Jakarta (ANTARA News) - Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar dan telah membudidayakan rumput laut selama lebih dari 30 tahun, hingga kini masih belum menguasai pasar internasional untuk komoditas tersebut.

"Pasar rumput laut internasional pada 2012 sebesar 7 miliar dolar AS, sedangkan nilai rumput laut dari Indonesia masih 200 juta dolar AS," kata Ketua Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) Safari Azis di Jakarta, Senin.

Menurut Safari Azis, salah satu hambatan terbesar adalah masalah logistik seperti pengiriman rumput laut. Dari Ambon ke Surabaya , misalnya, dapat mencapai Rp1000 per kilogram, sedangkan pengiriman dari Surabaya ke China hanya sekitar Rp250 per kilogram.

Selain itu, menurut dia, para pembudidaya rumput laut juga memerlukan bimbingan untuk menemukan pasar bagi hasil olahan komoditas itu secara domestik.

Terlebih, lanjutnya, sejak adanya otonomi daerah banyak pemerintah lokal yang berlomba-lomba mengejar untuk memperoleh pendapatan asli daerah. Kondisi ini dapat mengurangi kondusifnya iklim bisnis di daerah tersebut.

Hal ini ironis mengingat Indonesia telah mengembangkan budidaya rumput laut sejak 1982, sedangkan sebelumnya Indonesia hanya mengekspor rumput laut alam dan bukan budidaya, ujarnya.

Safari Azis mengakui, pembudidayaan rumput laut di Indonesia masih terbilang telat karena Filipina telah mengembangkannya sejak tahun 1970-an.

Ia juga berpendapat, keterlambatan pengembangan budidaya rumput laut karena dulu terdahulu belum ada kementerian khusus yang mengurus rumput laut.

Sementara saat ini ada Kementerian Kelautan dan Perikanan yang bekerja sama dengan Kementerian Percepatan Daerah Tertinggal.