga setempat.

Dengan dibantu oleh sebuah yayasan pendidikan di Bali, 19 peserta dalam tim itu diterjunkan ke tiga sekolah dasar di Bali sebagai sukarelawan guru.

Sebelum berangkat ke Indonesia, para calon guru tersebut sudah menyusun rencana pengajaran untuk siswa dari berbagai kelas dan Wang mengajarkan sains untuk murid kelas empat. Di luar bayangannya, para siswa tidak merasa canggung saat menghadapi orang asing dengan bahasa yang berbeda, dan mereka sangat antusias berinteraksi dengan Wang, dengan bantuan penerjemah.

Antusiasme para murid membuat Wang sangat terharu dan gembira, dia mengajarkan pengetahuan sains dasar kepada murid-muridnya dan membimbing mereka untuk menyelesaikan beberapa eksperimen sederhana, salah satunya adalah "baterai buah" yang menggunakan lampu LED, jus lemon, serta beberapa lembar tembaga dan seng.

"Saya mempraktikkan semua prosedur pada malam sebelumnya untuk memastikan tidak ada kesalahan, tetapi saya tidak tahu bahwa tingkat keasaman lemon Bali ternyata lebih tinggi dari lemon yang ada di China, jadi saya harus mencoba lagi dengan memosisikan dua elektrode agar lebih dekat," tutur Wang. "Meski demikian, semua berjalan lancar. Saya masih ingat saat mereka mengelilingi saya sambil tertawa dan bersorak saat lampu dinyalakan."

Wang kemudian meminta para murid membuat "baterai buah" dengan buah lainnya. Agar para murid dapat lebih memahami ilmu pengetahuan di baliknya, Wang sengaja membuat beberapa kesalahan yang pada akhirnya berhasil diatasi para murid.
Wang Yulong saat menjadi sukarelawan guru dan mengajar di salah satu sekolah dasar di Bali (Xinhua)

"Anda dapat mengetahui betapa sukarnya mendidik ketika Anda mengajar sebagai guru," ujar Wang.

Salah satu peserta lainnya, Yang Peiwen, mahasiswa S3 dengan cermat merancang rencana pengajarannya sejak dua bulan sebelum berangkat ke Indonesia, termasuk di antaranya pelajaran kesenian, sains, dan kerajinan tangan sederhana.

Menurut Yang, pelajaran kerajinan tangan sederhana yang diajarkannya sangat digemari para murid karena model-model jembatan dan pesawat mengandung banyak teori teknis.

"Ternyata para murid di Indonesia ini sangat pintar dan dengan cepat sekali mereka membuat produknya dan memahami teori di baliknya," ungkap Yang.

Sama seperti Wang, Yang juga menerima hadiah dan kartu ucapan terima kasih dari para muridnya di Indonesia. "Saya sangat terharu, mereka menyiapkan banyak hadiah untuk kami dan mereka menyukai kelas kami, itulah yang saya inginkan sebagai guru mereka," tutur Yang.

Selain mengajar di ruang kelas, para sukarelawan guru asal China memandu para murid mereka mengenal kebudayaan China dengan berbagai kegiatan. Dan sama saja, untuk lebih memahami kebudayaan Bali yang unik, mereka bertamu di rumah-rumah para murid dan berkomunikasi dengan keluarga mereka, yang meninggalkan kesan mendalam di hati para peserta.

Ketika berada di Bali, para pemuda asal China tersebut juga berpartisipasi dalam sebuah program konservasi penyu dengan pengalaman dan pengetahuan terkait. Mereka berencana membawa kaki palsu yang khusus disesuaikan kembali ke Bali dan membantu memasang kaki palsu tersebut untuk penyu-penyu terluka.

Yu Yong Chia (35), warga negara Indonesia yang merupakan pemandu dan penerjemah bagi tim Tsinghua, mengatakan dirinya ingin memberikan "nilai tertinggi" kepada para sukarelawan guru tersebut.

"Betul, mereka memang masih kurang pengalaman dan keterampilan dalam pendidikan, tetapi mereka sangat cermat dan rajin, inilah yang paling vital," tutur Yu, dan dia berharap akan ada semakin banyak pertukaran antarmasyarakat di masa mendatang.