Jakarta (ANTARA) - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyebutkan Peraturan OJK (POJK) tentang Penyidikan memberikan OJK wewenang untuk bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam hal bertukar informasi maupun penyidikan bersama.

Ketentuan mengenai penyidikan itu diatur melalui POJK Nomor 16/2023 tentang Penyidikan Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan.

"PPATK kan untuk TPPU nya, itu kan memang kewenangan dari PPATK yang dalam prosesnya bisa melakukan proses penyidikan langsung, ataupun bekerja sama dengan OJK. OJK juga sama, dalam proses yang berkaitan dengan penyidikan terkait pencucian uang, bisa bekerja sama dengan PPATK," kata Mahendra dalam acara peluncuran Asosiasi ESG Indonesia di Jakarta, Senin.

Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) yang mengatakan bahwa OJK berwenang melakukan penyidikan pencucian uang dengan tindak pidana asal di sektor jasa keuangan.

Kemudian dalam ayat (2) juga menyebutkan, penyidik OJK dapat meminta informasi atas hasil analisis mengenai transaksi keuangan yang mengindikasikan pencucian uang kepada PPATK.

Baca juga: OJK: RI komitmen kurangi 60 persen emisi karbon melalui sektor alam

Baca juga: OJK sebut produk keuangan ilegal menjadi isu krusial di masyarakat


Mahendra menjelaskan, berbeda dengan POJK 22/POJK.01/2015 sebelumnya yang juga membahas kejahatan sektor keuangan, POJK yang baru saat ini merupakan wujud simplifikasi aturan yang lama, serta memberikan mandat OJK untuk melakukan penyidikan tidak hanya terhadap yang di bawah pengaturan OJK, melainkan juga industri keuangan yang berisiko secara keseluruhan.

"Nah kalau yang lama itu dalam prospek bidangnya, itu kan sesuai dengan Undang-Undangnya hanya yang terkait dengan industri ataupun bidang usaha pengaturan OJK. Tapi dengan UU P2SK ini memberikan mandat untuk keseluruhan, bukan hanya di bawah pengaturan, apapun yang tentu memiliki kaitan dengan risiko melanggar," ujarnya

Adapun sektor jasa keuangan yang dimaksud dalam POJK ini meliputi perbankan, pasar modal, keuangan derivatif dan bursa karbon, lalu perasuransian, penjaminan dan dana pensiun.

Selanjutnya juga meliputi lembaga pembiayaan, perusahaan modal ventura, lembaga keuangan mikro, dan LJK lainnya, inovasi teknologi sektor keuangan serta aset keuangan digital dan aset kripto, serta perilaku pelaku usaha jasa keuangan serta pelaksanaan edukasi, dan pelindungan konsumen yang mencakup kegiatan konvensional dan syariah.

Pada Pasal 6, juga dijelaskan bahwa penyidik OJK berwenang untuk menentukan dilakukan atau tidak dilakukan penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana di sektor jasa keuangan yang dilakukan sebelum penyidikan dimulai. Dalam melaksanakan penyidikan, OJK disebut berkoordinasi dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pada tahap penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (2), pihak yang diduga melakukan tindak pidana di sektor jasa keuangan juga dapat mengajukan permohonan kepada OJK untuk penyelesaian pelanggaran atas peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Penyelesaian pelanggaran dilakukan dengan mengajukan permohonan kepada OJK dengan memuat nilai kerugian yang ditimbulkan dan dasar perhitungannya, jumlah korban yang dirugikan dan keterangan lain terkait korban, bentuk penyelesaian kerugian dan jangka waktu penyelesaian, klausul jika kerugian tidak diselesaikan OJK berwenang melanjutkan ke tahap penyidikan, dan upaya perbaikan proses bisnis dan tata kelola.

Baca juga: OJK menerbitkan aturan penyidikan tindak pidana sektor jasa keuangan

Baca juga: OJK: Tingkat ketiadaan keuangan di ASEAN turun jadi 22,6 persen