BKKBN instruksikan Kalbar sasar daerah strategis untuk tekan stunting
6 September 2023 21:38 WIB
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo selepas menghadiri Rapat Koordinasi Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Pelayanan Keluarga Berencana Rumah Sakit (PKBRS) di Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (6/9/2023). (ANTARA/Astrid Faidlatul Habibah)
Pontianak (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menginstruksikan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) untuk menyasar daerah strategis agar mampu menekan stunting dengan cepat.
“Kalimantan Barat stuntingnya tinggi masih 27 persen sehingga kita perlu menyasar daerah-daerah yang strategis,” katanya dalam Rapat Koordinasi Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Pelayanan Keluarga Berencana Rumah Sakit (PKBRS) di Pontianak, Kalbar, Rabu.
Hasto menuturkan salah satu cara untuk menurunkan angka stunting Kalbar yang masih di level 27,8 persen adalah dengan menyasar daerah strategis seperti Sambas yang memiliki jumlah penduduk banyak atau Melawi yang tingkat pernikahan dininya masih tinggi.
Secara detail, stunting di Kalbar di antaranya terdiri dari Sintang 18,7 persen, Kota Pontianak 19,7 persen, Ketapang 22,3 persen, Kota Singkawang 23,5 persen, Kayong Utara 25,1 persen, Mempawah 25,1 persen, dan Kubu Raya 27,6 persen.
Selanjutnya, Bengkayang 30,1 persen, Sambas 30,5 persen, Sanggau 32,5 persen, Landak 32,5 persen, Sekadau 35,5 persen, Kapuas Hulu 37,9 persen, dan Melawi 44,1 persen.
“Ini menuju target 14 persen masih membutuhkan energi cukup keras (untuk Kalbar),” ujarnya.
Ia menjelaskan penyebab stunting di antaranya karena faktor Air Susu Ibu (ASI) yang tidak sesuai kebutuhan, asupan anak yang tidak baik, pola asuh anak tidak baik, hingga anak yang sering sakit.
Menurutnya, stunting harus diatasi karena akan menimbulkan beberapa dampak mulai dari terganggunya perkembangan otak, kecerdasan berkurang, dan gangguan pertumbuhan fisik serta metabolisme dalam tubuh.
Selain itu, stunting juga dapat menurunkan kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunkan kekebalan tubuh sehingga sering terkena penyakit, serta meningkatkan risiko memiliki beragam penyakit seperti diabetes, kanker, jantung, stroke dan sebagainya.
Sementara di Kalbar sendiri, sudah ada 4.203 tim pendamping keluarga (TPK) atau 12.609 orang yang terdiri dari bidan atau tenaga kesehatan lainnya, kader Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK), kader Keluarga Berencana (KB) dan kader pembangunan lainnya.
Tugas dari TPK tersebut adalah meningkatkan akses informasi dan pelayanan melalui penyuluhan, fasilitasi pelayanan rujukan, fasilitasi penerimaan program bantuan sosial sekaligus mendeteksi dini faktor risiko stunting.
Sasaran dari TPK adalah calon pengantin, ibu hamil, ibu pasca persalinan, serta anak usia nol sampai lima tahun.
Baca juga: BKKBN minta kepala daerah di Kalbar konsentrasi turunkan stunting
Baca juga: BKKBN : Penyebab stunting akibat gagal pola asuh salah
Baca juga: Kepala BKKBN: Penurunan stunting di Kota Bengkulu bisa jadi pedoman
“Kalimantan Barat stuntingnya tinggi masih 27 persen sehingga kita perlu menyasar daerah-daerah yang strategis,” katanya dalam Rapat Koordinasi Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Pelayanan Keluarga Berencana Rumah Sakit (PKBRS) di Pontianak, Kalbar, Rabu.
Hasto menuturkan salah satu cara untuk menurunkan angka stunting Kalbar yang masih di level 27,8 persen adalah dengan menyasar daerah strategis seperti Sambas yang memiliki jumlah penduduk banyak atau Melawi yang tingkat pernikahan dininya masih tinggi.
Secara detail, stunting di Kalbar di antaranya terdiri dari Sintang 18,7 persen, Kota Pontianak 19,7 persen, Ketapang 22,3 persen, Kota Singkawang 23,5 persen, Kayong Utara 25,1 persen, Mempawah 25,1 persen, dan Kubu Raya 27,6 persen.
Selanjutnya, Bengkayang 30,1 persen, Sambas 30,5 persen, Sanggau 32,5 persen, Landak 32,5 persen, Sekadau 35,5 persen, Kapuas Hulu 37,9 persen, dan Melawi 44,1 persen.
“Ini menuju target 14 persen masih membutuhkan energi cukup keras (untuk Kalbar),” ujarnya.
Ia menjelaskan penyebab stunting di antaranya karena faktor Air Susu Ibu (ASI) yang tidak sesuai kebutuhan, asupan anak yang tidak baik, pola asuh anak tidak baik, hingga anak yang sering sakit.
Menurutnya, stunting harus diatasi karena akan menimbulkan beberapa dampak mulai dari terganggunya perkembangan otak, kecerdasan berkurang, dan gangguan pertumbuhan fisik serta metabolisme dalam tubuh.
Selain itu, stunting juga dapat menurunkan kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunkan kekebalan tubuh sehingga sering terkena penyakit, serta meningkatkan risiko memiliki beragam penyakit seperti diabetes, kanker, jantung, stroke dan sebagainya.
Sementara di Kalbar sendiri, sudah ada 4.203 tim pendamping keluarga (TPK) atau 12.609 orang yang terdiri dari bidan atau tenaga kesehatan lainnya, kader Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK), kader Keluarga Berencana (KB) dan kader pembangunan lainnya.
Tugas dari TPK tersebut adalah meningkatkan akses informasi dan pelayanan melalui penyuluhan, fasilitasi pelayanan rujukan, fasilitasi penerimaan program bantuan sosial sekaligus mendeteksi dini faktor risiko stunting.
Sasaran dari TPK adalah calon pengantin, ibu hamil, ibu pasca persalinan, serta anak usia nol sampai lima tahun.
Baca juga: BKKBN minta kepala daerah di Kalbar konsentrasi turunkan stunting
Baca juga: BKKBN : Penyebab stunting akibat gagal pola asuh salah
Baca juga: Kepala BKKBN: Penurunan stunting di Kota Bengkulu bisa jadi pedoman
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2023
Tags: