Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Kamaruddin Amin mengatakan Indonesia sebagai salah satu anggota PBB memiliki tugas mengarusutamakan Resolusi 16/18 United Nations Human Rights Council (UNHRC) sebagai senjata dalam melawan intoleransi berbasis agama.

"Dalam konteks global sangat penting, karena kita tahu sekarang di sejumlah belahan dunia terjadi kekerasan berbasis agama dan intoleransi. Sehingga upaya untuk mengarusutamakan memperkuat resolusi HAM PBB harus menjadi konsen kolektif global dan kita tentu bisa melakukannya," ujar Kamaruddin Amin di Jakarta, Kamis.

Kamaruddin mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir, perilaku diskriminasi dan intoleransi berbasis agama dan kepercayaan kerap terjadi di seluruh belahan dunia. Setiap negara perlu memberikan perhatian serius karena sikap tercela tersebut jika dibiarkan hanya akan menghambat kemajuan sebuah negara dan bahkan bisa berakhir pada perpecahan.

Baca juga: UNHCR: Jumlah pengungsi Sudan lebih dari 4 juta orang

Oleh karena itu, Indonesia berkomitmen secara kuat untuk mengimplementasikan budaya toleransi, sekaligus mendorong setiap negara di dunia memandang United Nations Human Rights Council (UNHRC) Resolution 16/18 sebagai sebuah kebutuhan

"Saya kira Indonesia menjadi negara yang mengambil ikhtiar ini sebagai salah satu tugas Indonesia sebagai anggota PBB untuk bisa mengarusutamakan dan memperkuat resolusi PBB ini," katanya.

Kamaruddin menyampaikan, Indonesia sebagai negara multikultural, multiagama, dan multietnis memiliki peran penting dalam menyuarakan Resolusi Dewan HAM PBB 16/18 ke masyarakat global.

Sebab, sebagai bangsa yang multikultural, kata dia, toleransi menjadi hal yang fundamental atau penentu utama sukses atau tidak dalam berbangsa dan bernegara. Indonesia dinilai sukses dalam mengelola keragaman karena menjadi negara yang paling stabil dalam sosial politik.

Baca juga: BRIN rumuskan model pemberdayaan relevan bagi pengungsi luar negeri

"Dan ini menurut saya sebuah kesuksesan yang luar biasa oleh Indonesia yang harus kita jaga harus kita rawat," kata dia.

Maka dari itu, forum Jakarta Plurilateral Dialogue (JPD) 2023 pada 29-31 Agustus 2023 menjadi medium penting dalam memberikan pandangan-pandangan melawan kekerasan berbasis agama, untuk kemudian diteruskan kepada dunia.

Senada dengan Kamaruddin, Dirjen Informasi Diplomasi Publik Kemenlu Teuku Faizasyah menyatakan agenda JPD 2023 yang diselenggarakan oleh Kantor Staf Presiden, Kementerian Agama, dan Kementerian Luar Negeri RI ini nantinya akan berkontribusi pada upaya global Indonesia dalam memerangi intoleransi beragama, kekerasan, dan diskriminasi.

"JPD adalah forum strategis untuk menunjukkan komitmen Indonesia, di antaranya berbagai inisiatif nasional dalam moderasi beragama dan penguatan budaya toleransi untuk dapat menjadi lesson learned bagi negara-negara sahabat. Hal ini yang akan Indonesia perjuangkan lebih lanjut apabila terpilih menjadi anggota Dewan HAM PBB 2024-2026," kata dia.

Baca juga: UNHCR: Lebih dari 2,4 juta pengungsi perlu pemukiman kembali di 2024