Jakarta (ANTARA) - Kepala Divisi Respirologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo dr. Darmawan B. Setyanto Sp.A(K) mengatakan anak bisa terpapar polusi udara bahkan sejak dalam kandungan hingga dia lahir.

Darmawan saat diskusi daring di Jakarta, Jumat, menjelaskan saat dalam kandungan, anak terpapar polusi udara melalui transplasental dari ibu yang terpapar. Sedangkan pada anak yang sudah lahir, polusi udara dapat mempengaruhi sistem organ seperti kulit, udara yang dihirup, dan makanan yang masuk ke saluran cerna.

Pada organ sistem penapasan, lanjut Darmawan, polusi udara bisa menyebabkan iritasi yang kemudian berlanjut menjadi peradangan mulai dari hidung sebagai pintu gerbang sistem respiratori. Peradangan itu dapat menyebabkan infeksi di daerah faring, laring dan kemudian sampai ke paru-paru.

Gangguan itu bisa terjadi mulai dari dalam kandungan dan berlanjut saat anak lahir dengan gangguan di sistem respiratori sehingga akan menyebabkan anak mengidap penyakit asma, dan batuk.

Baca juga: IDAI: Wacana WFH bukan solusi polusi udara di DKI Jakarta

Selain itu, secara tumbuh kembang, paparan polusi udara pada anak dapat mengganggu masalah neurologi, gangguan saraf yang menyebabkan gangguan mental dan gangguan perkembangan gerak motorik baiknya kasar maupun halus.

“Artinya kalau semakin usia muda pada saat terpajan, semakin besar dampak negatif kerusakan yang disebabkan oleh pajanannya,” ucap Darmawan, yang juga Anggota Ikatan Dokter Indonesia.

Anak-anak lebih rentan terhadap polusi udara dibandingkan kelompok usia lain karena secara fisiologi mereka bernapas dengan laju napas yang lebih besar. Jika dihitung per kilogram berat badan, udara yang dihirup anak lebih banyak sehingga polutan yang dihirup juga akan lebih banyak.

Darmawan juga menilai polusi udara turut menyumbang terhadap kondisi stunting sebab polusi udara dapat mengurangi fungsi paru, yang mestinya berkembang lebih baik, dan meningkatkan infeksi respiratori akut.

"Yang paling kita takut adalah yang terkena di bagian parunya, yaitu pneumonia,” ucap Darmawan.

Baca juga: DKI Jakarta belum darurat penyakit akibat polusi udara

Dokter spesialis anak itu mengatakan setiap tahun 2,2 juta bayi atau orang meninggal belum waktunya karena sumbangan dari polusi udara ini, sementara 29 persen lainnya karena penyakit jantung, koroner, stroke dan juga penyakit paru dan penyakit respiratori yang lain.

Pada kelompok rentan lainnya seperti ibu hamil, paparan polusi udara dapat menyebabkan kelahiran bayi dengan berat badan rendah, meningkatkan risiko terjadinya kanker pada anak-anak dan jangka panjangnya akan meningkatkan risiko penyakit jantung dan diabetes pada anak saat dewasa.

Sumber polutan udara bisa berasal dari berbagai sumber, seperti ledakan gunung berapi, kebakaran hutan, dan yang disebabkan oleh manusia seperti penggunaan kendaraan bermotor, kegiatan pabrik dan asap rokok.

Untuk mencegah paparan polusi udara pada anak, Darmawan menyarankan untuk tinggal di rumah jika polusi tinggi, lakukan aktivitas dekat rumah agar tidak sering menggunakan transportasi, gunakan masker sebagai perlindungan, dan konsumsi makanan sehat.

Di dalam rumah, polusi udara bisa dikurangi dengan menggunakan penjernih udara dan tidak membakar sampah.

Baca juga: Selain ISPA, ini dampak lain paparan polusi udara pada tubuh

Baca juga: Kurangi aktivitas luar ruang minimalkan kena pajanan polusi udara

Baca juga: Dokter imbau lakukan pencegahan stunting sebelum usia anak dua tahun