OJK: Ada sedikit saja gangguan perbankan, masyarakat sudah komplain
6 September 2023 13:39 WIB
Deputi Komisioner Pengawas Bank Pemerintah dan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bambang Widjanarko dalam Seminar Nasional "Implementasi Governance, Risk, & Complience (GRC) Terintegrasi Pada Perbankan Syariah di Era 4.0" di Auditorium Bank Syariah Indonesia (BSI), Gedung The Tower, Jakarta, Rabu (6/9/2023). ANTARA/M. Baqir Idrus Alatas/am.
Jakarta (ANTARA) - Deputi Komisioner Pengawas Bank Pemerintah dan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bambang Widjanarko menyatakan adanya sedikit saja gangguan terhadap perbankan, sekitar 10-15 menit, membuat masyarakat (para nasabah) sudah komplain.
“Sekarang kalau ada gangguan perbankan sedikit saja, 10-15 menit, sudah komplain masyarakat, seakan-akan hidup (mereka) terganggu. Karena apa? Ya karena mau beli nasi uduk, mau apa segala sesuatu sekarang pakai aplikasi,” ujar Bambang dalam Seminar Nasional "Implementasi Governance, Risk, & Complience (GRC) Terintegrasi Pada Perbankan Syariah di Era 4.0”, di Auditorium Bank Syariah Indonesia (BSI), Gedung The Tower, Jakarta, Rabu.
Setelah pandemi COVID-19, perilaku masyarakat mengalami perubahan, sehingga mereka memiliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap perbankan, mengingat industri tersebut telah menyediakan sarana elektronik untuk memperoleh informasi, melakukan komunikasi dan transaksi.
Adanya fenomena itu membuat industri perbankan perlu siap menghadapi ketidakpastian, berbagai risiko kompleks, dan ekspektasi dari masyarakat yang begitu tinggi terhadap perbankan.
“Apalagi perbankan sebagai lembaga kepercayaan, apalagi plus syariah lagi, jadi sudah semakin tinggi ekspektasinya. Tentu saja bagi kita pelaku yang di bank syariah mesti harus beyond-lah dari konvensional, karena memang syariah ada tambahannya. Jadi saya kira semakin beratlah menurut saya dari sisi kita yang harus mempersiapkan hal itu,” ujar Bambang pula.
Saat ini, pihaknya telah memiliki peta jalan perbankan syariah. Namun, dengan adanya sejumlah aturan yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), OJK disebut sedang menyesuaikan peta jalan tersebut dengan aturan terkait guna pengembangan perbankan syariah ke depan.
Menurut dia, ada dua aspek transformasi yang perlu dipercepat industri perbankan. Pertama adalah meningkatkan ketahanan dan daya tahan dari perbankan syariah.
“Ini menjadi penting karena (menurut) beberapa penelitian, size is matters. Jadi, orang kalau kuat dan sebagainya (karena) adanya beberapa turbulensi, perubahan cuaca dan sebagainya, ternyata membuktikan semakin kuat. Jadi, kita ingin struktur atau industri perbankan kita mempunyai ketahanan dan juga punya daya saing yang kuat,” katanya lagi.
Salah satu ketentuan yang dikeluarkan OJK untuk membangun daya tahan industri perbankan adalah aturan spin off sebagaimana tercantum di dalam UU No. 4/2023 tentang P2SK. Dia juga mengharapkan perbankan juga dapat meningkatkan kualitas layanan dan produk guna meningkatkan daya saing, sehingga menjadi pilihan bagi masyarakat untuk melakukan transaksi atau interaksi dengan perbankan.
Adapun aspek kedua transformasi industri perbankan ialah adanya dampak sosial ekonomi yang dinilai semakin mudah dilakukan perbankan syariah, karena UU P2SK memberikan keleluasaan untuk melakukan hal tersebut terhadap industri terkait.
Bagi Bambang, keberlangsungan perusahaan sangat tergantung bagaimana industri perbankan bisa membuat sistem dan strategi. Hal tersebut dilakukan agar institusi perbankan dapat mencapai tujuan, menghadapi risiko yang tidak pasti, memenuhi harapan masyarakat, dan bertahan di tengah ketidakpastian.
Lebih lanjut, pihaknya disebut akan memberikan dukungan kepada industri perbankan dengan memberikan panduan agar memiliki ketahanan dan berdaya saing, serta membangun ekosistem perbankan yang baik.
“Di sisi lain, kalau industrinya juga berubah, (maka) strategi, pengaturan, perizinan, dan pengawasan (OJK) juga harus berubah. Saya kira itu message yang memang sedang kita kerjakan dan akan kita formalkan, tapi semua hal itu sebenarnya sudah ada POJK-nya (Peraturan OJK), sudah banyak dikeluarkan pengaturan-pengaturan kita berkaitan dengan governance sudah ada juga, manajemen risiko juga sudah ada, compliance juga sudah ada, tapi ini akan terus kita sesuaikan dengan dinamika dan kondisi tantangan yang saat ini ada,” kata Deputi Komisioner Pengawas Bank Pemerintah dan Syariah OJK itu pula.
