Dahlan: Inalum segera menjadi BUMN ke-143
16 April 2013 23:32 WIB
Produksi Aluminium Pekerja mengikat aluminium yang telah dicetak di pabrik peleburan PT Inalum, Kabupaten Batu Bara, Sumut, (FOTO ANTARA/Irsan Mulyadi)
Jakarta (ANTARA News) - Menteri BUMN Dahlan Iskan mengatakan mulai Oktober 2013 PT Inalum akan menjadi BUMN yang ke-143, setelah masa kontraknya berakhir.
"Setelah masa kontrak berakhir, otomatis Inalum menjadi BUMN, karena 100 persen sahamnya dikuasai negara," kata Dahlan di Jakarta, Selasa. "Jadi, ini bukan pengambilalihan, tetapi sudah menjadi BUMN."
Meski demikian, mantan Dirut PT PLN ini mengatakan belum mengetahui harga pembelian Inalum, karena masih dirundingkan.
Dahlan menjelaskan, di satu sisi pengambilalihan Inalum tersebut akan menambah jumlah BUMN.
Namun, di sisi lain, Kementerian BUMN sedang berupaya untuk menyesuaikan jumlah (right sizing) BUMN dari 142 perusahaan saat menjadi hanya sekitar 86 BUMN pada 2014, dan sebanyak 25 BUMN pada tahun 2025.
Sementara itu, Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan masih ada perbedaan nilai buku BPKP dengan pemerintah Jepang terkait aset perusahaan Inalum, hingga mencapai 140 juta dolar AS.
"Yang jadi masalah nilai buku BPKP beda dengan Jepang, karena Jepang memegang pada nilai buku revaluasi 1998, kita pegang sebelum revaluasi," ujar Hidayat.
Hidayat yang juga Ketua Tim Pengambilalihan saham Inalum mengatakan, gelontoran dana pengambilalihan Inalum mencapai sebesar Rp7 triliun, yang diperoleh dari APBN 2012 sebesar Rp2 triliun, dan sebesar Rp5 triliun pada APBN 2013 yang masih dalam proses pembahasan.
Proyek Inalum merupakan hasil kerja sama antara pemerintah Indonesia dan konsorsium investor asal Jepang yang tergabung dalam Nippon Asahan Alumunium Co. Ltd (NAA).
Pemerintah Indonesia saat ini menguasai 41,12 persen saham, sedangkan sisanya dikuasai Nippon Asahan Alumunium. Kerja sama kedua pihak dimulai sejak 1975 dan berakhir pada tahun 2013.
"Setelah masa kontrak berakhir, otomatis Inalum menjadi BUMN, karena 100 persen sahamnya dikuasai negara," kata Dahlan di Jakarta, Selasa. "Jadi, ini bukan pengambilalihan, tetapi sudah menjadi BUMN."
Meski demikian, mantan Dirut PT PLN ini mengatakan belum mengetahui harga pembelian Inalum, karena masih dirundingkan.
Dahlan menjelaskan, di satu sisi pengambilalihan Inalum tersebut akan menambah jumlah BUMN.
Namun, di sisi lain, Kementerian BUMN sedang berupaya untuk menyesuaikan jumlah (right sizing) BUMN dari 142 perusahaan saat menjadi hanya sekitar 86 BUMN pada 2014, dan sebanyak 25 BUMN pada tahun 2025.
Sementara itu, Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan masih ada perbedaan nilai buku BPKP dengan pemerintah Jepang terkait aset perusahaan Inalum, hingga mencapai 140 juta dolar AS.
"Yang jadi masalah nilai buku BPKP beda dengan Jepang, karena Jepang memegang pada nilai buku revaluasi 1998, kita pegang sebelum revaluasi," ujar Hidayat.
Hidayat yang juga Ketua Tim Pengambilalihan saham Inalum mengatakan, gelontoran dana pengambilalihan Inalum mencapai sebesar Rp7 triliun, yang diperoleh dari APBN 2012 sebesar Rp2 triliun, dan sebesar Rp5 triliun pada APBN 2013 yang masih dalam proses pembahasan.
Proyek Inalum merupakan hasil kerja sama antara pemerintah Indonesia dan konsorsium investor asal Jepang yang tergabung dalam Nippon Asahan Alumunium Co. Ltd (NAA).
Pemerintah Indonesia saat ini menguasai 41,12 persen saham, sedangkan sisanya dikuasai Nippon Asahan Alumunium. Kerja sama kedua pihak dimulai sejak 1975 dan berakhir pada tahun 2013.
Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013
Tags: