Gubernur Kepri temui Menteri KKP bahas regulasi kelautan dan perikanan
24 Agustus 2023 22:28 WIB
Gubernur Kepri Ansar Ahmad dan jajaran beraudiensi dengan Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono di ruang rapat gedung Wahana Bahari KKP di Jakarta, Kamis (24/8/2023). (ANTARA/HO-Humas Pemprov Kepri)
Tanjungpinang (ANTARA) - Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Ansar Ahmad menemui Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono guna membahas soal regulasi kelautan dan perikanan.
Regulasi dimaksud yaitu berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur, yang diundangkan pada 6 Maret 2023 dan PP Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
"Kami meminta arahan Menteri KKP mengenai dua PP tersebut yang berdampak pada sektor kelautan dan perikanan di Kepri," kata Gubernur Ansar di ruang rapat gedung Wahana Bahari KKP di Jakarta sebagaimana siaran pers tertulis yang diterima di Tanjungpinang, Kepri, Kamis (24/8).
Baca juga: Penangkapan ikan terukur untuk produktivitas dan keberlanjutan
Ansar melaporkan kepada Menteri KKP bahwa kelompok nelayan di Kepri terus melakukan protes dan unjuk rasa terkait dengan terbitnya PP Nomor 11 Tahun 2023.
Menurutnya nelayan Kepri keberatan dengan peraturan pemerintah itu yang mengklasifikasikan kapal dengan 1-5 gross tonnage (GT) sebagai ukuran kecil sedangkan 6-10 GT sebagai ukuran sedang. Padahal, berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan Kecil, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam, nelayan kecil adalah nelayan yang menggunakan kapal perikanan ukuran sampai dengan 10 GT.
"Para kelompok nelayan memohon agar dikembalikan nelayan kecil tetap 1-10 GT," ucap Ansar.
Selain itu, kata Ansar, para nelayan juga merasa terbebani dengan adanya kewajiban pemasangan Vessel Monitoring System (VMS) dengan harga yang lumayan besar ditambah adanya pembiayaan air time juga dan adanya penarikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar lima persen.
"Sektor kelautan dan perikanan merupakan potensi yang paling besar karena 97 persen wilayah Kepri adalah laut, sehingga harus diperhatikan dan dimanfaatkan agar dampaknya bisa dikelola oleh daerah dan dirasakan masyarakat khususnya para nelayan," katanya pula.
Baca juga: Anggota DPR meminta Menteri KKP tinjau ulang besaran PNBP nelayan Aceh
Menanggapi laporan itu, Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono menjelaskan bahwa PP Nomor 11 Tahun 2023 bertujuan untuk mengatur zona penangkapan ikan terukur yang berada di atas 12 mil dari pantai.
Nelayan yang beroperasi di zona tersebut harus mendapatkan izin dari pusat, yaitu KKP.
Selain itu, sambungnya, PP Nomor 11 Tahun 2023 juga mengatur mengenai kuota penangkapan ikan pada zona penangkapan ikan terukur yang dihitung berdasarkan potensi sumber daya ikan yang tersedia dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan dengan mempertimbangkan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan.
Menurutnya esensi dari PP Nomor 11 Tahun 2023 ini prinsipnya untuk kepentingan lokal. Wilayah yang punya zona harus menjadi tuan rumah di tempatnya.
Baca juga: Menilik upaya KKP dalam memanfaatkan komoditas kelautan perikanan
"Apa yang kami lakukan adalah nelayan lokal dan nelayan zona tidak dipungut biaya sama sekali. Data nelayan lokal sudah ada, tugas kita berantas para pengusaha yang masih nakal. Setelah tata kelola ini dilakukan dengan baik, saya rasa nelayan daerah bisa berkembang dan populasi perikanan kita terkontrol dengan baik sesuai laporan yang diberikan," papar Menteri KKP.
Menteri KKP berharap dengan telah dikeluarkannya PP Nomor 11 Tahun 2023, kelestarian sumber daya ikan tetap terjaga dan dapat memberikan kesejahteraan nelayan, menyediakan perluasan dan kesempatan kerja, meningkatkan nilai tambah dan daya saing hasil perikanan, kepastian berusaha, kontribusi bagi dunia usaha, serta bagi negara.
Sementara itu, terkait dengan PP 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut, Menteri KKP mengatakan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan sedimentasi sudah dikoordinasikan dengan Menteri Keuangan.
"Jadi sebelum pengusaha melakukan sedimentasi harus bayar dulu PNBP nya di awal, kemudian diberikan izin. Untuk lokal 30 persen dan untuk ekspor 35 persen," ungkapnya.
Baca juga: DKP Aceh: ASEAN jadi lokasi transit untuk ekspor hasil perikanan
Audiensi antara Gubernur Kepri dan Menteri KKP berlangsung dengan penuh keakraban dan saling pengertian.