Baca juga: OJK terus evaluasi ketahanan siber industri perbankan
Baca juga: LPS: Kinerja industri perbankan tetap terjaga
“Sekarang kalau ada gangguan perbankan sedikit saja, 10-15 menit, sudah komplain masyarakat, seakan-akan hidup (mereka) terganggu. Karena apa? Ya karena mau beli nasi uduk, mau apa segala sesuatu sekarang pakai aplikasi,” ujar Bambang dalam Seminar Nasional "Implementasi Governance, Risk, & Complience (GRC) Terintegrasi Pada Perbankan Syariah di Era 4.0”, di Auditorium Bank Syariah Indonesia (BSI), Gedung The Tower, Jakarta, Rabu.
Setelah pandemi COVID-19, perilaku masyarakat mengalami perubahan, sehingga mereka memiliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap perbankan, mengingat industri tersebut telah menyediakan sarana elektronik untuk memperoleh informasi, melakukan komunikasi dan transaksi.
Adanya fenomena itu membuat industri perbankan perlu siap menghadapi ketidakpastian, berbagai risiko kompleks, dan ekspektasi dari masyarakat yang begitu tinggi terhadap perbankan.
“Apalagi perbankan sebagai lembaga kepercayaan, apalagi plus syariah lagi, jadi sudah semakin tinggi ekspektasinya. Tentu saja bagi kita pelaku yang di bank syariah mesti harus beyond-lah dari konvensional, karena memang syariah ada tambahannya. Jadi saya kira semakin beratlah menurut saya dari sisi kita yang harus mempersiapkan hal itu,” ujar Bambang pula.
Saat ini, pihaknya telah memiliki peta jalan perbankan syariah. Namun, dengan adanya sejumlah aturan yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), OJK disebut sedang menyesuaikan peta jalan tersebut dengan aturan terkait guna pengembangan perbankan syariah ke depan.
Menurut dia, ada dua aspek transformasi yang perlu dipercepat industri perbankan. Pertama adalah meningkatkan ketahanan dan daya tahan dari perbankan syariah.
“Ini menjadi penting karena (menurut) beberapa penelitian, size is matters. Jadi, orang kalau kuat dan sebagainya (karena) adanya beberapa turbulensi, perubahan cuaca dan sebagainya, ternyata membuktikan semakin kuat. Jadi, kita ingin struktur atau industri perbankan kita mempunyai ketahanan dan juga punya daya saing yang kuat,” katanya lagi.
Salah satu ketentuan yang dikeluarkan OJK untuk membangun daya tahan industri perbankan adalah aturan spin off sebagaimana tercantum di dalam UU No. 4/2023 tentang P2SK. Dia juga mengharapkan perbankan juga dapat meningkatkan kualitas layanan dan produk guna meningkatkan daya saing, sehingga menjadi pilihan bagi masyarakat untuk melakukan transaksi atau interaksi dengan perbankan.
Adapun aspek kedua transformasi industri perbankan ialah adanya dampak sosial ekonomi yang dinilai semakin mudah dilakukan perbankan syariah, karena UU P2SK memberikan keleluasaan untuk melakukan hal tersebut terhadap industri terkait.
Bagi Bambang, keberlangsungan perusahaan sangat tergantung bagaimana industri perbankan bisa membuat sistem dan strategi. Hal tersebut dilakukan agar institusi perbankan dapat mencapai tujuan, menghadapi risiko yang tidak pasti, memenuhi harapan masyarakat, dan bertahan di tengah ketidakpastian.
Lebih lanjut, pihaknya disebut akan memberikan dukungan kepada industri perbankan dengan memberikan panduan agar memiliki ketahanan dan berdaya saing, serta membangun ekosistem perbankan yang baik.
“Di sisi lain, kalau industrinya juga berubah, (maka) strategi, pengaturan, perizinan, dan pengawasan (OJK) juga harus berubah. Saya kira itu message yang memang sedang kita kerjakan dan akan kita formalkan, tapi semua hal itu sebenarnya sudah ada POJK-nya (Peraturan OJK), sudah banyak dikeluarkan pengaturan-pengaturan kita berkaitan dengan governance sudah ada juga, manajemen risiko juga sudah ada, compliance juga sudah ada, tapi ini akan terus kita sesuaikan dengan dinamika dan kondisi tantangan yang saat ini ada,” kata Deputi Komisioner Pengawas Bank Pemerintah dan Syariah OJK itu pula.
Baca juga: OJK terus evaluasi ketahanan siber industri perbankan
Baca juga: LPS: Kinerja industri perbankan tetap terjaga
Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2023
Tags: