KPK akan periksa lagi bupati Bogor Senin depan
26 April 2013 17:31 WIB
Bupati Bogor Rachmat Yasin berjalan menuju ruang tunggu setibanya di gedung KPK, Jakarta, Kamis (13/12/13). Rachmat Yasin diperiksa sebagai saksi terkait Penyidikan kasus dugaan korupsi proyek Hambalang. (FOTO ANTARA/M Agung Rajasa)
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi akan memeriksa Bupati Bogor Rachmat Yasin pada Senin (29/4) depan terkait dugaan korupsi pembangunan proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Bukit Hambalang, Jawa Barat.
"Ini merupakan penjadwalan ulang, karena pemanggilan pada pekan lalu yang bersangkutan sedang menunaikan ibadah umrah," ujar Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Jumat.
Johan menjelaskan bahwa Rachmat akan diperiksa sebagai saksi untuk tiga orang tersangka yaitu mantan Menpora Andi Alifian Mallarangeng, mantan Kabiro Perencanaan Kemenpora Deddy Kusdinar selaku Pejabat Pembuat Komitmen saat proyek Hambalang dilaksanakan, serta mantan Direktur Operasional 1 PT Adhi Karya (persero) Teuku Bagus Mukhamad Noor.
Ketiganya disangkakan pasal Pasal 2 ayat 1, pasal 3 Undang-Undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat ke (1) ke-1 KUHP penyalahgunaan wewenang atau perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian negara.
Selanjutnya, Anas Urbaningrum dinyatakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Hambalang pada Februari silam. Anas diduga menerima pemberian hadiah terkait perencanaan, pelaksanaan, dan pembangunan pusat olahraga Hambalang.
Penerimaan hadiah yang disangkakan kepada Anas menurut KPK berupa mobil Toyota Harrier senilai sekitar Rp800 juta dari kontraktor PT Adhi Karya untuk memuluskan pemenangan perusahaan tersebut saat masih menjadi anggota DPR dari 2009 dan diberi pelat B-15-AUD.
Mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat tersebut, disangkakan melakukan perbuatan menerima hadiah atau janji yang berlawanan dengan kewajibannya berdasarkan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yaitu pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999.
Hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan bahwa nilai kerugian negara akibat kasus proyek Hambalang itu mencapai Rp243,6 miliar.
"Ini merupakan penjadwalan ulang, karena pemanggilan pada pekan lalu yang bersangkutan sedang menunaikan ibadah umrah," ujar Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Jumat.
Johan menjelaskan bahwa Rachmat akan diperiksa sebagai saksi untuk tiga orang tersangka yaitu mantan Menpora Andi Alifian Mallarangeng, mantan Kabiro Perencanaan Kemenpora Deddy Kusdinar selaku Pejabat Pembuat Komitmen saat proyek Hambalang dilaksanakan, serta mantan Direktur Operasional 1 PT Adhi Karya (persero) Teuku Bagus Mukhamad Noor.
Ketiganya disangkakan pasal Pasal 2 ayat 1, pasal 3 Undang-Undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat ke (1) ke-1 KUHP penyalahgunaan wewenang atau perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian negara.
Selanjutnya, Anas Urbaningrum dinyatakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Hambalang pada Februari silam. Anas diduga menerima pemberian hadiah terkait perencanaan, pelaksanaan, dan pembangunan pusat olahraga Hambalang.
Penerimaan hadiah yang disangkakan kepada Anas menurut KPK berupa mobil Toyota Harrier senilai sekitar Rp800 juta dari kontraktor PT Adhi Karya untuk memuluskan pemenangan perusahaan tersebut saat masih menjadi anggota DPR dari 2009 dan diberi pelat B-15-AUD.
Mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat tersebut, disangkakan melakukan perbuatan menerima hadiah atau janji yang berlawanan dengan kewajibannya berdasarkan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yaitu pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999.
Hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan bahwa nilai kerugian negara akibat kasus proyek Hambalang itu mencapai Rp243,6 miliar.
Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013
Tags: