Pemprov Bali kejar peningkatan taraf hidup nelayan
1 September 2023 16:02 WIB
Arsip foto - Sejumlah pekerja menurunkan muatan berupa ikan di Pelabuhan Umum Benoa, Denpasar, Bali, Rabu (10/5/2023) ANTARA/Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Denpasar (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Bali mengejar peningkatan taraf hidup nelayan dan pekerja sektor perikanan agar terlindungi dari sisi ketenagakerjaan dan kesehatan hingga memiliki kontrak kerja yang jelas.
“Selama ini pekerja sektor perikanan hanya dituntut peningkatan produksi,” kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali Putu Sumardiana di Denpasar, Jumat.
Menurut dia, bentuk perlindungan pekerja di sektor perikanan di antaranya jaminan sosial melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Ketenagakerjaan, hingga perpanjangan kerja atau kontrak kerja yang pasti.
Ada pun program peningkatan taraf hidup nelayan itu rencananya dimulai dari Pelabuhan Umum Benoa, Denpasar yang memiliki sekitar 18.000 pekerja perikanan dan di kawasan itu terdapat ratusan unit pengolahan ikan.
Pelabuhan Umum Benoa merupakan salah satu sentra industri perikanan di Bali dengan komoditas utama di antaranya ikan tuna yang merambah pasar ekspor dan menjadi sentra kedua terbesar di Tanah Air.
Berdasarkan data Pemprov Bali, volume ekspor perikanan secara umum pada 2021 mencapai 27 ribu ton dengan nilai ekspor mencapai 137 juta dolar AS.
Sedangkan volume ekspor perikanan secara umum pada 2022 mencapai 26 ribu ton dengan nilai ekspor juga mencapai 137 juta dolar AS.
Sementara itu, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan menjelaskan DFW mengestimasi baru 40 persen pekerja sektor perikanan dan nelayan di Benoa yang terlindungi asuransi sosial minimal kesehatan dan ketenagakerjaan.
Ia berharap forum tingkat daerah terkait perlindungan pekerja perikanan dan nelayan mengambil peran besar menggenjot peningkatan taraf hidup mereka.
Di sisi lain menurut Ahli DFW Zulficar, pasar ekspor saat ini tidak hanya menekankan kualitas produk perikanan, tapi juga HAM dan aspek sosial pekerja perikanan.
Untuk itu, lanjut dia, perlu upaya kolektif menjamin pekerja perikanan termasuk nelayan mendapatkan hak dan memastikan tidak ada pelanggaran misalnya kerja paksa atau perdagangan manusia.
“Pasar internasional sekarang juga lebih banyak memperhatikan hak asasi manusia dan ketenagakerjaan dalam industri perikanan,” katanya.
Rencananya, akan dibuat Rencana Aksi Daerah Perlindungan Pekerja Perikanan dan Nelayan Provinsi Bali 2023-2026 yang salah satu tujuan pertama adalah membentuk forum daerah lintas sektor untuk menjamin perlindungan nelayan dan pekerja sektor perikanan.
Sektor tersebut tak hanya dari pemerintah, tapi juga pelaku usaha, akademisi/perguruan tinggi, pekerja, serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat hingga media massa di Bali.
Nantinya, forum daerah itu akan dibentuk melalui Surat Keputusan Gubernur Bali yang saat ini terus digodok.
Baca juga: KKP-BPJS Ketenagakerjaan perluas jaminan sosial di perikanan tangkap
Baca juga: Kemnaker dan ILO perkuat aturan perlindungan pekerja sektor perikanan
Baca juga: Perjanjian Kerja Laut harus berorientasi kesejahteraan buruh perikanan
“Selama ini pekerja sektor perikanan hanya dituntut peningkatan produksi,” kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali Putu Sumardiana di Denpasar, Jumat.
Menurut dia, bentuk perlindungan pekerja di sektor perikanan di antaranya jaminan sosial melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Ketenagakerjaan, hingga perpanjangan kerja atau kontrak kerja yang pasti.
Ada pun program peningkatan taraf hidup nelayan itu rencananya dimulai dari Pelabuhan Umum Benoa, Denpasar yang memiliki sekitar 18.000 pekerja perikanan dan di kawasan itu terdapat ratusan unit pengolahan ikan.
Pelabuhan Umum Benoa merupakan salah satu sentra industri perikanan di Bali dengan komoditas utama di antaranya ikan tuna yang merambah pasar ekspor dan menjadi sentra kedua terbesar di Tanah Air.
Berdasarkan data Pemprov Bali, volume ekspor perikanan secara umum pada 2021 mencapai 27 ribu ton dengan nilai ekspor mencapai 137 juta dolar AS.
Sedangkan volume ekspor perikanan secara umum pada 2022 mencapai 26 ribu ton dengan nilai ekspor juga mencapai 137 juta dolar AS.
Sementara itu, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan menjelaskan DFW mengestimasi baru 40 persen pekerja sektor perikanan dan nelayan di Benoa yang terlindungi asuransi sosial minimal kesehatan dan ketenagakerjaan.
Ia berharap forum tingkat daerah terkait perlindungan pekerja perikanan dan nelayan mengambil peran besar menggenjot peningkatan taraf hidup mereka.
Di sisi lain menurut Ahli DFW Zulficar, pasar ekspor saat ini tidak hanya menekankan kualitas produk perikanan, tapi juga HAM dan aspek sosial pekerja perikanan.
Untuk itu, lanjut dia, perlu upaya kolektif menjamin pekerja perikanan termasuk nelayan mendapatkan hak dan memastikan tidak ada pelanggaran misalnya kerja paksa atau perdagangan manusia.
“Pasar internasional sekarang juga lebih banyak memperhatikan hak asasi manusia dan ketenagakerjaan dalam industri perikanan,” katanya.
Rencananya, akan dibuat Rencana Aksi Daerah Perlindungan Pekerja Perikanan dan Nelayan Provinsi Bali 2023-2026 yang salah satu tujuan pertama adalah membentuk forum daerah lintas sektor untuk menjamin perlindungan nelayan dan pekerja sektor perikanan.
Sektor tersebut tak hanya dari pemerintah, tapi juga pelaku usaha, akademisi/perguruan tinggi, pekerja, serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat hingga media massa di Bali.
Nantinya, forum daerah itu akan dibentuk melalui Surat Keputusan Gubernur Bali yang saat ini terus digodok.
Baca juga: KKP-BPJS Ketenagakerjaan perluas jaminan sosial di perikanan tangkap
Baca juga: Kemnaker dan ILO perkuat aturan perlindungan pekerja sektor perikanan
Baca juga: Perjanjian Kerja Laut harus berorientasi kesejahteraan buruh perikanan
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2023
Tags: