Jakarta (ANTARA) - Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mengatakan bahwa semestinya ASEAN berani mengklaim menjadi pusat produksi dunia di bidang agrikultur dan akuakultur.

“Dalam konteks global meskinya ASEAN berani mengklaim bisa menjadi pusat produksi dunia di bidang agrikultur dan akuakultur. Indonesia sebagai negara terbesar di ASEAN sangat ditunggu sebenarnya untuk leading di dua sektor ini,” kata MenKopUKM Teten Masduki saat menghadiri ASEAN Weekend Market di kawasan Senayan, Jakarta, Jumat.

Menteri Teten menyampaikan ASEAN bukan hanya kaya dengan produk-produk berbasis kreatifitas seperti fesyen, kuliner dan craft. Namun, ASEAN juga unggul untuk produk pangan dunia, seperti pertanian dan perikanan.

Pada tahun 2019, produk di sektor perikanan ASEAN menyumbangkan 21,9 persen dari total produksi perikanan dunia dan diprediksikan meningkat lebih dari 5 persen pada tahun 2025.

Kemudian, nilai ekspor udang negara-negara ASEAN sekitar 16,5 persen dari total ekspor dunia yang sebagian besar berasal dari Indonesia, Vietnam dan Thailand. Kondisi serupa juga terjadi pada produk rumput laut yang tersebar sepanjang garis pantai Indonesia dan Filipina.

“Tidak hanya perikanan, ASEAN juga sentra produksi buah-buah tropis dan pertanian. Nanas misalnya sekitar 27 persen, produksi nanas dunia bersumber dari negara-negara di ASEAN. Filipina, 2,7 juta ton, Indonesia 2,4 juta ton dan Thailand 1,5 juta ton dan ini semua melibatkan para pelaku UMK,” ungkap Teten.

Kendati demikian, dalam menjadi pusat produksi dunia di bidang agrikultur dan akuakultur, ASEAN masih memiliki tantangan dalam menyiapkan ekosistem usaha yang menumbuhkan dan memudahkan pelaku usaha mikro dan kecil di sektor pertanian dan perikanan untuk tumbuh dan naik kelas melalui koperasi dan kemitraan rantai pasok.

“Di sinilah peran ASEAN menjadi strategis sebagai platform bersama untuk memperkuat ekosistem inter dan antar UMKM koperasi di ASEAN,” tambahnya.

Melalui penguatan ekonomi unggulan ASEAN berbasis agrikultur dan akuakultur, Teten meyakini perekonomian ASEAN mampu menghadapi tekanan global seperti WTO yang menolak kebijakan Indonesia untuk tidak lagi mengeskpor mineral mentah.

“CPO kita di pasar global menghadapi tekanan, padahal Indonesia, Thailand, Malaysia menjadi pemain utama sawit dunia, mestinya kita sudah mulai merapatkan dan membuat platform bisnis bersama. Jangan sampai ekonomi ASEAN juga menghadapi tekanan global seperti itu. Saya kira ini bisa menjadi keunggulan ekonomi ASEAN untuk di tengah persaingan ekonomi global,” tutur dia.