Menperin: tekstil andalan persaingan AEC
18 April 2013 15:15 WIB
Munas XIII Asosiasi Pertekstilan Indonesia Menteri Perindustrian Mohamad S. Hidayat didampingi Ketua API Ade Sudrajat (tengah)dan Wakil Ketua API Mintarjo Hakim memperhatikan mesin rajut pada Pameran Indo Intertex, Inatex, dan Indo Dyechem di JI EXPO Kemayoran, Jakarta 18 April 2013 (kemenperin.go.id)
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat mengatakan industri tekstil merupakan andalan pemerintah dalam persaingan internasional, khususnya menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Komunitas ASEAN 2015.
"Industri tekstil merupakan andalan pemerintah untuk bersaing secara internasional, terutama pada AEC 2015," kata Hidayat usai membuka Munas Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), di Jakarta, Kamis.
Hidayat mengatakan, total populasi di ASEAN kurang lebih sebanyak 600 juta jiwa, sementara Indonesia memiliki 240 juta penduduk, jika kita tidak mampu bersaing maka nantinya Indonesia hanya akan menjadi pasar bagi komunitas ASEAN.
"Oleh karena itu, tekstil harus kompetitif agar bisa mengekspor ke negara lain," kata Hidayat menambahkan.
Menurut dia, pihaknya juga telah melakukan pembicaraan dengan para pengusaha tekstil Indonesia untuk bisa menyiapkan `road map` atau peta industri tekstil untuk ke depan.
"Memang kekurangan kita adalah di mesin karena mulai dari komponen hingga mesin sendiri itu kita harus impor, dan hal tersebut yang melemahkan daya saing kita," kata Menperin menjelaskan.
Dengan kondisi seperti itu, lanjut dia, maka pemerintah telah memberikan `tax holiday` untuk investor yang akan berinvestasi mesin di Indonesia, dan telah ada beberapa negara yang berminat untuk melakukan investasi.
Ia menjelaskan, saat ini terdapat sekitar 2.900 pabrik tekstil di Indonesia, dan sekitar 500 di antaranya membutuhkan peremajaan mesin beserta komponennya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan bahwa pihaknya menyambut baik permintaan Menteri Peridustrian untuk menyiapkan peta industri tekstil Indonesia.
"Yang akan kita siapkan antara lain adalah negara-negara mana yang bisa didekati agar bisa meningkatkan ekspor, dan juga bagaimana ke depannya Indonesia mampu membuat mesin sendiri," ujar Ade.
Ia menjelaskan, untuk pembuatan mesin sendiri harus didahului dengan industri komponen, dan juga harus didukung dengan industri motor penggerak dan utamanya adalah sektor-sektor industri ringan.
Indonesia merupakan salah satu pemasok tekstil dan produk tekstil (TPT) dan mampu memenuhi 1,8 persen kebutuhan dunia dengan nilai ekspor mencapai 12,46 miliar dolar AS atau setara dengan 10,7 persen dari total ekspor non-migas.
"Industri tekstil merupakan andalan pemerintah untuk bersaing secara internasional, terutama pada AEC 2015," kata Hidayat usai membuka Munas Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), di Jakarta, Kamis.
Hidayat mengatakan, total populasi di ASEAN kurang lebih sebanyak 600 juta jiwa, sementara Indonesia memiliki 240 juta penduduk, jika kita tidak mampu bersaing maka nantinya Indonesia hanya akan menjadi pasar bagi komunitas ASEAN.
"Oleh karena itu, tekstil harus kompetitif agar bisa mengekspor ke negara lain," kata Hidayat menambahkan.
Menurut dia, pihaknya juga telah melakukan pembicaraan dengan para pengusaha tekstil Indonesia untuk bisa menyiapkan `road map` atau peta industri tekstil untuk ke depan.
"Memang kekurangan kita adalah di mesin karena mulai dari komponen hingga mesin sendiri itu kita harus impor, dan hal tersebut yang melemahkan daya saing kita," kata Menperin menjelaskan.
Dengan kondisi seperti itu, lanjut dia, maka pemerintah telah memberikan `tax holiday` untuk investor yang akan berinvestasi mesin di Indonesia, dan telah ada beberapa negara yang berminat untuk melakukan investasi.
Ia menjelaskan, saat ini terdapat sekitar 2.900 pabrik tekstil di Indonesia, dan sekitar 500 di antaranya membutuhkan peremajaan mesin beserta komponennya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan bahwa pihaknya menyambut baik permintaan Menteri Peridustrian untuk menyiapkan peta industri tekstil Indonesia.
"Yang akan kita siapkan antara lain adalah negara-negara mana yang bisa didekati agar bisa meningkatkan ekspor, dan juga bagaimana ke depannya Indonesia mampu membuat mesin sendiri," ujar Ade.
Ia menjelaskan, untuk pembuatan mesin sendiri harus didahului dengan industri komponen, dan juga harus didukung dengan industri motor penggerak dan utamanya adalah sektor-sektor industri ringan.
Indonesia merupakan salah satu pemasok tekstil dan produk tekstil (TPT) dan mampu memenuhi 1,8 persen kebutuhan dunia dengan nilai ekspor mencapai 12,46 miliar dolar AS atau setara dengan 10,7 persen dari total ekspor non-migas.
Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013
Tags: