Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik dari Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia Ani Sotjipto mengatakan representasi perempuan dalam politik bukan hanya soal jumlah, tetapi lebih penting adalah menjadi wakil dari kaumnya dalam melahirkan kebijakan yang menyejahterakan.

"Oleh karena itu, perempuan yang masuk politik jangan setengah-setengah, agar bisa menghasilkan perbaikan pada isu-isu substantif," kata Ani dalam diskusi di Kantor DPP PPP, Jakarta, Rabu.

Pembicara lain dalam diskusi bertajuk "Caleg Perempuan, Dilema antara Peran Utama atau Aksesoris" itu adalah Ketua DPP PPP Fernita Darwis dan Ninik Rahayu dari Komnas Perempuan.

Ani mengatakan, perempuan di panggung politik, terutama di lembaga pengambil kebijakan, harus tampil beda dari kebanyakan politisi yang didominasi laki-laki. Politisi perempuan yang sedikit itu harus mampu menunjukkan kualitas dan kapabilitas sehingga keberadaannya memberi arti positif.

Menurut dia, dari sedikit perempuan anggota DPR hasil Pemilu 2009, lebih sedikit lagi yang bisa memainkan peran sebagai wakil rakyat dan wakil perempuan dengan baik. Selebihnya diam, bahkan ada yang ikut terlibat dalam kasus korupsi.

"Kalau wakil perempuan performancenya tidak bagus maka akan bisa jadi bumerang," katanya.

Dikatakannya, saat ini dukungan bagi partisipasi dan keterwakilan kaum perempuan sudah lebih baik dari sebelumnya, terutama dalam segi jumlah. Jika hal itu tidak dimanfaatkan dengan menunjukkan kualitas, maka peluang yang sudah diberikan bisa digugat.

Sayangnya, lanjut Ani, partai politik pun masih terkesan "asal-asalan" dalam merekrut calon anggota legislatif perempuan, asal memenuhi kuota keterwakilan perempuan. Kalaupun dianggap memiliki kelebihan, maka kelebihan itu lebih dititikberatkan pada potensi mengumpulkan suara, belum pada segi kualitas.

Sementara itu Ketua DPP PPP Fernita Darwis mengatakan realisasi pemberian kesempatan yang luas bagi perempuan untuk berkiprah dalam politik masih belum terlalu lama, meski komitmen itu sudah ada.

"Pemberdayaan perempuan di partai Islam lebih terlambat dari partai nasionalis, karena interpretasi ayat-ayat suci. Tapi hari ini sudah jauh lebih maju," katanya.

Persoalannya, kata dia, mengajak perempuan aktif di politik, lebih-lebih menjadi calon wakil rakyat bukan persoalan mudah. Banyak aktivis perempuan, yang secara kualitas bisa diharapkan, enggan diajak masuk politik.

Namun demikian, menurut Fernita, peluang bagi perempuan untuk tampil di panggung politik dalam jumlah yang lebih banyak harus disambut. "Sekarang kuantitas dulu," kata Ketua Badan Pemenangan Pemilu DPP PPP itu. (T007)