Padang (ANTARA News) - Kebijakan pembangunan irigasi dan waduk harus terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) untuk menghindari konflik alih fungsi lahan.

"Isu yang menonjol sekarang adalah soal alih fungsi lahan irigasi. Masalah alih fungsi lahan tersebut bukan saja terjadi pada lahan yang telah dibangun tetapi ada pula yang sedang dalam proses pembangunan dialihfungsikan," kata Direktur Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum, Mohammad Hasan, di Padang, Sumatera Barat (Sumbar), Kamis.

Seperti halnya kasus irigasi Batanghari masih dalam proses pembangunan saluran, tapi lahan sudah dialihfungsikan masyarakat untuk kepentingan lain.

Padahal, investasi pembangunan irigasi membutuhkan biaya cukup besar yang dikeluarkan. Makanya kebijakan ke depan harus diintegrasikan pembangunan irigasi dan waduk dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) suatu daerah.

Namun, bila tidak ada terintegrasi pengelolaan irigasi dalam RTRW, tentu sulit untuk dilakukan pembangunan karena dikhawatirkan pengawasan alih fungsi lahan tak maksimal.

Menurut dia, sumbangan air dari sumber irigasi terhadap produksi beras nasional sebesar 85 persen pada 13 provinsi sentra beras, di antaranya termasuk Sumbar penyumbang beras nasional.

Sumbar, termasuk daerah yang punya spesifik dalam pengelolaan air untuk kebutuhan pertanian karena di dukung dengan kearifan lokal baik sistem pengelolaan maupun kelembagaan.

"Kearifan lokal di Sumbar disebut dengan takuak--pembagian air--, sama di Bali yang punya kearifan lokal dalam pengelolaan irigasi. Hal serupa tidak ditemukan di daerah sentra beras lainnya di Indonesia," katanya.
(ANTARA)