JPU tuntut penyuap pejabat DJKA dihukum penjara 4 tahun 2 bulan
24 Agustus 2023 13:56 WIB
Direktur PT Istana Putra Agung Dion Renato Sugiarto (kiri) terdakwa dugaan suap kepada pejabat Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan berkonsultasi dengan penasihat hukumnya dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Kamis (24/8/2023). (ANTARA/ I.C.Senjaya)
Semarang (ANTARA) - Jaksa penuntut umum meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman penjara 4 tahun 2 bulan kepada Direktur PT Istana Putra Agung Dion Renato Sugiarto selaku terdakwa dugaan suap pejabat Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan.
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Kamis, Jaksa Penuntut Umum Dicky Wahyu juga menuntut terdakwa dengan hukuman denda sebesar Rp250 juta yang jika tidak dibayarkan akan diganti dengan kurungan selama enam bulan.
Dion Renato diduga memberikan suap untuk memperoleh pekerjaan pembangunan dan peningkatan jalur kereta api di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan.
"Menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata Dicky Wahyu dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Gatot Sarwadi tersebut.
Baca juga: Terdakwa: Anggaran proyek JGSS 6 di Solo baru cair 30 persen
Dalam tuntutannya, jaksa merinci besaran suap yang berasal dari fee tiga proyek pada Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Wilayah Jawa Bagian Tengah mencapai Rp28,9 miliar.
Fee tersebut berasal dari proyek paket pekerjaan jalur ganda kereta elevated antara Solo Balapan-Kadipiro KM 104+900 sampai dengan KM 106+900 (JGSS 4), proyek jalur ganda kereta Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso (JGSS 6), dan Track Layout Stasiun Tegal.
Pada proyek JGSS 4, besaran fee yang diberikan terdakwa mencapai Rp9,2 miliar.
Uang sebanyak itu, antara lain diperuntukkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bernard Hasibuan sebesar Rp1,1 miliar, Kepala BTP Wilayah Jawa Bagian Tengah Putu Sumarjaya Rp50 juta per bulan dan biaya pendidikan sebesar Rp15 juta, serta Ketua Pokja ULP proyek JGSS 4 Risna Sutriyanto sebesar Rp800 juta.
Baca juga: Pengusaha Muhammad Suryo bantah keterangan sejumlah saksi suap DJKA
Selain itu, jaksa juga menyebut pemberian sleeping fee bagi pengusaha Billy Haryanto alias Billy Beras sebesar Rp3,2 miliar.
Pada proyek JGSS 6, total fee yang dibagikan oleh terdakwa mencapai Rp16,8 miliar.
Selain kepada PPK Bernard Hasibuan dan Kepala BTP Jawa Bagian Tengah Putu Sumarjaya, jaksa menyebut fee juga mengalir ke Pokja ULP Priyek JGSS 6 sebesar Rp720 juta, anggota DPR RI Sudewa Rp720 juta, serta sleeping fee kepada pengusaha Muhammad Suryo sebesar Rp9,5 miliar.
Kemudian pada proyek track layout Stasiun Tegal, besaran fee yang dibagikan mencapai Rp2,8 miliar, dengan Rp2,5 miliar di antaranya merupakan sleeping fee.
Dalam tuntutannya, jaksa menyebut perbuatan terdakwa tidak mendukung pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme serta merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pemerintah.
Atas tuntutan tersebut, hakim memberi kesempatan kepada terdakwa untuk menyampaikan pembelaan pada sidang yang akan datang.
Baca juga: Aliran suap proyek jalur KA diduga mengalir ke KAI Daop Bandung
Baca juga: "Fee" proyek mengalir hingga pegawai Balai Perkeretaapian di Semarang
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Kamis, Jaksa Penuntut Umum Dicky Wahyu juga menuntut terdakwa dengan hukuman denda sebesar Rp250 juta yang jika tidak dibayarkan akan diganti dengan kurungan selama enam bulan.
Dion Renato diduga memberikan suap untuk memperoleh pekerjaan pembangunan dan peningkatan jalur kereta api di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan.
"Menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata Dicky Wahyu dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Gatot Sarwadi tersebut.
Baca juga: Terdakwa: Anggaran proyek JGSS 6 di Solo baru cair 30 persen
Dalam tuntutannya, jaksa merinci besaran suap yang berasal dari fee tiga proyek pada Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Wilayah Jawa Bagian Tengah mencapai Rp28,9 miliar.
Fee tersebut berasal dari proyek paket pekerjaan jalur ganda kereta elevated antara Solo Balapan-Kadipiro KM 104+900 sampai dengan KM 106+900 (JGSS 4), proyek jalur ganda kereta Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso (JGSS 6), dan Track Layout Stasiun Tegal.
Pada proyek JGSS 4, besaran fee yang diberikan terdakwa mencapai Rp9,2 miliar.
Uang sebanyak itu, antara lain diperuntukkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bernard Hasibuan sebesar Rp1,1 miliar, Kepala BTP Wilayah Jawa Bagian Tengah Putu Sumarjaya Rp50 juta per bulan dan biaya pendidikan sebesar Rp15 juta, serta Ketua Pokja ULP proyek JGSS 4 Risna Sutriyanto sebesar Rp800 juta.
Baca juga: Pengusaha Muhammad Suryo bantah keterangan sejumlah saksi suap DJKA
Selain itu, jaksa juga menyebut pemberian sleeping fee bagi pengusaha Billy Haryanto alias Billy Beras sebesar Rp3,2 miliar.
Pada proyek JGSS 6, total fee yang dibagikan oleh terdakwa mencapai Rp16,8 miliar.
Selain kepada PPK Bernard Hasibuan dan Kepala BTP Jawa Bagian Tengah Putu Sumarjaya, jaksa menyebut fee juga mengalir ke Pokja ULP Priyek JGSS 6 sebesar Rp720 juta, anggota DPR RI Sudewa Rp720 juta, serta sleeping fee kepada pengusaha Muhammad Suryo sebesar Rp9,5 miliar.
Kemudian pada proyek track layout Stasiun Tegal, besaran fee yang dibagikan mencapai Rp2,8 miliar, dengan Rp2,5 miliar di antaranya merupakan sleeping fee.
Dalam tuntutannya, jaksa menyebut perbuatan terdakwa tidak mendukung pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme serta merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pemerintah.
Atas tuntutan tersebut, hakim memberi kesempatan kepada terdakwa untuk menyampaikan pembelaan pada sidang yang akan datang.
Baca juga: Aliran suap proyek jalur KA diduga mengalir ke KAI Daop Bandung
Baca juga: "Fee" proyek mengalir hingga pegawai Balai Perkeretaapian di Semarang
Pewarta: Immanuel Citra Senjaya
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2023
Tags: