Guru Besar FKUI bicara hasil semprotkan air ke jalan demi cegah polusi
27 Agustus 2023 10:28 WIB
Ilustrasi - Mobil dari Sudin Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) Jakarta Timur tengah melakukan penyemprotan air di Jalan MT Haryono, Cawang, Jakarta Timur, Jumat (25/8/2023). Penyemprotan jalan itu dalam rangka mengendalikan polusi udara di Jakarta. (ANTARA/Syaiful Hakim)
Jakarta (ANTARA) - Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Prof Tjandra Yoga Aditama merujuk studi yang mengemukakan bahwa menyemprotkan air ke jalan dapat mencegah polusi udara, salah satunya studi di China.
Menurut penelitian yang dipublikasikan dalam Jurnal Ilmiah “Toxics” pada Juni 2021 ini, sambung dia melalui pesan elektroniknya, Minggu, penyemprotan air dalam skala besar di jalan bukannya mencegah polusi udara tetapi justru menambah polusi karena cenderung meningkatkan konsentrasi PM 2.5-indikator dalam polusi udara- dan juga kelembapan.
Baca juga: Pengembangan transportasi energi terbarukan perlu untuk cegah polusi
Di sisi lain, Tjandra menyebutkan studi dalam “Environmental Chemistry Letters volume” tahun 2014 yang menyebutkan penyemprotan air secara geoengineering atau menggunakan seperangkat teknologi untuk intervensi iklim dalam upaya untuk memulihkan perubahan iklim, dapat menurunkan kadar polusi PM 2.5 secara efisien.
"Tetapi memang metodologi penelitian tahun 2014 ini tidaklah selengkap penelitian di jurnal 'Toxic' yang juga tahunnya lebih baru, 2021 sehingga secara ilmiah kita jelas membandingkan keduanya," kata Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI itu.
Sementara itu, sambung dia, sebuah laporan penelitian lanjutan pada Maret 2022 dalam Jurnal ilmiah “Proc. ACM Interact. Mob. Wearable Ubiquitous Technol” memberi perspektif yang berbeda.
Peneliti menggunakan metode “iSpray (Intellegent Spraying)” yang dinilai sebagai suatu desain perangkat lunak baru tentang teknik penyemprotan air yang lebih baik.
Hasil penelitian menyebutkan “iSpray” dengan intelegensia memberi cara penyemprotan yang lebih efisien dan memberi dampak baik pula pada penanganan polusi udara.
Menurut Tjandra, India pernah mencoba menyemprotkan air saat Kota New Delhi mengalami polusi udara. Namun ini tidak memberikan hasil yang memadai, dan media The Times of India pada November 2020 menyatakan bahwa menyemprotkan air mungkin tidak membuat masyarakat mendapatkan udara bersih.
Laporan mengungkapkan penyemprotan air akan ada gunanya hanya pada daerah yang sedang banyak membangun gedung dan menimbulkan debu, yang apabila terbawa angin dapat menyebabkan banyak debu beterbangan.
"Dengan beberapa penjelasan di atas maka memang harus betul-betul dianalisa secara ilmiah cara apa yang akan kita gunakan untuk mengatasi polusi udara yang masih terus buruk pada hari-hari ini," demikian kesimpulan Tjandra.
Baca juga: Dokter: Cegah polusi, gunakan masker bedah saat di luar ruangan
Baca juga: Dinkes ajak warga batasi aktivitas luar ruang cegah dampak udara buruk
Baca juga: Cegah polusi udara, IAKMI: Warga Tangsel mesti gunakan masker
Menurut penelitian yang dipublikasikan dalam Jurnal Ilmiah “Toxics” pada Juni 2021 ini, sambung dia melalui pesan elektroniknya, Minggu, penyemprotan air dalam skala besar di jalan bukannya mencegah polusi udara tetapi justru menambah polusi karena cenderung meningkatkan konsentrasi PM 2.5-indikator dalam polusi udara- dan juga kelembapan.
Baca juga: Pengembangan transportasi energi terbarukan perlu untuk cegah polusi
Di sisi lain, Tjandra menyebutkan studi dalam “Environmental Chemistry Letters volume” tahun 2014 yang menyebutkan penyemprotan air secara geoengineering atau menggunakan seperangkat teknologi untuk intervensi iklim dalam upaya untuk memulihkan perubahan iklim, dapat menurunkan kadar polusi PM 2.5 secara efisien.
"Tetapi memang metodologi penelitian tahun 2014 ini tidaklah selengkap penelitian di jurnal 'Toxic' yang juga tahunnya lebih baru, 2021 sehingga secara ilmiah kita jelas membandingkan keduanya," kata Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI itu.
Sementara itu, sambung dia, sebuah laporan penelitian lanjutan pada Maret 2022 dalam Jurnal ilmiah “Proc. ACM Interact. Mob. Wearable Ubiquitous Technol” memberi perspektif yang berbeda.
Peneliti menggunakan metode “iSpray (Intellegent Spraying)” yang dinilai sebagai suatu desain perangkat lunak baru tentang teknik penyemprotan air yang lebih baik.
Hasil penelitian menyebutkan “iSpray” dengan intelegensia memberi cara penyemprotan yang lebih efisien dan memberi dampak baik pula pada penanganan polusi udara.
Menurut Tjandra, India pernah mencoba menyemprotkan air saat Kota New Delhi mengalami polusi udara. Namun ini tidak memberikan hasil yang memadai, dan media The Times of India pada November 2020 menyatakan bahwa menyemprotkan air mungkin tidak membuat masyarakat mendapatkan udara bersih.
Laporan mengungkapkan penyemprotan air akan ada gunanya hanya pada daerah yang sedang banyak membangun gedung dan menimbulkan debu, yang apabila terbawa angin dapat menyebabkan banyak debu beterbangan.
"Dengan beberapa penjelasan di atas maka memang harus betul-betul dianalisa secara ilmiah cara apa yang akan kita gunakan untuk mengatasi polusi udara yang masih terus buruk pada hari-hari ini," demikian kesimpulan Tjandra.
Baca juga: Dokter: Cegah polusi, gunakan masker bedah saat di luar ruangan
Baca juga: Dinkes ajak warga batasi aktivitas luar ruang cegah dampak udara buruk
Baca juga: Cegah polusi udara, IAKMI: Warga Tangsel mesti gunakan masker
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023
Tags: