Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Saleh Partaonan Daulay menyayangkan permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan Ujian Nasional (UN) sejak Senin (15/4) akibat terlambatnya pencetakan dan pengiriman naskah soal ke 11 provinsi.

"Walau sudah ada permintaan maaf, persoalan ini tidak boleh dianggap selesai. Apalagi, kasus seperti ini baru pertama sekali terjadi dalam sejarah pelaksanaan UN di tanah air," kata Saleh Partaonan Daulay di Jakarta, Rabu.

Saleh mengatakan Menteri Pendidikan Mohammad Nuh selama ini dinilai tidak pernah mendengar masukan dari pihak luar. Usulan agar pelaksanaan UN segera dihapuskan tetap diabaikan. Sementara, penyelenggaraannya semakin lama semakin semrawut dan muncul persoalan baru.

Persoalan terbaru, kata Saleh, adalah kebijakan Kemdikbud mengenai 20 jenis variasi soal. Kebijakan itu dinilai sebagai salah satu faktor keterlambatan pencetakan dan pengiriman soal-soal UN.

"Mencetak, mengklasifikasi, dan mendistribusikan 20 jenis soal tentu memakan waktu yang tidak sedikit," ujarnya

Selain itu, Saleh menilai pelaksanaan UN tidak berdampak bagi peningkatan kualitas peserta didik. Sebab, UN justru mendorong ketidakjujuran di kalangan lembaga-lembaga pendidikan dan juga para peserta didik.

Karena takut siswanya tidak lulus UN, banyak sekolah terdorong bermain curang dengan memberikan jawaban kepada para siswanya.

"Kalau ada 20 siswa yang tidak lulus, citra sekolah menjadi turun. Agar citra bisa dipertahankan, pihak sekolah seringkali mencari jalan pintas. Para siswa telah dibekali jawaban satu hari sebelum UN dilaksanakan," tuturnya.

Di samping itu, Saleh juga menilai pelaksanaan UN menghabiskan anggaran yang tidak sedikit. Anggaran besar itu harus dikeluarkan secara reguler setiap tahun.

"Padahal, jika evaluasi akhir siswa dipercayakan kepada pihak sekolah, banyak program lain yang bisa dilaksanakan dengan mempergunakan anggaran UN," katanya.

Saleh mengatakan dari sejumlah penelitian yang dilakukan, UN dinyatakan bukan instrumen evaluasi pendidikan yang baik. Karena itu, Kemdikbud diminta untuk segera menghentikan program yang mubazir tersebut. (D018/Z003)