Keluarga korban Cebongan minta hentikan labelisasi premanisme
12 April 2013 15:59 WIB
Empat keluarga korban kasus penyerangan di LP Cebongan, Sleman dengan membawa foto (kiri-kanan) Hendrik Angel Sahetapi alias Deki (31), Gameliel Yermianto Rohi Riwu alias Adi (29), Yohanis Juan Manbait (38), dan Adrianus Candra Galaja alias Dedi (33) usai memberikan keterangan kepada wartawan di Kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Jakarta, Selasa (9/4). (FOTO ANTARA/Dhoni Setiawan)
Jakarta (ANTARA News) - Keluarga korban penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Cebongan, Sleman, Yogyakarta, meminta penghentian labelisasi premanisme yang kerap ditujukan kepada anggota keluarga mereka yang tewas dalam kejadian itu.
Yani Rohi Riwu, kakak kandung Gamaliel Y. Rohi Riwu, di Jakarta, Jumat, meminta labelisasi terhadap saudara serta ketiga rekan lainnya yang tewas di Lapas Cebongan dicabut.
"Jangan label tersebut membuat pengalihan isu. Kesannya cuma empat orang saja. Kalau mereka (empat orang itu) preman, pelakunya disebut apa?," katanya dalam pertemuan dengan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh kerabat Adrianus Chandra Gajala, Johanes Lado, ia menuturkan dari empat korban penyerangan di Lapas itu, semuanya berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT). Akibatnya, kini orang-orang NTT mendapat labelisasi premanisme dari sejumlah masyarakat.
"Empat orang itu, kebetulan saja dari NTT, tapi kejahatan kemanusiaan tidak hanya kami, ada dimana-mana. Kematian ini jangan jadi sia-sia, ini merupakan momentum kembalikan kepercayaan masyarakat," katanya.
Victor Manbait selaku kakak dari Johanis Juan Manbait, juga mengatakan akibat
labelisasi masyarakat, tak hanya keluarganya, tapi semua rakyat NTT juga ikut terkotak-kotak dengan label tersebut.
"Kami sedih saat saudara kami dilabeli sebagai preman. Mahasiswa NTT (Nusa Tenggara Timur) yang kuliah di Jogja juga menerima labelisasi tersebut. Padahal kami yang hitam dan keriting ini juga bagian dari NKRI," kata Victor.
Dalam kesempatan yang sama, anggota Kompolnas Syafriadi Cut Ali mengajak masyarakat untuk berupaya keras meluruskan opini tersebut. Menurutnya, jika hal itu tidak dilakukan, opini tersebut akan menjerumuskan bangsa kita.
"Jangan gentar, ayo luruskan opini masyarakat," ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Denny Indrayana mengatakan stigmatisasi atau labelisasi dalam bentuk apapun dari tragedi Lapas Cebongan harus dihindari.
"Jangan sampai stigmatisasi dan labelisasi itu menjadi pengalihan isu atas
perbuatan keji yang dilakukan di Lapas Cebongan," kata Denny di Kemenkumham Jakarta, Rabu (10/4) lalu.
Apapun alasannya, premanisme dan pembunuhan sama-sama tidak dapat dibenarkan, katanya.
Yani Rohi Riwu, kakak kandung Gamaliel Y. Rohi Riwu, di Jakarta, Jumat, meminta labelisasi terhadap saudara serta ketiga rekan lainnya yang tewas di Lapas Cebongan dicabut.
"Jangan label tersebut membuat pengalihan isu. Kesannya cuma empat orang saja. Kalau mereka (empat orang itu) preman, pelakunya disebut apa?," katanya dalam pertemuan dengan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh kerabat Adrianus Chandra Gajala, Johanes Lado, ia menuturkan dari empat korban penyerangan di Lapas itu, semuanya berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT). Akibatnya, kini orang-orang NTT mendapat labelisasi premanisme dari sejumlah masyarakat.
"Empat orang itu, kebetulan saja dari NTT, tapi kejahatan kemanusiaan tidak hanya kami, ada dimana-mana. Kematian ini jangan jadi sia-sia, ini merupakan momentum kembalikan kepercayaan masyarakat," katanya.
Victor Manbait selaku kakak dari Johanis Juan Manbait, juga mengatakan akibat
labelisasi masyarakat, tak hanya keluarganya, tapi semua rakyat NTT juga ikut terkotak-kotak dengan label tersebut.
"Kami sedih saat saudara kami dilabeli sebagai preman. Mahasiswa NTT (Nusa Tenggara Timur) yang kuliah di Jogja juga menerima labelisasi tersebut. Padahal kami yang hitam dan keriting ini juga bagian dari NKRI," kata Victor.
Dalam kesempatan yang sama, anggota Kompolnas Syafriadi Cut Ali mengajak masyarakat untuk berupaya keras meluruskan opini tersebut. Menurutnya, jika hal itu tidak dilakukan, opini tersebut akan menjerumuskan bangsa kita.
"Jangan gentar, ayo luruskan opini masyarakat," ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Denny Indrayana mengatakan stigmatisasi atau labelisasi dalam bentuk apapun dari tragedi Lapas Cebongan harus dihindari.
"Jangan sampai stigmatisasi dan labelisasi itu menjadi pengalihan isu atas
perbuatan keji yang dilakukan di Lapas Cebongan," kata Denny di Kemenkumham Jakarta, Rabu (10/4) lalu.
Apapun alasannya, premanisme dan pembunuhan sama-sama tidak dapat dibenarkan, katanya.
Pewarta: Ade Irma Junida
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2013
Tags: