Singapura (ANTARA) - Dolar mempertahankan penurunan tajam terhadap mata uang Asia pada Kamis, setelah data ekonomi global yang lebih lemah dari perkiraan memperkeruh prospek suku bunga dan mendorong turun imbal hasil AS menjelang simposium Jackson Hole Federal Reserve.

Dolar Australia, yang telah terpukul selama beberapa bulan karena tanda-tanda perlambatan China dan ketahanan di AS, melonjak 0,9 persen semalam setelah data PMI manufaktur dan jasa-jasa AS meleset dari ekspektasi.

"Data yang lebih lemah dari perkiraan menyebabkan pasar mengurangi ekspektasi mereka terhadap kebijakan AS," kata ahli strategi mata uang Commonwealth Bank of Australia, Carol Kong, dengan klaim pengangguran menjadi fokus berikutnya menjelang pidato Ketua Fed Jerome Powell pada Jumat (25/8/2023).

Dolar Selandia Baru juga melonjak semalam, begitu pula yen, yang melintas di bawah 145 terhadap dolar untuk pertama kalinya dalam lebih dari seminggu karena penurunan tajam dalam imbal hasil obligasi pemerintah AS.

Pergerakan lebih lanjut pasangan mata uang utama ini hanya sedikit pada perdagangan pagi di Asia, meninggalkan Aussie di 0,6479 dolar AS, Kiwi di 0,5976 dolar AS dan yen sedikit menguat ke 144,64 per dolar.

Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap sekeranjang enam mata uang utama, tetap lebih tinggi pada bulan ini, namun turun sekitar 0,2 persen semalam. Data PMI secara global lemah, yang mengurangi kenaikan euro dan mengirim sterling dalam perjalanan bolak-balik sebelum stabil di sekitar 1,2717 dolar.

Euro bertahan di 1,0865 dolar pada awal perdagangan Asia.

Kontraksi produksi manufaktur di Eropa berlanjut dan aktivitas jasa-jasa mengalami penurunan, menurut survei semalam. Produksi pabrik Inggris merosot, menyebabkan perekonomian berada di jalur resesi. Pertumbuhan aktivitas bisnis AS merupakan yang terlemah sejak Februari karena perekonomian tampaknya mulai terhenti.

Imbal hasil (yield) obligasi AS tenor sepuluh tahun anjlok 13 basis poin menjadi 4,198 persen, penurunan satu hari tertajam dalam lebih dari tiga bulan, yang telah meredam kenaikan baru-baru ini.

"Korelasi dolar dengan perbedaan suku bunga sangat kuat dalam beberapa minggu terakhir," kata kepala penelitian valas G10 Standard Chartered, Steve Englander, dikutip dari Reuters.

"Namun, kekhawatiran terhadap pertumbuhan global dan China mungkin cukup tinggi sehingga terjadi penurunan imbal hasil yang mendorong dolar lebih rendah untuk dilihat sebagai peluang beli dolar dan jual obligasi," katanya.

"Dasar kami tetap bahwa dolar AS rentan dalam jangka menengah, namun dalam jangka pendek, tidak jelas seberapa besar perubahan dalam prospek Fed diperlukan untuk membalikkan tren pasar saat ini."

Yuan China, yang didukung oleh pembelian bank-bank pemerintah dalam beberapa sesi terakhir, stabil di 7,2864 dalam perdagangan luar negeri yang tipis.

Baca juga: Dolar AS melemah karena aktivitas bisnis hampir terhenti
Baca juga: Dolar AS melemah di sesi Asia, yen mendekati 146 per dolar
Baca juga: Dolar dekat tertinggi dua bulan di awal Asia, yen di jalur intervensi