Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi II DPR A Hakam Naja mengatakan, pasca-reformasi tahun 1998 tuntutan proses pembentukan perundang-undangan, khususnya Undang-Undang Pemilu, yang partisipatif terus meningkat dengan terjadinya dinamika proses politik yang semakin demokratis.

"Proses pembentukan perundang-undangan di masa akan datang akan terus meningkat sejalan dengan tingkat kesadaran berdemokrasi dan komplesitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia," kata Hakam Naja dalam makalahnya yang disampaikan pada diskusi dan peluncuran buku Politik Hukum Sistem Pemilu Potret Keterbukaan dan Partisipasi Publik dalam Penyusunan UU No 8 Tahun 2012 di Jakarta, Kamis.

Dia menjelaskan, proses pembentukan UU Pemilu nomor 8 tahun 2012 dapat dilihat dalam empat aspek yaitu kelembagaan, masyarakat, pengaturan, dan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU).

Menurut dia pembahasan RUU itu secara keseluruhan telah mendorong adanya transparansi, partisipasi dan akuntabilitas yang bermuara pada demokratisasi dalam proses pembentukan UU.

"Sehingga menghasilkan produk Undang-Undang yang telah mendekati rasa keadilan dalam masyarakat," ujarnya.

Hakam mengatakan, partisipasi masyarakat dalam pembuatan UU tersebut dapat dilihat dari pembahasan di tingkat Rapat Panitia Kerja yang berjalan alot bahkan dibawa ke Rapat Paripurna melalui pemungutan suara untuk menyelesaikannya.

Dia menilai, proses pembentukan UU nomor 8 tahun 2012 yang diletakkan dalam konteks sosial masyarakat telah mampu mendorong terwujudnya UU Pemilu yang lebih responsif.

"DPR telah berusaha semaksimal mungkin mengutamakan kepentingan bangsa dan negara secara luas bukan untuk kepentingan individum kelompok, golongan maupun partai politik tertentu," katanya.

Menurut dia, dengan proses partisipasi masyarakat itu dalam melahirkan UU Pemilu, maka konstitusi itu dapat diterima berbagai pihak. Hal itu menurut Hakam, lahirnya suatu UU Pemilu yang tidak menimbulkan masalah baru dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. (*)