Bengkulu (ANTARA News) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu menargetkan untuk melepasliarkan sekitar 3.000 ular piton setiap tahun.

Kepala BKSDA Bengkulu, Anggoro Dwi Sujatmiko. mengatakan di Bengkulu, Jumat, bibit ular itu akan diambil dari badan usaha penetas telor ular (ekobator) di luar Bengkulu.

Ia mengatakan pelepasan ular itu untuk memenuhi kuota ular piton yang direkomendasikan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bahwa Bengkulu ditetapkan memproduksi 8.000 ekor ulat piton setiap tahun.

Produksi ular itu nantinya akan diambil kulitnya untuk kebutuhan industri dalam negeri dan ekspor, dengan demikian diperlukan pembudidayaan sejak dini.

Untuk melepasliarkan ular piton itu, lokasinya harus disurivei dulu karena masyarakat tidak bersedia kalau kawasan sekitarnya dilepaskan ular dalam jumlah banyak.

Namun bila tidak ada lokasi untuk melepas liarkan ular piton itu, nantinya dibuat lokasi khusus untuk membesarkannya, bila sudah besar juga tergantung masyarakat bila membutuhkan maka sebagian akan dilepas.

Bila masyarakat tidak bersedia daerahnya dijadikan budidaya liar ular, maka setelah besar ular itu akan diproduksi sesuai ukuran diperlukan.

Ia memperkirakan di Bengkulu masih banyak lahan rawa yang belum digarap dan cocok untuk pembudidayaan ular piton atau lahan belukar dengan dengan kawasan hutan.

Ada beberapa daerah setiap tahun masyarakat berhasil menangkap ular piton berukuran besar antara lain rawa di sepanjang tepi Sungai Jenggalo, Cengkri, Kecalatan Sukaraja, Kabupaten Seluma.

Selain itu di hutan belukar dekat dengan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) di Kabupaten Lebong, areal sawah masyarakat daerah itu rutin diganggu hama tikus.

Bila dibudidayakan ular piton di sekitar itu, maka hama tikus akan habis dimangsa ular tersebut karena makanan ular salah satunya tikus, sejak populasi ular piton sudah makin sedikit, pertumbuhan perkembangbiakan tikus meningkat, ujarnya.