Ambon (ANTARA News) - Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kamis, menggelar diskusi publik bertema "Wawasan Kebangsaan Menuju Ketahanan Nasional", di Ambon, Maluku, Kamis.

Diskusi yang diselenggarakan bekerja sama dengan kantor Menko Polhukam tersebut menghadirkan empat pembicara utama, yakni Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Freddy H. Tulung, Staf Ahli Menko Polhukam Bidang Ideologi & Konstitusi Christina M. Rantetana, Bambang Sulistomo (pengamat masalah ketahanan nasional), dan Staf Ahli Gubernur Maluku Bidang Hukum dan Politik M. Lopulalan.

Freddy H. Tulung mengatakan, masalah wawasan kebangsaan pada masa sekarang ini sudah sangat memprihatinkan, yang ditandai antara lain dengan menipisnya rasa persaudaraan di antara sesama anak bangsa.

"Dewasa ini banyak sekali tindak kekerasan terjadi di tengah masyarakat, hanya karena masing-masing pihak ingin mempertahankan kebenarannya sendiri," katanya.

Ia mencontohkan tindakan-tindakan anarkis yang terjadi di berbagai daerah di Tanah Air pada saat pemilihan kepala daerah.

"Rasa persatuan dan kesatuan boleh dikatakan nyaris tidak ada sama sekali. Dalam pemilihan kepala daerah, pemadam kebakaran yang `menang`, karena banyak gedung pemerintahan yang dibakar massa yang marah," katanya.

Oleh karena itu, pemerintah memandang perlu dilakukan upaya menanamkan nilai-nilai kebangsaan, persatuan dan persaudaraan yang berlandaskan pada Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika (Berbeda-beda Tetapi Satu) dan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) agar tumbuh pemahaman demokrasi yang baik di tengah masyarakat.

Hal senada dilontarkan Bambang Sulistomo, dengan mengatakan bahwa bangsa Indonesia harus siap berdemokrasi.

"Harus siap kalah dan harus siap menang, serta memiliki sportivitas," katanya.

Meski demikian, ia juga menyoroti masalah pelaksanaan hukum dan keadilan di Indonesia.

Menurut dia, bila hukum dan keadilan benar-benar dilaksanakan secara jujur dan konsisten, maka gejolak di tengah masyarakat akibat kemiskinan dan kesenjangan ekonomi tidak akan terjadi.

Dalam presentasinya, Bambang memperlihatkan beberapa foto warga masyarakat yang berunjuk rasa menuntut hak mereka.

Ia menyoroti masalah keinginan atau cita-cita rakyat yang tidak "bertemu" dengan kebijakan (peraturan) yang dibuat pemerintah dan dewan perwakilan rakyat, sehingga masyarakat terpaksa turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasinya.

Sementara itu, Christina M. Rantetana menyatakan bahwa kemarahan kelompok masyarakat yang dukungannya kalah dalam pilkada tidak bisa ditimpakan kesalahannya semata pada pemahaman mereka yang kurang mengenai demokrasi.

"Penyelenggara pemilihan kepala daerah, KPU, dan juga aparat keamanan, juga harus berani introspeksi diri, apakah benar-benar sudah bekerja secara jujur, tidak memihak ke kandidat tertentu?" katanya.

Menurut dia, kejujuran merupakan kunci utama dalam penyelenggaraan demokrasi.

Ada pun M. Lopulalan mengungkapkan bebarapa program yang telah dilaksanakan pemerintah Provinsi Maluku untuk memperkuat ketahanan masyarakat agar tidak terprovokasi upaya-upaya jahat yang ingin memecah belah rasa persaudaraan di daerah ini.

Upaya yang dilakukan antara lain membentuk Forum Komunikasi Umat Beragama dan Majelis Latupati (para raja/kepala desa) untuk menciptakan rasa kekeluargaan yang kokoh dalam mengatasi gesekan akibat berbagai perbedaan yang ada.

Diskusi di selama setengah hari, pagi hingga siang, itu dihadiri sekitar 200 orang dari berbagai kalangan, termasuk tokoh masyarakat, tokoh agama, akademisi, pegawai negeri, dan pers.