Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan pemeriksaan Rektor Universitas Bandar Lampung (UBL) M Yusuf S Barusman sebagai saksi atas dugaan adanya kerja sama bisnis antara yang bersangkutan dengan mantan Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono (AP).

"Saksi M Yusuf S Barusman hadir dan kembali didalami pengetahuannya, antara lain terkait dengan dugaan kerja sama bisnis dan adanya keuntungan fee yang diterima tersangka AP," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.

Pemeriksaan terhadap Yusuf Barusman dilakukan penyidik KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (28/8). Dalam agenda pemeriksaan tersebut penyidik KPK juga memeriksa wiraswasta bernama Radiman untuk diperiksa terkait perkara yang sama.

"Saksi Radiman hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan adanya penggunaan rekening bank dan setoran uang atas perintah tersangka AP. Diduga pula buku rekening bank dan kartu ATM dipegang langsung oleh tersangka AP," kata Ali.

Rektor Universitas Bandar Lampung (UBL) Yusuf Barusman sebelumnya diperiksa penyidik KPK pada Kamis (10/8) terkait dugaan bisnis kursus bahasa asing mantan Kepala Kantor Bea Cukai Makassar Andhi Pramono.

Pada pemeriksaan itu penyidik KPK juga memeriksa saksi dari pihak swasta Desi Falena terkait perkara yang sama. Kedua saksi diperiksa penyidik pada di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.

Meskipun demikian hingga saat ini Ali belum memberikan keterangan lebih lanjut mengenai bisnis tersebut seperti besarnya modal yang disetorkan dan fee dalam bisnis tersebut.

Sebelumnya, Jumat (7/7/2023) , KPK menahan Andhi Pramono (AP) sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). AP diduga memanfaatkan jabatannya untuk menjadi makelar, memfasilitasi pengusaha, dan menerima gratifikasi sebagai balas jasa.

Sebagai broker, tersangka AP diduga menghubungkan antarimportir untuk mencarikan barang logistik yang dikirim dari wilayah Singapura dan Malaysia di antaranya menuju ke Vietnam, Thailand, Filipina, dan Kamboja.

Dari rekomendasi dan tindakan yang dilakukannya, tersangka AP diduga menerima imbalan sejumlah uang sebagai bentuk bayaran (fee).

Rekomendasi yang dibuat dan disampaikan tersangka AP itu diduga menyalahi aturan kepabeanan, termasuk para pengusaha yang mendapatkan izin ekspor dan impor diduga tidak berkompeten.

Siasat tersangka AP menerima bayaran tersebut, salah satunya melalui transfer uang ke beberapa rekening bank dari pihak-pihak kepercayaannya yang merupakan pengusaha ekspor impor dan pengurusan jasa kepabeanan.

Penerimaan gratifikasi tersebut diduga terjadi pada rentang waktu 2012-2022, di mana saat itu AP menduduki beberapa posisi mulai dari penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) hingga pejabat eselon III di Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan dengan posisi terakhirnya sebagai kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Makassar.

Dugaan penerimaan gratifikasi oleh tersangka Andhi itu hingga kini tercatat sekitar Rp28 miliar dan masih terus dilakukan penelusuran lebih lanjut. Uang hasil korupsi tersebut diduga digunakan tersangka Andhi untuk belanja keperluan pribadi dan keluarganya.

Kemudian, dalam kurun waktu tahun 2021 dan 2022, AP diduga melakukan pembelian berlian senilai Rp652 juta, pembelian polis asuransi senilai Rp1 miliar, dan pembelian rumah di wilayah Pejaten, Jakarta Selatan, senilai Rp20 miliar.

Atas perbuatannya, tersangka AP dijerat Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Andhi Pramono juga disangkakan dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU.

Baca juga: KPK periksa Rektor UBL terkait bisnis kursus Andhi Pramono
Baca juga: KPK telusuri setoran pengusaha ke Andhi Pramono