Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik Jeffrie Geovanie memberikan apresiasi atas format konvensi calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) Partai Demokrat, karena hal itu sebagai pelaksanaan pemilihan calon pemimpin Indonesia yang demokratis.

"Sangat cukup waktu bila konvensi capres Demokrat dimulai Juni 2013 ini dengan safari debat terbuka di kota-kota besar seperti Surabaya, Semarang, Medan, Makasar, Bandung, Lampung, Padang, Palembang, Malang, Yogyakarta," kata Jeffrie Geovanie, board of advisor CSIS itu dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat.

Jeffrie mengatakan, sebaiknya acara debat terbuka tersebut diadakan tiap hari Minggu sore, ditayangkan setidaknya di empat stasiun tv, dengan topik yang berganti tiap minggu.

"Setiap bulan juga diumumkan hasil survei bulanan terhadap capres-capres peserta konvensi. Maka masyarakat akan sangat antusias melihat dan mengikuti konvensi tiap saat sampai 2014 yang akan datang.," katanya.

Jeffrie mengharapkan, tokoh-tokoh seperti Jusuf Kalla, Mahfud MD, Dahlan Iskan, Gita Wirjawan, Chairul Tanjung, Sri Mulyani dan Irman Guzman akan bisa menjadi peserta konvensi capres Partai Demokrat.

"Bagaimana menentukan pemenang konvensi? Hanya satu cara yang efisien dan demokratis yaitu melalui survei langsung ke masyarakat Indonesia, tentu harus lembaga survei yg punya kredibilitas," katanya.

Sementara itu, Peneliti Maarif Institute Endang Tirtana mengharapkan, sistem konvensi capres yang dilakukan oleh Partai Demokrat itu mestinya juga ditiru partai-partai peserta pemilu 2014.

"Konvensi akan menunjukkan bahwa parpol telah beradaptasi dengan dinamika pemilih di Indonesia. Dengan kata lain, adalah partai modern yang merespon perubahan dan dinamis," katanya.

Menurut Endang, konvensi menjadi penting, karena fenomena Golput dan masa depan demokrasi Indonesia. Jumlah suara Golput yang konsisten meningkat menjadi pemenang dalam Pemilu, bisa menjadi menunjukkan keengganan masyarakat pemilih untuk berpartisipasi dalam pesta rakyat yang diadakan setiap lima tahun ini.

Untuk itu, kata Endang, konvensi bisa menjadi strategi untuk menarik kembali minat masyarakat dan kepercayaan masyarakat dan juga mendidik masyarakat untuk berpartisipasi dalam politik. (*)