Bawaslu ungkap wilayah di luar negeri rawan kecurangan Pemilu 2024
31 Agustus 2023 16:05 WIB
Tangkapan layar - Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja dalam Peluncuran 'Pemetaan Kerawanan Pemilu Serentak 2024: Isu Strategis Penyelenggaraan Pemilu di Luar Negeri' dipantau melalui kanal YouTube Bawaslu RI, Jakarta, Kamis (31/8/2023). ANTARA/Narda Margaretha Sinambela
Jakarta (ANTARA) - Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengungkapkan bahwa pihaknya akan memberikan perhatian khusus pada beberapa wilayah di luar negeri yang rawan kecurangan menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
"Ada beberapa wilayah luar negeri yang jadi perhatian khusus Bawaslu. Pertama daerah yang potensial pemilih besar, yakni Kuala Lumpur," ujar Bagja dalam Peluncuran 'Pemetaan Kerawanan Pemilu Serentak 2024: Isu Strategis Penyelenggaraan Pemilu di Luar Negeri' di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan wilayah pertama adalah Kuala Lumpur, Malaysia dengan jumlah pemilih terbanyak.
"Wilayah ini pernah terindikasi kecurangan, sebab Bawaslu pernah meminta pemberhentian Deputy Chief in Mission (DCM) yang pada saat itu menjadi panitia pengawas luar negeri karena ada indikasi melanggar aturan. Orang tersebut akhirnya diberhentikan," katanya.
Tidak hanya Kuala Lumpur, Bagja juga menyebut beberapa wilayah negara lainnya seperti Jeddah, Hong Kong karena antrean pemilih yang panjang. Bagja juga mengatakan pelaksanaan Pemilu di Kota Sydney, Australia juga tercatat pernah bermasalah.
"Ada beberapa wilayah, yang paling agak bermasalah memang Kuala Lumpur pada saat itu. Jadi kami minta kepada KPU, terhadap panitia pemilihan luar negeri (PPLN) yang hadir di sana untuk bisa mengawasi dengan baik," katanya.
"Untuk wilayah Sydney karena ada WNA yang berkebangsaan Indonesia. WNA itu ikut antrean di wilayah TPS hingga membuat gaduh. Jadi, itulah yang membuat Sydney gaduh, kami harapkan permasalahan seperti itu bisa diredusir dan tidak menjadi persoalan ke depan," tambah dia.
Selain itu, pria kelahiran Medan ini juga menyoroti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 65 yang memperbolehkan kampanye di lembaga pendidikan.
Bagja mendorong agar hal ini diatur lebih rinci lewat revisi PKPU terkait kampanye. Hal ini terutama untuk pelaksanaan pemilu di luar negeri.
"Nah, nanti ada hubungannya dengan Pemilu luar negeri, pertanyaannya KBRI boleh atau tidak, nanti di KPU yang memutuskan. Kalau seandainya KBRI bisa, bagaimana nanti pengaturannya. Ini juga akan menjadi persoalan dalam revisi PKPU," kata Bagja.
"Ada beberapa wilayah luar negeri yang jadi perhatian khusus Bawaslu. Pertama daerah yang potensial pemilih besar, yakni Kuala Lumpur," ujar Bagja dalam Peluncuran 'Pemetaan Kerawanan Pemilu Serentak 2024: Isu Strategis Penyelenggaraan Pemilu di Luar Negeri' di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan wilayah pertama adalah Kuala Lumpur, Malaysia dengan jumlah pemilih terbanyak.
"Wilayah ini pernah terindikasi kecurangan, sebab Bawaslu pernah meminta pemberhentian Deputy Chief in Mission (DCM) yang pada saat itu menjadi panitia pengawas luar negeri karena ada indikasi melanggar aturan. Orang tersebut akhirnya diberhentikan," katanya.
Tidak hanya Kuala Lumpur, Bagja juga menyebut beberapa wilayah negara lainnya seperti Jeddah, Hong Kong karena antrean pemilih yang panjang. Bagja juga mengatakan pelaksanaan Pemilu di Kota Sydney, Australia juga tercatat pernah bermasalah.
"Ada beberapa wilayah, yang paling agak bermasalah memang Kuala Lumpur pada saat itu. Jadi kami minta kepada KPU, terhadap panitia pemilihan luar negeri (PPLN) yang hadir di sana untuk bisa mengawasi dengan baik," katanya.
"Untuk wilayah Sydney karena ada WNA yang berkebangsaan Indonesia. WNA itu ikut antrean di wilayah TPS hingga membuat gaduh. Jadi, itulah yang membuat Sydney gaduh, kami harapkan permasalahan seperti itu bisa diredusir dan tidak menjadi persoalan ke depan," tambah dia.
Selain itu, pria kelahiran Medan ini juga menyoroti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 65 yang memperbolehkan kampanye di lembaga pendidikan.
Bagja mendorong agar hal ini diatur lebih rinci lewat revisi PKPU terkait kampanye. Hal ini terutama untuk pelaksanaan pemilu di luar negeri.
"Nah, nanti ada hubungannya dengan Pemilu luar negeri, pertanyaannya KBRI boleh atau tidak, nanti di KPU yang memutuskan. Kalau seandainya KBRI bisa, bagaimana nanti pengaturannya. Ini juga akan menjadi persoalan dalam revisi PKPU," kata Bagja.
Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2023
Tags: