Jakarta (ANTARA) - Equity PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Samuel Kesuma menilai bahwa sektor energi hijau (green energy) mempunyai prospek keuntungan jangka panjang bagi para investor.

"Sektor green energy ini satu sektor yang sangat menarik untuk jangka panjang, dan juga menjadi satu sektor yang menjadi unique selling point Indonesia di mata investor asing," kata Samuel dalam acara diskusi "Market Update: No Harsh Landing" yang digelar MAMI secara virtual di Jakarta, Selasa.

Sektor energi hijau menjadi salah satu sektor yang diproyeksikan menguntungkan mengingat posisi Indonesia saat ini yang menjadi negara produsen sumber daya alam (SDA) penunjang energi terbarukan di negara lain, salah satu contohnya adalah nikel yang menjadi bahan dasar baterai litium untuk baterai.

Saat ini, Indonesia juga tengah mengembangkan industri hilirisasi nikel yang akan memberikan nilai tambah untuk industri mobil listrik (EV) di dunia.

Sedangkan, apabila para investor mencari peluang jangka pendek yang potensial, sektor domestik dapat menjadi pertimbangan. Terutama pada semester II 2023, yang mana aktivitas ekonomi akan banyak berputar di kampanye Pemilihan Umum 2024 yang akan dimulai.

Lebih lanjut, Samuel menilai sektor perbankan juga masih tetap menjadi sektor yang potensial di pasar saham maupun obligasi.

Pasalnya, sektor perbankan mengikuti aktivitas ekonomi Indonesia. Apabila sektor ekonomi membaik, maka pertumbuhan di perbankan juga ikut membaik.

Serta, secara akumulatif Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), sektor perbankan merupakan sektor yang terbesar.

"Paling penting secara fundamental balance sheet-nya juga sekarang bank ini, satu tidak ada risiko NPL yang terlalu signifikan, dan juga dari segi cara pihak ketiga juga sangat banyak, ini sebenarnya peluang bank untuk terus mengejar pertumbuhan sangat terbuka,” ujarnya.

Samuel menambahkan sektor telekomunikasi juga menunjukkan kinerja yang cukup bagus pada semester I tahun ini dan tak menutup kemungkinan akan berlanjut hingga beberapa semester ke depan.

Ia mengacu pada kebutuhan masyarakat yang telah menjadikan pulsa ataupun paket data internet sebagai kebutuhan pokok untuk sekadar hiburan ataupun bekerja. Dari segi bisnis, sektor telekomunikasi juga menunjukkan adanya kompetisi yang sehat.

"Jadi, kita expect sih harusnya pertumbuhan pendapatan dan laba ke depannya juga akan sangat sehat dan visibilitynya juga cukup tinggi ya," ujarnya.

Chief Economist & Investment Strategic MAMI Katarina Setiawan menuturkan bahwa para investor harus tetap menaruh perhatian pada beberapa risiko.

Pertama, masih adanya kebijakan bank sentral AS atau The Fed yang masih tak menentu. Dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi global dan kebijakan moneter negara berkembang, serta berkurangnya likuiditas global dan domestik mempengaruhi investasi di aset-aset Indonesia.

Kedua adanya risiko geopolitik dan politik domestik dikarenakan menjelang pemilu, investasi dan belanja modal diperkirakan menurun. Ketiga, risiko dari harga komoditas yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi, cadangan devisa serta defisit fiskal.

Baca juga: Kemenperin minta industri manfaatkan energi surya
Baca juga: Inggris dukung Pemprov NTB kembangkan energi hijau
Baca juga: Anggota AESI teken kontrak proyek PLTS 134 MW di semester I 2023