Kedua pihak sepakat untuk terus bersinergi dalam mengembangkan sektor kelautan dan perikanan di Provinsi Kepri demi kesejahteraan masyarakat dan kemajuan bangsa.
Regulasi dimaksud yaitu berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur, yang diundangkan pada 6 Maret 2023 dan PP Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
"Kami meminta arahan Menteri KKP mengenai dua PP tersebut yang berdampak pada sektor kelautan dan perikanan di Kepri," kata Gubernur Ansar di ruang rapat gedung Wahana Bahari KKP di Jakarta sebagaimana siaran pers tertulis yang diterima di Tanjungpinang, Kepri, Kamis (24/8).
Baca juga: Penangkapan ikan terukur untuk produktivitas dan keberlanjutan
Ansar melaporkan kepada Menteri KKP bahwa kelompok nelayan di Kepri terus melakukan protes dan unjuk rasa terkait dengan terbitnya PP Nomor 11 Tahun 2023.
Menurutnya nelayan Kepri keberatan dengan peraturan pemerintah itu yang mengklasifikasikan kapal dengan 1-5 gross tonnage (GT) sebagai ukuran kecil sedangkan 6-10 GT sebagai ukuran sedang. Padahal, berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan Kecil, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam, nelayan kecil adalah nelayan yang menggunakan kapal perikanan ukuran sampai dengan 10 GT.
"Para kelompok nelayan memohon agar dikembalikan nelayan kecil tetap 1-10 GT," ucap Ansar.
Selain itu, kata Ansar, para nelayan juga merasa terbebani dengan adanya kewajiban pemasangan Vessel Monitoring System (VMS) dengan harga yang lumayan besar ditambah adanya pembiayaan air time juga dan adanya penarikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar lima persen.
"Sektor kelautan dan perikanan merupakan potensi yang paling besar karena 97 persen wilayah Kepri adalah laut, sehingga harus diperhatikan dan dimanfaatkan agar dampaknya bisa dikelola oleh daerah dan dirasakan masyarakat khususnya para nelayan," katanya pula.
Baca juga: Anggota DPR meminta Menteri KKP tinjau ulang besaran PNBP nelayan Aceh
Menanggapi laporan itu, Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono menjelaskan bahwa PP Nomor 11 Tahun 2023 bertujuan untuk mengatur zona penangkapan ikan terukur yang berada di atas 12 mil dari pantai.
Nelayan yang beroperasi di zona tersebut harus mendapatkan izin dari pusat, yaitu KKP.
Selain itu, sambungnya, PP Nomor 11 Tahun 2023 juga mengatur mengenai kuota penangkapan ikan pada zona penangkapan ikan terukur yang dihitung berdasarkan potensi sumber daya ikan yang tersedia dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan dengan mempertimbangkan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan.
Menurutnya esensi dari PP Nomor 11 Tahun 2023 ini prinsipnya untuk kepentingan lokal. Wilayah yang punya zona harus menjadi tuan rumah di tempatnya.
Baca juga: Menilik upaya KKP dalam memanfaatkan komoditas kelautan perikanan
"Apa yang kami lakukan adalah nelayan lokal dan nelayan zona tidak dipungut biaya sama sekali. Data nelayan lokal sudah ada, tugas kita berantas para pengusaha yang masih nakal. Setelah tata kelola ini dilakukan dengan baik, saya rasa nelayan daerah bisa berkembang dan populasi perikanan kita terkontrol dengan baik sesuai laporan yang diberikan," papar Menteri KKP.
Menteri KKP berharap dengan telah dikeluarkannya PP Nomor 11 Tahun 2023, kelestarian sumber daya ikan tetap terjaga dan dapat memberikan kesejahteraan nelayan, menyediakan perluasan dan kesempatan kerja, meningkatkan nilai tambah dan daya saing hasil perikanan, kepastian berusaha, kontribusi bagi dunia usaha, serta bagi negara.
Sementara itu, terkait dengan PP 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut, Menteri KKP mengatakan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan sedimentasi sudah dikoordinasikan dengan Menteri Keuangan.
"Jadi sebelum pengusaha melakukan sedimentasi harus bayar dulu PNBP nya di awal, kemudian diberikan izin. Untuk lokal 30 persen dan untuk ekspor 35 persen," ungkapnya.
Baca juga: DKP Aceh: ASEAN jadi lokasi transit untuk ekspor hasil perikanan
Audiensi antara Gubernur Kepri dan Menteri KKP berlangsung dengan penuh keakraban dan saling pengertian.
Kedua pihak sepakat untuk terus bersinergi dalam mengembangkan sektor kelautan dan perikanan di Provinsi Kepri demi kesejahteraan masyarakat dan kemajuan bangsa.
Pewarta: Ogen
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2023
Tags: