Surabaya (ANTARA News) - Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menyatakan siap mengevakuasi 30.000 tenaga kerja Indonesia yang ada di Korea Selatan terkait ketegangan di semenanjung Korea, namun masih menunggu perkembangan dari pihak-pihak lain terkait termasuk dari pemerintah setempat.

"Kami siap melakukan evakuasi terhadap TKI dari negara yang mengalami bencana atau perang, tapi kami masih menunggu perkembangan dari Kemlu, KBRI dan pemerintah setempat," kata Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja Kemnakertrans Dr Reyna Usman setelah membuka "Airlangga Career Fair and Scholarship Expo" di Surabaya, Jawa Timur, Kamis.

Didampingi Wakil Rektor I Unair Prof Dr H Achmad Syahrani Apt MS, Direktur Keselamatan PT KAI (Persero) Bambang Irawan, dan Kepala Disnakertransduk Jatim Hary Soegiri, dia menjelaskan, Menakertrans Muhaimin Iskandar berencana ke Korea pada 19 April mendatang.

"Untuk antisipasi, kami saat ini sudah melakukan pendaftaran TKI yang akan dievakuasi, tentu kami akan memprioritaskan orang yang tua, perempuan, dan anak-anak, tapi kami memastikan rencana evakuasi itu, karena kami masih menunggu perkembangan di sana," katanya.

Menurut dia, TKI yang bekerja di Korsel umumnya di sektor formal, di antaranya industri otomotif. "Kami berharap evakuasi tidak sampai terjadi, tapi kalau evakuasi itu harus terjadi, maka kami sudah siap setiap saat, apalagi Korea-Indonesia itu tidak jauh," katanya.

Saat ini, pihaknya juga sedang melakukan evakuasi TKI yang bekerja di Suriah yang mengalami peperangan. "Tiap hari ada evakuasi dan sekarang tinggal puluhan ribu orang saja, padahal TKI di sana mencapai 100 ribu orang lebih," katanya.

Dalam kesempatan itu, Kepala Disnakertransduk Jatim Hary Soegiri menambahkan bahwa TKI asal Jatim di Korsel sejak tahun 2008 hingga 2012 mencapai 6.478 orang, sedangkan di Korea Utara tidak ada. "Kalau di Korea Utara itu umumnya staf KBRI saja," katanya.

Pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan BNP2TKI, Kemlu, dan KBRI terkait nasib ribuan TKI asal Jatim di Korsel itu. "Informasinya, kami diminta menunggu hingga 10 April, tapi sampai hari ini tidak ada apa-apa, karena itu kami menunggu pemerintah pusat," katanya.

Saat ini, ketegangan di Semenanjung Korea meningkat akibat ancaman dari Pemimpin Korea Utara Kim Jong-Un untuk melakukan persiapan bagi serangan roket strategis ke daratan dan pangkalan-pangkalan militer AS di Korsel.

Perintah itu dikeluarkan Kim pada Jumat (29/3) setelah pembom-pembom siluman AS saat melakukan pelatihan gabungan AS-Korsel, lalu Washington menanggapi ancaman itu dengan memperkuat kekuatan militernya.