Pimpinan Gereja Venezuela sementara telah menawarka membantu mengatur dialog antara Presiden Nicolas Maduro, pewaris politik pemimpin sayap kiri Hugo Chavez, dan pemimpin oposisi, Henrique Capriles.
"Ini diperlukan untuk menyelesaikan krisis ini. Ketegangan harus diturunkan," kata Kardinal Jorge Urosa, dalam wawancara dengan harian Ultimas Noticias.
Dua hari setelah pelantikan Maduro sebagai presiden, pemerintah dan oposisi tetap terkunci dalam konfrontasi tegang atas hasil pemilihan umum untuk menggantikan Chavez, yang meninggal dunia pada 5 Maret setelah 14 tahun berkuasa.
Dewan Pemilihan Nasional menyatakan Maduro sebagai pemenang dengan margin 1,8, yang memicu tuntutan oposisi untuk penghitungan ulang dan aksi unjuk rasa penuh kemarahan yang menyebut pemerintah menyebabkan delapan orang tewas di seluruh negeri.
Audit yang diperluas atas pemilihan suara akan dimulai sedini mungkin pekan depan, tetapi wakil presiden dewan pemilihan umum mengatakan, Sabtu, dewan tidak bisa membalikkan kemenangan Maduro itu.
Paus Fransiskus I, yang berasal dari Argentina dan merupakan paus pertama dari Amerika Latin, mengatakan dalam sebuah pernyataan dari Vatikan, Minggu, "Saya mengajak rakyat Venezuela terkasih, dan khususnya lembaga dan pemimpin politik, untuk membangun dialog berdasarkan kebenaran, saling pengakuan dalam mencari kebaikan bersama dan berdasarkan cinta untuk bangsa."
Urosa mencatat para uskup Venezuela telah mengeluarkan pernyataan setelah pemilihan umum 14 April lalu, menawarkan jasa baik gereja "untuk melakukan dialog di antara pihak-pihak yang masih dalam konflik. "
Gereja Katolik sering memainkan peran sebagai mediator dalam konflik politik di Amerika Latin, terutama di Kuba, negara yang diperintah komunis.
Urosa mengakui bahwa bujukan gereja sering diabaikan. "Dalam hal iklim politik kita secara permanen telah menyoroti kebutuhan untuk menurunkan nada agresif, "katanya.
(G003/H-AK)