Jakarta (ANTARA News) - Menteri Pertahanan mengusulkan agar ke depan sektor pertahanan dilengkapi dengan RUU Hukum Disiplin Militer agar mampu memberikan pembinaan kepada prajuritnya lebih baik lagi.

"Jadi kita mohon dan minta kepada DPR untuk kemudian bersama-sama pemerintah untuk menyelesaikan RUU itu," kata Menhan di Kantor Kemenhan, Jakarta, Kamis.

Keberadaan UU itu, kata dia, akan menjamin hak dari prajurit dan pimpinan dalam pembinaan disiplin dari sistem kemiliteran di Indonesia.

Terkait penyerangan Lapas Kelas IIB, Cebongan, Sleman, Yogyakarta, yang melibatkan anggota Grup 2 Kopassus Kandang Menjangan, Kartosuro pada 23 Maret 2013 lalu, akan diadili di peradilan militer.

"Mereka adalah anggota TNI, maka sudah selayaknya yang melakukan peradilannya itu bukan peradilan umum tetapi peradilan militer, dan ini sesuai UU," kata Menhan.

Kalau seorang anggota TNI melakukan tindak pidana maka tempatnya itu peradilan militer, dan ditindak menurut KUHP dan KUHP Militer, ujarnya.

Jadi, kata Purnomo, bila seorang anggota militer melakukan tindak pidana mendapat hukuman yang lebih berat dari masyarakat sipil yang melakukan tindak pidana karena yang diberlakukan adalah KUHP dan KUHP Militer, dan UU lain yang terkait dengan pidana.

"Kita ingin meyakinkan publik bahwa kita akan melakukan secara terbuka dan transparan dalam proses peradilan militer tersebut," tuturnya.

Ia menambahkan, ada yang mengusulkan agar dibentuk dewan kehormatan militer, namun sejauh ini dewan kehormatan militer tak perlu dibentuk karena tindak pidana ini dilakukan oleh para prajurit dan bintara, dan ini bukan pelanggaran HAM.

Staf Ahli Menhan bidang Keamanan Mayjen TNI Hartind Asrin menambahkan, draf UU Hukum Displin Militer sudah jadi, sehingga diharapkan pada 2013 sudah rampung pembahasannya.

"UU ini untuk lebih mendisplinkan prajurit, termasuk mengatur bisnis militer," katanya.

Sekretaris Jenderal Kemenhan Letjen TNI Budiman sependapat dengan tidak perlunya mengadili prajurit TNI di peradilan umum. Selain karena tidak ada alasan diadili di peradilan umum, juga penyerangan dilakukan tidak dalam kapasitas diperintah komandan.

Menurut dia, di internal TNI, sebenarnya seorang prajurit sangat takut kalau sampai melakukan pelanggaran karena akan dihadapkan pada dua hukuman, yaitu hukum disiplin prajurit dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM).