Jakarta, 24/4 (ANTARA) - Modal sering menjadi salah satu kendala dalam suatu usaha budidaya perikanan. Bahkan minimnya modal menjadi kambing hitam apabila usaha budidaya mengalami kegagalan. Berdasarkan hasil identifikasi di lapangan, kurangnya permodalan, salah satunya disebabkan oleh sulitnya mengakses sumber pembiayaan sebagai akibat tidak adanya jaminan untuk memperoleh kredit. Sertifikasi hak atas tanah bagi usaha budidaya ikan adalah salah satu solusi untuk mendapatkan modal. Demikian disampaikan oleh Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, pada saat membuka acara Sosialisasi Pemberdayaan Usaha Pembudidayaan Ikan Untuk Akses Pembiayaan Melalui Sertifikasi Hak Atas Tanah, di Hotel Singgasana Surabaya, Selasa (23/4).

Slamet menegaskan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sangat mendukung program sertifikasi bagi nelayan maupun pembudidaya ikan. Program sertifikasi hak atas tanah ini merupakan tindak lanjut dari kerja sama antara Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) dengan Deputi Bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat - Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sebagai tahap awal sertifikasi hak atas tanah ini, kabupaten/kota yang dipilih menjadi sasaran pada tahun 2013 merupakan kabupaten/kota yang mendapat sasaran program industrialisasi perikanan budidaya, lokasi minapolitan dan sasaran pencapaian produksi. “Diharapkan setelah adanya kegiatan sertifikasi hak atas tanah ini usaha budidaya ikan akan cepat tumbuh dan berkembangnya. Program ini sekaligus dimaksudkan sebagai mitigasi awal guna meminimumkan resiko usaha pembudidaya ikan oleh perbankan serta untuk meningkatkan eligibilitas usaha pembudidaya ikan itu sendiri,” jelasnya.

Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) akan semaksimal mungkin mendukung program sertifikasi tanah pembudiaya ikan. Terutama dengan meretas setiap simpul-simpul yang menjadi kendala dalam mewujudkan tercapainya keberhasilan sistem usaha termasuk permodalan. Sebagai realisasinya, DJPB telah melakukan kerja sama dengan perbankan untuk pemanfaatan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) yakni PT. Bank Mandiri Tbk (Persero), PT. Bank Syariah Mandiri, PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk (Persero), dan PT. Bank Negara Indonesia Tbk (Persero). “Selain kerja sama dengan perbankan nasional, sejumlah bank daerah juga terus memperlihatkan komitmennya untuk mendukung pengembangan usaha pembudidayaan ikan melalui penyaluran kredit”, tambah Slamet.

Slamet menjelaskan, program sertifikasi hak atas tanah pembudidaya ikan, melibatkan seluruh komponen pemerintah dari tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat. Pada level kabupaten/kota, dibentuk kelompok kerja tingkat kabupaten/kota yang melibatkan Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota, Bappeda Kabupaten/Kota, Kantor Pertanahan, dan Dinas yang membidangi kelautan dan perikanan. Sedangkan pada level provinsi, dibentuk kelompok kerja tingkat provinsi yang melibatkan Sekretaris Daerah Provinsi, Bappeda Provinsi, Kantor Wilayah BPN, dan Dinas yang membidangi kelautan dan perikanan. Sementara itu, pada tingkat pusat, dibentuk kelompok kerja tingkat pusat yang melibatkan BPN, BAPPENAS, dan DJPB. Pada tahap pra-sertifikasi, Pokja Kabupaten/Kota harus mampu meyakinkan pembudidaya ikan dan memilih sasaran sebagai calon subjek yang siap untuk mengakses perbankan dan sumber pembiayaan lainnya.dan selanjutnya pada tahap pasca-sertifikasi. “DJPB akan bersinergi dengan stakeholder perikanan budidaya seperti Bank Indonesia dan sumber pembiayaan lainnya untuk melakukan pendampingan dan pembinaan dalam mengakses perbankan dan sumber pembiayaan lainnya,” tandasnya.

Slamet menambahkan, pembudidaya ikan diharapkan benar-benar memiliki keinginan untuk maju dan mengembangkan usahanya. Tidak hanya berhenti pada terbitnya sertifikat hak atas tanah yang dimilikinya. Namun, juga mau menjadikan agunan terhadap sertifikat yang telah diterimanya guna mendapatkan kredit dari perbankan. Upaya ini tidak lain, program ini akan mampu mengembangkan usaha budidaya ikan yang dimiliki. Usaha budidaya ikan yang berkembang akan mampu meningkatkan produksi dan kapasitas produksinya dan kemudian mampu mensejahterakan dirinya sendiri maupun masyarakat sekitarnya. “Program ini diharapkan akan mendukung realisasi kredit kepada pembudidaya. sekaligus akan memacu modal dan terus bergerak positif sehingga kegiatan usaha pembudidayaan ikan pada khususnya juga semakin menggeliat seiring dengan keinginan untuk menekan angka kemiskinan, menyerap tenaga kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” katanya.

Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Indra Sakti, SE, MM, Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (HP.0818159705)