Pengamat politik: Poros ke-4 dalam Pilpres 2024 tak ada dalam framing
4 September 2023 11:39 WIB
Pengamat politik yang juga pengajar Ilmu Komunikasi Politik dan Teori Kritis pada Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang Mikhael Raja Muda Bataona. ANTARA/Bernadus Tokan.
Kupang (ANTARA) - Pengamat politik yang juga pengajar Ilmu Komunikasi Politik dan Teori Kritis pada Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang Mikhael Raja Muda Bataona mengatakan poros ke-4 dalam Pilpres 2024 agak sulit muncul dalam ruang publik, karena wacana yang diproduksi secara framing selama ini hanya mengkandidatkan tiga tokoh sebagai calon presiden, atau poros ke-4 itu tidak ada.
"Peluang koalisi untuk terbentuknya poros politik ke-4 dalam Pilpres ini bukannya tidak mungkin, karena dalam politik semuanya selalu mungkin. Tapi dari bacaan saya, akan sangat sulit, sebab ruang publik dan wacana yang diproduksi selama ini hanya mengkandidatkan secara framing untuk tiga tokoh yakni Ganjar Pranowo, Prabowo dan Anies. Di luar itu belum ada, apalagi sudah memasuki injuri time masa pendaftaran," kata Mikhael Bataona di Kupang, Senin.
Bataona yang juga pengajar Investigatif News dan Jurnalisme Konflik pada Fisip Unwira Kupang mengemukakan pandangan itu berkaitan dengan peluang terbentuknya poros ke-4 dalam Pilpres 2024.
"Persoalannya bukan pada partai atau kendaraan politiknya itu ada atau tidak, tapi pada potensi menang atau tidak dari si kandidat Capres. Nah, jika AHY atau Sandi diluncurkan sebagai Capres poros baru maka itu sama sekali tidak potensial secara branding, citra maupun elektoral," katanya.
Jadi, dua nama baru yang diajukan sebagai capres itu akan cenderung lemah dalam hal elektabilitas, karena mereka akan sulit menembus hukum alam dalam politik pemilihan langsung yang selama ini ditentukan oleh pencitraan, branding dan asosiasi atau persepsi publik terhadap seorang figur.
Ketika dua tokoh ini hanya diasosiasikan sebagai Cawapres maka secara elektoral mereka sangat tidak menjual. "Itulah hukum alamnya. Meskipun politik praktis bisa melawan hukum alam ini dengan menggunakan isu atau ketokohan seseorang yang luar biasa, tapi dalam kasus ini AHY dan Sandi bukanlah tokoh seperti itu," katanya.
Mereka hanyalah tokoh lapis kedua dalam framing media dan persepsi publik. Mereka bukanlah tokoh utama dan pemain kunci dalam branding politik Pilpres selama ini. Jadi, poros ini sama sekali tidak potensial dan sangat tidak berpeluang untuk menang kecuali hanya untuk meramaikan Pilpres.
Hal yang paling rasional secara politik adalah mengajukan AHY atau Sandi sebagai calon wakil. Jika tidak terpilih oleh Prabowo maupun Ganjar, partai-partai seperti PPP dan Demokrat, namun hal itu lebih rasional jika hanya menjadi pengusung salah satu dari Prabowo maupun Ganjar.
Karena poros Pilpres ini sudah terbentuk dalam tiga poros yang tidak akan melebur atau bubar. Ketiganya ini kemungkinan besar akan bertarung tanpa ada tambahan poros baru karena hanya tiga tokoh ini yang potensial menang.
Meskipun Sandi Uno mempunyai cukup dana untuk melakukan kejutan politik dengan membuat poros baru, dia tetap bukan tokoh yang mengejutkan secara branding. Dia sudah mentok dari aspek marketing politik karena sudah diasosiasikan selama ini sebagai cawapres.
Jika pun dia bisa membentuk poros baru, dia dan pasangannya akan tetap sulit untuk melampaui elektabilitas tiga pasangan Capres-cawapres yang lain. Itu fakta karena persepsi publik sudah dikunci pada tiga poros yang ada.
"Meruntuhkan atau mengubah kerangkeng/kunci persepsi ini sangatlah sulit. Meskipun dengan menggunakan sumber daya uang yang besar dan masif melakukan kampanye. Selain waktu sudah sangat mepet tapi psikologi publik sudah mengakar dan mengkristal hanya pada Ganjar, Anies dan Prabowo sebagai capres. Ini yabg menjadi penghalang bagi Sandi dan AhY," katanya menjelaskan.
"Peluang koalisi untuk terbentuknya poros politik ke-4 dalam Pilpres ini bukannya tidak mungkin, karena dalam politik semuanya selalu mungkin. Tapi dari bacaan saya, akan sangat sulit, sebab ruang publik dan wacana yang diproduksi selama ini hanya mengkandidatkan secara framing untuk tiga tokoh yakni Ganjar Pranowo, Prabowo dan Anies. Di luar itu belum ada, apalagi sudah memasuki injuri time masa pendaftaran," kata Mikhael Bataona di Kupang, Senin.
Bataona yang juga pengajar Investigatif News dan Jurnalisme Konflik pada Fisip Unwira Kupang mengemukakan pandangan itu berkaitan dengan peluang terbentuknya poros ke-4 dalam Pilpres 2024.
"Persoalannya bukan pada partai atau kendaraan politiknya itu ada atau tidak, tapi pada potensi menang atau tidak dari si kandidat Capres. Nah, jika AHY atau Sandi diluncurkan sebagai Capres poros baru maka itu sama sekali tidak potensial secara branding, citra maupun elektoral," katanya.
Jadi, dua nama baru yang diajukan sebagai capres itu akan cenderung lemah dalam hal elektabilitas, karena mereka akan sulit menembus hukum alam dalam politik pemilihan langsung yang selama ini ditentukan oleh pencitraan, branding dan asosiasi atau persepsi publik terhadap seorang figur.
Ketika dua tokoh ini hanya diasosiasikan sebagai Cawapres maka secara elektoral mereka sangat tidak menjual. "Itulah hukum alamnya. Meskipun politik praktis bisa melawan hukum alam ini dengan menggunakan isu atau ketokohan seseorang yang luar biasa, tapi dalam kasus ini AHY dan Sandi bukanlah tokoh seperti itu," katanya.
Mereka hanyalah tokoh lapis kedua dalam framing media dan persepsi publik. Mereka bukanlah tokoh utama dan pemain kunci dalam branding politik Pilpres selama ini. Jadi, poros ini sama sekali tidak potensial dan sangat tidak berpeluang untuk menang kecuali hanya untuk meramaikan Pilpres.
Hal yang paling rasional secara politik adalah mengajukan AHY atau Sandi sebagai calon wakil. Jika tidak terpilih oleh Prabowo maupun Ganjar, partai-partai seperti PPP dan Demokrat, namun hal itu lebih rasional jika hanya menjadi pengusung salah satu dari Prabowo maupun Ganjar.
Karena poros Pilpres ini sudah terbentuk dalam tiga poros yang tidak akan melebur atau bubar. Ketiganya ini kemungkinan besar akan bertarung tanpa ada tambahan poros baru karena hanya tiga tokoh ini yang potensial menang.
Meskipun Sandi Uno mempunyai cukup dana untuk melakukan kejutan politik dengan membuat poros baru, dia tetap bukan tokoh yang mengejutkan secara branding. Dia sudah mentok dari aspek marketing politik karena sudah diasosiasikan selama ini sebagai cawapres.
Jika pun dia bisa membentuk poros baru, dia dan pasangannya akan tetap sulit untuk melampaui elektabilitas tiga pasangan Capres-cawapres yang lain. Itu fakta karena persepsi publik sudah dikunci pada tiga poros yang ada.
"Meruntuhkan atau mengubah kerangkeng/kunci persepsi ini sangatlah sulit. Meskipun dengan menggunakan sumber daya uang yang besar dan masif melakukan kampanye. Selain waktu sudah sangat mepet tapi psikologi publik sudah mengakar dan mengkristal hanya pada Ganjar, Anies dan Prabowo sebagai capres. Ini yabg menjadi penghalang bagi Sandi dan AhY," katanya menjelaskan.
Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2023
Tags: