Sineas muda Aceh buat film terkait keragaman hingga lingkungan
31 Agustus 2023 11:47 WIB
Sineas muda dan pemain film saat menyampaikan isi film dalam kegiatan Sinema Mikro yang diadakan Yayasan Gotong Royong Kreatif di Taman Budaya Banda Aceh, Rabu(30/8/2023). (ANTARA/Nurul Hasanah)
Banda Aceh (ANTARA) - Yayasan Gotong Royong Kreatif memutar lima film karya sineas muda Aceh yang mengisahkan isu terkini mulai dari budaya, kemanusiaan, keberagaman, hingga lingkungan hidup, di Taman Budaya Banda Aceh.
"Beberapa film yang diputar ini mengangkat isu yang terus memiliki tantangan kedepannya dan kami melihat ini isu yang penting untuk terus disosialisasikan," kata Ketua Yayasan Gotong Royong Kreatif Andi Saputra, di Banda Aceh, Kamis.
Kelima film yang diputar yakni "Mak Ba", "Mentari", "Plastic Bottles", "Gadis Muslim Pemain Simbal Barongsai", dan "Elin". Beberapa film tersebut sudah diproduksi dari tahun 2020 dan dan dapat disaksikan di kanal Youtube.
Baca juga: 18 film karya sineas Aceh diputar peringati peristiwa tsunami
"Mak Ba" merupakan film yang disutradarai oleh Salsabila, menceritakan tentang eksistensi kearifan lokal Aceh, Mak Blien (dukun beranak) yang mulai memudar padahal keberadaanya sangat penting dan dibutuhkan dalam upacara adat prosesi pra dan pasca melahirkan di Aceh.
Kemudian, "Mentari" mengisahkan potret kehidupan masyarakat desa yang akhirnya mampu memaksimalkan hasil alam (tanaman bili) di desa untuk menjadi karya seni yang bernilai ekonomi.
Film "Plastic Bottles" mengisahkan potret terkini budaya masyarakat yang masih membuang sampah plastik secara sembarangan. Lalu, film "Gadis Muslim Pemain Simbal Barongsai" mengisahkan isu keberagaman dan potret toleransi di Aceh dengan menceritakan dokumenter perempuan-perempuan Aceh yang ikut bergabung dalam komunitas olahraga Dragon Barongsai.
Selain isu keberagaman juga ada film "Elin" yang mengangkat sisi kemanusian. "Elin" merupakan nama tokoh utama film yakni Erlinda Marlinda seorang disabilitas yang aktif dalam lembaga Children and Youth Disabilities for Change untuk mengkampanyekan hak-hak disabilitas.
Baca juga: Masyarakat Indonesia suka "series" dengan kearifan lokal
Andi menyampaikan meskipun beberapa film sudah diproduksi sejak lama, pemutaran film baru dapat terlaksana tahun ini berkat bantuan dana dari Dana Indonesiana Kementerian Pendidikan dan Budaya (Kemendikbud). Tujuannya untuk mengapresiasi karya sineas muda.
"KIta ingin memberikan ruang apresiasi kepada sineas muda pembuat film agar bisa bertemu dengan penonton dan mendiskusikan peristiwa yang terjadi dalam film," kata Andi.
Sebab, kata dia, pemutaran film membutuhkan mobilisasi dan dana yang besar. Selain itu, beberapa film juga seperti "Mak Ba" dan "Plastic Bottles" diproduksi dengan mengumpulkan dana secara patungan.
"Kita produksi secara meuripee (kumpul uang) sistemnya urunan dengan komunitas film dan jejaring yang kita miliki, kita buat proposal dan pitching ke teman-teman. Uang yang terkumpul pun bukan dalam jumlah besar," kata Andi.
Baca juga: Lima film pendek lokal jebolan festival tayang di Bioskop Online
Baca juga: Kemenparekraf hidupkan ekosistem perfilman lewat Sinema Keliling
Baca juga: Dana Indonesiana untuk dukung sineas lokal "go" internasional
"Beberapa film yang diputar ini mengangkat isu yang terus memiliki tantangan kedepannya dan kami melihat ini isu yang penting untuk terus disosialisasikan," kata Ketua Yayasan Gotong Royong Kreatif Andi Saputra, di Banda Aceh, Kamis.
Kelima film yang diputar yakni "Mak Ba", "Mentari", "Plastic Bottles", "Gadis Muslim Pemain Simbal Barongsai", dan "Elin". Beberapa film tersebut sudah diproduksi dari tahun 2020 dan dan dapat disaksikan di kanal Youtube.
Baca juga: 18 film karya sineas Aceh diputar peringati peristiwa tsunami
"Mak Ba" merupakan film yang disutradarai oleh Salsabila, menceritakan tentang eksistensi kearifan lokal Aceh, Mak Blien (dukun beranak) yang mulai memudar padahal keberadaanya sangat penting dan dibutuhkan dalam upacara adat prosesi pra dan pasca melahirkan di Aceh.
Kemudian, "Mentari" mengisahkan potret kehidupan masyarakat desa yang akhirnya mampu memaksimalkan hasil alam (tanaman bili) di desa untuk menjadi karya seni yang bernilai ekonomi.
Film "Plastic Bottles" mengisahkan potret terkini budaya masyarakat yang masih membuang sampah plastik secara sembarangan. Lalu, film "Gadis Muslim Pemain Simbal Barongsai" mengisahkan isu keberagaman dan potret toleransi di Aceh dengan menceritakan dokumenter perempuan-perempuan Aceh yang ikut bergabung dalam komunitas olahraga Dragon Barongsai.
Selain isu keberagaman juga ada film "Elin" yang mengangkat sisi kemanusian. "Elin" merupakan nama tokoh utama film yakni Erlinda Marlinda seorang disabilitas yang aktif dalam lembaga Children and Youth Disabilities for Change untuk mengkampanyekan hak-hak disabilitas.
Baca juga: Masyarakat Indonesia suka "series" dengan kearifan lokal
Andi menyampaikan meskipun beberapa film sudah diproduksi sejak lama, pemutaran film baru dapat terlaksana tahun ini berkat bantuan dana dari Dana Indonesiana Kementerian Pendidikan dan Budaya (Kemendikbud). Tujuannya untuk mengapresiasi karya sineas muda.
"KIta ingin memberikan ruang apresiasi kepada sineas muda pembuat film agar bisa bertemu dengan penonton dan mendiskusikan peristiwa yang terjadi dalam film," kata Andi.
Sebab, kata dia, pemutaran film membutuhkan mobilisasi dan dana yang besar. Selain itu, beberapa film juga seperti "Mak Ba" dan "Plastic Bottles" diproduksi dengan mengumpulkan dana secara patungan.
"Kita produksi secara meuripee (kumpul uang) sistemnya urunan dengan komunitas film dan jejaring yang kita miliki, kita buat proposal dan pitching ke teman-teman. Uang yang terkumpul pun bukan dalam jumlah besar," kata Andi.
Baca juga: Lima film pendek lokal jebolan festival tayang di Bioskop Online
Baca juga: Kemenparekraf hidupkan ekosistem perfilman lewat Sinema Keliling
Baca juga: Dana Indonesiana untuk dukung sineas lokal "go" internasional
Pewarta: Rahmat Fajri
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2023
Tags: